Ia mengatakan, pentingnya mengetahui atau melacak akun palsu diperlukan untuk menghindari prasangka, isu, kegaduhan dan konflik yang ingin sengaja diciptakan, baik untuk menyerang lawan politik atau pun melakukan pencitraan positif bagi kelompok atau calon tertentu.
"Bisnis manajemen reputasi (buzzer) dengan akun-akun palsu bisa menjadi marak, ketika Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden ataupun saat ini menjelang Pikada, repotnya kalau akun-akun ini malah menciptakan hoaks, menyebarkan kebencian, isu SARA dan lainnya," katanya, saat ditemui di Kampus STKOM beberapa waktu lalu.
Dijelaskan dia, buzzer itu memang telah trend dan bagian dari strategi kampanye, bahkan dibuat sengaja untuk menyerang kubu lawan dengan berbagai isu dan propaganda, baik untuk menjatuhkan elektabilitas dan atau menyebar konflik di tim atau calon lain, dengan harapan mengambil keuntungan dari kejatuhan orang lain.
Baca juga: Sekda : Siapapun calon yang maju Pilkada, pasti bertujuan memajukan masyarakatnya
Buzzer dengan akun palsu tak jarang malah terorganisir dan dikelola beberapa orang, pola kampanye seperti ini memang tak bisa dielakkan lagi karena perkembangan di era digital sekarang ini, baik tim maupun si calon harus melek teknologi dan hendaknya tetap solid dan tak mudah terprovokasi, pentingnya menjalin komunikasi dan koordinasi secara kompak dan harmonis.
Menyikapi akun palsu perlu kewaspadaan dan kehati-hatian, di sisi lain ada calon atau tim yang tidak ambil peduli dengan akun-akun palsu tersebut dan tetap fokus pada program pemenangan, tapi ada juga yang sudah gerah dengan isu dan fitnah yang menyesatkan sehingga merugikan, bahkan kemudian menempuh jalur hukum.
"Meretas akun di media sosial semisal di Facebook bukanlah pekerjaan mudah, dan bisa musyrik kalau percaya ahli IT dapat segera meretas akun dan kemudian bisa mengetahui dengan gampang pelaku akun palsu," katanya, yang juga merupakan Lulusan S2 Komputer konsentrasi digital forensik Universitas Islam Indonesia.
Menurut dia, hal tersebut karena beberapa media sosial juga telah memberikan perlindungan untuk keamanan penggunanya, semisal Facebook dengan verifikasi dua langkah, konfirmasi melalui email ataupun melalui pesan singkat di nomor kontak pengguna, ketika pihak tertentu melakukan peretasan atau hacking.
Baca juga: Bupati HST: Jaga kekompakan jelang Pilkada 2020
Namun terkadang pelaku akun palsu juga teledor, karena memang dari awal niatnya kurang baik maka cenderung juga melakukan kesalahan seperti terlalu banyak memakai alamat email sehingga kelupaan, atau pun membuat akun dengan beragam nomor kontak lalu sengaja menghilangkan atau membuang sim card tersebut.
Dalam kasus seperti ini sangat mudah diretas dan kehilangan akunnya karena akan kesulitan mengaktifkan akunnya kembali untuk melakukan pemulihan, begitupun sering berganti-ganti komputer atau perangkat selular dan lupa mematikan auto loginya atau passwordnya tersimpan, akibatnya rentan disalah gunakan pihak lain.
"Serangan juga bisa terjadi pada akun media sosial karena terpancing keingintahuan pengguna media ketika dikirimi link spam untuk pihak tertentu, dengan link porno, foto artis, aplikasi pihak ketiga yang sengaja dibuat mencuri data dari pengguna," katanya.
Adapun tips sederhana yang disampaikannya dalam mengamankan akun dan menghindari peretasan adalah dengan melakukan pergantian sandi atau password secara berkala.
Sandi dibuat agar jangan mudah ditebak, karena membuat sandi dengan tanggal lahir, tempat lahir, nama anak, tanggal lahir anak, nama istri atau pacar, atau hal-hal yang dekat dengan pengguna akan menjadi bahan empuk awal peretas atau hacker menjalankan aksinya.
Sandi juga akan lebih aman kalau menggunakan kombinasi empat unsur, yakni adanya huruf besar, huruf kecil, angka dan simbol, kerumitan sandi akan mempersulit hacker masuk ke akun media sosial.
