Rantau (ANTARA) - Produk olahan dari cabai rawit hiyung, komoditas pertanian andalan masyarakat Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin di Kalimantan Selatan, bersiap untuk merambah pasar internasional.
"Pemerintah daerah Kabupaten Tapin bermintra dengan PT Astra Grup siap mengawal untuk ekspor abon cabai Hiyung ini, ke Jepang dan Spanyol. Pasar internasional yang terbuka ada tiga negara yaitu Jepang, Spanyol dan Arab Saudi," kata Kepala Dinas Pertanian Tapin, Wagimin.
Rumah olahan abon cabai rawit hiyung saat ini sudah menyesuaikan produk berstandar ekspor dengan tujuan ke tiga negara itu.
"Tapin sudah memenuhi standar ekspor. Tempat pengolahan sudah diatur sesuai dengan standar home industri untuk kelas ekspor, itu sudah siap. Produk halal dan kesehatan sudah terbit jadi sudah siap," ujarnya.
Dikatakan Wagimin, produk lokal khas Tapin itu juga membidik pasar lainnya di Asia Tenggara misalnya Filipina dan Thailand.
"Saya lihat, di luar negeri seperti Jepang ada di Filipina dan Thailand, bumbu dapur pelengkap makanan itu sudah instan semuanya di sana," ujarnya.
Menyiapkan kebutuhan ekspor itu, petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Cabai Rawit Hiyung akan memulai tanam pada bulan April dan direncanakan panen pada sekitar bulan Juni.
"Untuk jumlah ekspor tidak ada batasan, seberapa saja bisa masuk," ujarnya.
Hasil panen itu nantinya ada yang dijual segar dan ada yang diolah menjadi abon cabai rawit, baik untuk kebutuhan ekspor maupun dipasar lokal.
Sekarang, untuk masa panen bisa terus berlanjut sampai bulan September. Menurut hitungan Dinas Pertanian Tapin, dalam waktu 6 bulan masa panen Tahun 2020, petani menghasilkan cabai rawit segar sebanyak 1.310 ton.
"Setiap tahun akan terus di tingkatkan. Kendala sekarang untuk memperpanjang masa panen adalah media tanam yang kala musim hujan bisa meredam tanaman, kedepan akan ditinggikan," ujarnya.
Keunggulan cabai rawit hiyung itu dari publikasi Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Kalsel, cabai itu memiliki tingkat kepedasan hingga 94.500 part per milion (ppm) atau setara dengan 17 kali lipat dari cabai biasa. Selain rasanya yang pedas, daya penyimpanannya mampu bertahan sampai 10 hari pada suhu normal.
Di tempat asalnya, wilayah budidayanya di atas tanah berjenis gleihumus dan alluvial dengan tingkat keasaman tanah (pH) antara 3,4 - 3,6. Luas lahan tanam khusus untuk cabe rawit hiyung sudah mencapai 255 hektar, ditargetkan ke depannya mencapai 380 hektar.
"Lahannya semua di atas lahan rawa lebak. Hal itu lah yang mungkin mempengaruhi tingkat kepedasan cabai rawit hiyung. Kalau ditanam ditempat lain rasa pedasnya berkurang," ujarnya.
Masih dari Wagimin, dikatakannya bahwa dari 420 kepala keluarga (KK) yang berada di Desa Hiyung, sebanyak 98 persen bekerja sebagai petani cabai.
Cabai Hiyung ini, pertama kali di tanam oleh Khalilurrahman atau dikenal dengan Pak Barjo, 23 tahun lalu pada tahun 1993 membawa bibit dari area perbukitan di Tapin sebanyak 200 bibit dan menanamnya di atas rawa lebak itu.
Selain mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, berkah lahan rawa dan cabai rawit itu juga membawa prestasi gemilang untuk Tapin di masa pemerintahan HM Arifin Arpan.
Tahun 2020 lalu, Pemerintah Kabupaten Tapin menerima penghargaan dari Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi karena cabai rawit hiyung masuk dalam top 45 inovasi pelayanan publik di Tahun 2020.
Cabai rawit hiyung juga sudah terdaftar sebagai varietas tanaman lokal dari Kementrian Pertanian RI dengan nomer 09/PLV/2012 tanggal 12 April 2012.