Sistem bagi hasil atas pungutan terhadap jasa penggunaan alur Ambang Sungai Barito atau yang populer dikenal dengan nama "channel fee" dinilai kurang rasional.
Penilaian tersebut datang dari Ketua Gerakan Indonesia (Gerindo) Kalimantan Selatan (Kalsel) Syamsudullah, menjawab ANTARA Banjarmasin, di sela-sela silaturrahim Perhimpunan Keluarga Besar Palajar Islam Indonesia, Sabtu malam.
Pasalnya, menurut pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tersebut, sistem bagi hasil channel fee tidak seimbang, terutama yang menjadi bagian pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel.
"Masak Pemprov cuma mendapat bagian enam persen dari penerimaan kotor channel fee," tuturnya di sela-sela silaturrahim di kediaman anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal daerah pemilihan Kalsel, HM Sofwat Hadi.
"Kemudian setelah 10 tahun, baru Pemprov mendapatkan bagian channel fee tersebut sepuluh persen dari penerimaan kotor," lanjutnya di sela-sela acara berbuka puasa bersama Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia Kalsel.
Oleh karenanya, Gerindo akan terus menyoroti dan mendesak Pemprov Kalsel serta DPRD setempat mengubah atau meninjau kembali sistem bagi hasil channel fee tersebut.
"Karena kalau seperti sekarang atau selama ini, sistem bagi hasil channel fee hanya akan banyak menguntungkan pihak ketiga selaku kontraktor pengelola alur ambang Sungai Barito," demikian Syamsudullah.
Pada kesempatan lain, Ketua Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalsel H Puar Junaidi dari Partai Golkar, menyatakan, sependapat perlunya revisi Peraturan Daerah (Perda) channel fee itu, terutama yang berkaitan dengan bagi hasil.
Ketua Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta perhubungan dan lingkungan hidup itu, menyatakan pula, sependapat kalau dari penerimaan kotor channel fee tersebut, Pemprovnya mendapatkan bagian minimal 10 persen.
Ia mengungkapkan, dari hasil rapat dengar pendapat dengan manajemen PT Ambapers selaku pengelola alur ambang Sungai Barito, penerimaan kotor atas pungutan channel fee mencapai Rp200 miliar per tahun.
PT Ambapers, sebuah perusahaan swasta patungan antara PT Pelindo III dengan Perusahaan Daerah Bangun Banua, milik Pemrpov Kalsel, dan sebagai kontraktornya PT SDM, yang mendapat bagian 87,5 persen dari penerimaan kotor channel fee, demikian Puar. C
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012
Penilaian tersebut datang dari Ketua Gerakan Indonesia (Gerindo) Kalimantan Selatan (Kalsel) Syamsudullah, menjawab ANTARA Banjarmasin, di sela-sela silaturrahim Perhimpunan Keluarga Besar Palajar Islam Indonesia, Sabtu malam.
Pasalnya, menurut pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tersebut, sistem bagi hasil channel fee tidak seimbang, terutama yang menjadi bagian pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel.
"Masak Pemprov cuma mendapat bagian enam persen dari penerimaan kotor channel fee," tuturnya di sela-sela silaturrahim di kediaman anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal daerah pemilihan Kalsel, HM Sofwat Hadi.
"Kemudian setelah 10 tahun, baru Pemprov mendapatkan bagian channel fee tersebut sepuluh persen dari penerimaan kotor," lanjutnya di sela-sela acara berbuka puasa bersama Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia Kalsel.
Oleh karenanya, Gerindo akan terus menyoroti dan mendesak Pemprov Kalsel serta DPRD setempat mengubah atau meninjau kembali sistem bagi hasil channel fee tersebut.
"Karena kalau seperti sekarang atau selama ini, sistem bagi hasil channel fee hanya akan banyak menguntungkan pihak ketiga selaku kontraktor pengelola alur ambang Sungai Barito," demikian Syamsudullah.
Pada kesempatan lain, Ketua Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalsel H Puar Junaidi dari Partai Golkar, menyatakan, sependapat perlunya revisi Peraturan Daerah (Perda) channel fee itu, terutama yang berkaitan dengan bagi hasil.
Ketua Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta perhubungan dan lingkungan hidup itu, menyatakan pula, sependapat kalau dari penerimaan kotor channel fee tersebut, Pemprovnya mendapatkan bagian minimal 10 persen.
Ia mengungkapkan, dari hasil rapat dengar pendapat dengan manajemen PT Ambapers selaku pengelola alur ambang Sungai Barito, penerimaan kotor atas pungutan channel fee mencapai Rp200 miliar per tahun.
PT Ambapers, sebuah perusahaan swasta patungan antara PT Pelindo III dengan Perusahaan Daerah Bangun Banua, milik Pemrpov Kalsel, dan sebagai kontraktornya PT SDM, yang mendapat bagian 87,5 persen dari penerimaan kotor channel fee, demikian Puar. C
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012