Pintu masuk hacker selain ingin mengetahui email, juga sandi yang digunakan, serta akan lebih baik apabila menggunakan sandi yang berbeda untuk login di email, di media sosial atau aplikasi lainnya.
Selanjutnya, untuk mengetahui akun palsu sebenarnya secara sederhana bisa diketahui dengan penggunaan foto profil yang palsu dan menarik sehingga orang terpancing untuk berteman, pelaku sengaja menggunakannya dan mengambil foto orang lain atau dari sumber lain.
Baca juga: Rebut HST satu, Faqih positif berpasangan Yazid Dukcapil
"Untuk mengetahui foto tersebut bersumber dari mana dan siapa pemiliknya dalam dilakukan pengecekan dengan pencarian di image.google.com dan mengklik logo kamera atau pencarian berdasarkan gambar serta pilih gambar yang telah disimpan tadi lalu lakukan penelusuran," katanya.
Dijelaskan dia, dengan penelusuran melalui metode seperti ini maka Google ini maka akan memeriksa gambar tersebut, dan jika Google menampilkan situs-situs dewasa, bahkan menunjukkan foto asli sumber pengambilan foto maka sudah pasti akun tersebut palsu.
Pelacakan juga bisa dilakukan dengan foto yang digunakan, apabila menggunakan foto perempuan cantik, seksi atau laki-laki tampan tanpa dilengkapi deskripsi yang jelas dari akun tersebut, maka dipastikan palsu tersebut, termasuk waktu pembuatan akun yang tidak terlalu lama.
Penggunaan foto semacam ini bertujuan untuk mengundang banyak orang untuk menambahkan akun tersebut sebagai teman atau melakukan percakapan dengan mereka, bertambahnya teman akan memudahkan pelaku menyebarkan berita-berita hoaks, kebencian, propaganda dan lainnya.
"Pelacakan juga bisa dilakukan dengan mengamati gaya bahasa, bahan yang sering diupload atau dikomentari pelaku, teman-teman akun palsu pelaku yang juga kadang merupakan akun palsu yang sebenarnya sekubu," katanya.
Identifikasi akun palsu juga bisa dilakukan dengan memeriksa timeline akun, apabila di timeline tersebut tidak banyak postingan atau tidak aktif bisa jadi hanya digunakan untuk tujuan buzzer, juga log in akun yang dibuat sesekali atau pada waktu tertentu saja.
Disamping itu, untuk mengetahui akun palsu dapat dilihat dari tanggal lahir akun, rata-rata pembuat akun palsu mencantumkan tanggal lahir 1 Januari karena mereka tidak mau repot mengedit tanggal lahir sehingga memakai tanggal lahir yang disediakan awal oleh penyedia media sosial.
Maraknya akun palsu memang tidak akan menjadi masalah ketika semua pihak cuek atau tidak ambil peduli, namun fatal ketika ditanggapi serius ditambah prasangka atau fitnah sehingga menimbulkan kecurigaan atau tudingan terhadap seseorang yang sebenarnya tidak tahu menahu.
"Menuduh orang lain menggunakan akun palsu tanpa ada alat bukti, kesaksian atau pengakuan yang menguatkan bisa menjadi perbuatan pidana karena pencemaran nama baik atau pasal lainnya, akan lebih baik dilaporkan ke pihak yang berwajib bila merasa dirugikan," katanya.
Baca juga: Rekrutmen Panwascam di HST akan berbasis online
Pelaporan bisa dilakukan melalui layanan yang disediakan media sosial seperti Facebook dengan pelaporan akun palsu karena kecurigaan menggunakan foto orang lain, menyebarkan kebencian, melanggar standar komunitas atau bentuk pelanggaran lainnya.
Selain itu, bila dianggap serius bisa dilaporkan kepada aparat kepolisian karena mereka memiliki sumber daya yang mumpuni, seperti personil, peralatan, pengetahuan,pengalaman, jaringan ataupun dengan telah adanya kerjasama dengan pihak media sosial dalam penindakan tindak pelanggaran hukum.
Pelaku akun palsu tidak akan bisa selamanya berlindung dari kebohongan yang mereka ciptakan, termasuk dari aparat penegak hukum, banyak kasus yang telah terungkap.
Ditambahkan dia, penggunaan akun palsu yang dari awal memang telah menyalahi standar baik secara etika, moral maupun hukum, dan mereka juga pastinya akan menuai hasilnya dari perbuatannya, bahkan sudah ada yang menikmati dinginnya jeruji besi.