Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong Presiden Joko Widodo membentuk tim independen atau tim gabungan untuk melakukan koordinasi, evaluasi, dan monitoring terhadap penanganan perkara-perkara yang terkait dengan kasus Djoko Tjandra.
Hal tersebut dipandang perlu dilakukan agar proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku sekaligus melakukan pembenahan kelembagaan instansi terkait.
“Presiden dapat mengambil peran sentral untuk dapat memastikan proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan koridor undang-undang dengan tidak pandang bulu,” ujar Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Tiga tersangka suap pencabutan red notice akui terima dana
Dalam kasus Djoko Tjandra ini terdapat beberapa tersangka yang tengah berjalan di kejaksaan dan kepolisian.
Pada saat proses penegakan hukum yang sedang berjalan, publik lalu dikejutkan dengan terjadinya peristiwa kebakaran Gedung Kejaksaan Agung.
Dalam keterangan Bareskrim Polri, terdapat dugaan adanya perbuatan pidana dalam peristiwa kebakaran tersebut sehingga saat ini dinaikkan menjadi penyidikan.
Hasto berharap pengusutan para pihak yang terlibat pada kasus terkait Djoko Tjandra ini dapat membongkar pihak-pihak yang selama ini mengambil keuntungan dari kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan di luar hukum dan keadilan.
Baca juga: KPK didesak turut selidiki terbakarnya Gedung Kejagung
Mencermati pihak yang saat ini ditetapkan tersangka dan dugaan pihak terkait lainnya yang sedang dikembangkan penyidik, didapati adanya berbagai macam latar belakang profesi, di antaranya jaksa, polisi, advokat, instansi yang berwenang untuk mengurus kependudukan dan imigrasi, politisi, serta pihak swasta atau pengusaha.
“LPSK membuka diri untuk memberi perlindungan kepada saksi, pelapor, saksi pelaku, dan ahli dalam perkara terkait” ujar Hasto.
Dalam kesempatan itu, Hasto juga mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan baru dan/atau mengambil alih penanganan perkara dan/atau melakukan supervisi dalam penanganan perkara tersebut.
"Sehingga independensi dan kredibilitas proses penegakan hukum terhindar dari konflik kepentingan," kata Hasto.