Amuntai, (Antaranews Kalsel) -Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Hulu Sungai Utara GustI Iskandariah mengatakan masih banyak warga masyarakat yang belum mengetahui ancaman pidana bagi orang tua yang mengawinkan anak dibawah usia 18 tahun.

"Kasus perkawinan usia anak yang sering kami temukan dilapangan, disebabkan stigma sosial, tekanan ekonomi dan pengaruh informasi, padahal ada ancaman pidana jika mengawinkan anak dibawah usia 18 tahun hanya saja banyak warga belum mengetahuinya ," ujar Gusti.

Gusti mengatakan, sosialisasi tentang larangan mengawinkan usia anak ini dilakukan melalui tenaga penyuluh keluarga berencana dan penyuluh agama karena mereka merupakan ujung tombak.

Sosialisasj juga dilakukan melalui kerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika dengan menayangkan informasi mengenai Undang-Undang dan bahaya perkawnan usia anak melalui penayangan di Kominfo TV, website dan media sosial.

Menurut Gusti, selain mengubah stigma sosial yang mempengaruhinya tingginya perkawinan usia anak juga pengaruh teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih memunculkan masalah pornografi dan pergaulan bebas.

"Sebenarnya kita bisa saja menerapkan ancaman pidana, namun lebih baik kita melakukan pendekatan kepada para orang tua dan pembinaan melalui lembaga-lembaga konsultasi yang dimiliki DPPPA maupun Kemenag dan Dinas Kesehatan," terangnya.

Pemberlakuan sanksi pidana hanya terpaksa diterapkan apabila orang tua melakukan pemaksaan kehendak kepada anak untuk melangsungkan perkawinan atau indikasi penjualan manusia.

Gusti menjelaskan, dampak negatif pernikahan usia anak seperti, kesiapan mental anak yang belum siap, dampak buruk bagi kesehatan, kualitas anak tidak terjamin.

Diinformasikan, kabupaten HSU berada diperingkat 10 terendah angka perkawinan usia anak dari 13 kabupaten/kota di Kalsel sehingga menjadi fokus perhatian DPPPA HSU mengentaskannya.

"Kita menargetkan di Kabupaten HSU sudah tidak ada lagi perkawinan usia anak pada tahun 2022," pungkasnya.

Kepala bidang kualitas keluarga dan sistem informasi DPPPA Kalimantan Selatan (Kalsel) Ismiyati Rukyaningsih mengungkapkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka perkawinan usia anak di Kalsel tertinggi se Indonesia.

"Indonesia tertinggi kedua di Asia Tenggara sesudah Kamboja, dan Kalsel  menjadi penyumbang tertinggi untuk perkawinan usia anak di Indonesia," katanya.

Pihak DPPPA Kalsel melakukan penelitian bahwa penyebab tingginya angka perkawinan usia anak di Kalsel disebabkan
masalah kemiskinan, pola asuh, budaya dan teknologi informasi yang mudah diperoleh sehingga memudahkan akses fornografi yang mengakibatkan terjadinya seks bebas dikalangan remaja.

Ismiyati mengatakan, DPPPA Kalsel melakukan 'Roadshow' ke 13 kabupaten/kota untuk melakukan pelatihan tenaga penyuluh dan sosialisasi kepada tokoh agama dan masyarakat.

Pihaknya juga mengajak pejabat Pemda, tokoh ulama dan masyarakat, LSM dan media setempat menandatangani deklarasi komitmen dan dukungan dalam upaya mencegah perkawinan usia anak.

"Semua pihak harus bekerja sama dan menunjukan kepedulian serta komitmen untuk menekan angka perkawinan usia anak ini," tandasnya.

Ismiyati mengapresiasi berbagai upaya yang dilakukan Pemkab HSU melalui DPPPA untuk upaya pemenuhan dan perlindungan anak dan keluarga di HSU diantaranya dengan mewujudkan Kabupaten Layak Anak, membentuk Pusat Konseling Keluarga (Puspaga) dan lainnya.

 

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018