Jakarta (Antaranews Kalsel) - Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi menilai rencana pemerintah mencabut aturan kewajiban pasok ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) hanya menguntungkan pengusaha batubara.
Sebaliknya, rencana pencabutan aturan DMO batubara itu bakal menambah beban BUMN, PT PLN (Persero).
"Jadi, rencana pencabutan aturan DMO itu harus dibatalkan, demi kepentingan yang jauh lebih besar," katanya di Jakarta, Sabtu.
Pemerintah berencana mencabut aturan DMO batubara sebagai upaya menggenjot ekspor, sehingga mengamankan defisit transaksi berjalan Indonesia.
Selanjutnya, pemerintah akan mengenakan iuran penjualan batubara antara 2-3 dolar AS per ton.
Rencana pencabutan DMO batubara akan diputuskan melalui rapat kabinet terbatas pada Selasa (31/7).
Saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 23K/30/MEM/2018, minimal 25 persen produksi batubara domestik harus dijual ke PLN.
Sedangkan Kepmen ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batubara Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, harga DMO batubara sektor ketenagalistrikan dipatok maksimal 70 dolar AS per ton.
Baca juga: YLKI tolak rencana pencabutan DMO batubara
Menurut Fahmy, dengan patokan harga DMO sebesar 70 dolar AS per dolar AS, pengusaha sebenarnya sudah menikmati keuntungan.
"Kalau patokan ini dicabut, maka keuntungan pengusaha batubara akan makin bertambah besar," katanya.
Fahmy melanjutkan ketentuan DMO produksi batubara hanya 25 persen dari total penjualan, sedangkan 75 persen masih tetap bisa diekspor dengan harga pasar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batubara pada 2018 diperkirakan 425 juta ton, sehingga volume DMO sebesar 106 juta ton.
"Dengan harga pasar batubara pada Juli 2018 sebesar 104,65 dolar AS per ton, maka kalau seluruh volume DMO sebesar 106 juta ton dijual dengan harga pasar, maka pengusaha batubara akan meraup tambahan pendapatan 3,68 miliar dolar AS," katanya.
Sebaliknya, lanjutnya, beban PLN akan bertambah 3,68 miliar dolar AS.
"Dengan demikian, pencabutan aturan DMO batubara ini, hanya menguntungkan pengusaha batubara saja dan sebaliknya menambah beban PLN selaku BUMN," katanya.
Baca juga: Guru besar ITB ciptakan batubara ramah lingkungan
Menurut Fahmy lagi, tambahan subsidi kepada PLN, yang berasal dari iuran penjualan antara 2-3 dolar dolar AS per ton, juga tidak akan mencukupi kenaikan beban biaya PLN akibat pembatalan DMO.
"Tambahan PLN sebesar 3,68 miliar dolar AS, sedangkan iuran, dengan asumsi tiga dolar AS per ton, hanya terkumpul 1,28 miliar dolar AS. Artinya, masih ada selisih yang menjadi beban PLN sebesar 2,4 miliar dolar AS," katanya.
Fahmy menambahkan di tengah kenaikan harga BBM dan gas, tidak ada kenaikan tarif listrik hingga 2019, target 100 persen elektrifikasi, dan proyek 35.000 MW, maka pencabutan aturan DMO batubara akan menyebabkan beban PLN akan bertambah berat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
Sebaliknya, rencana pencabutan aturan DMO batubara itu bakal menambah beban BUMN, PT PLN (Persero).
"Jadi, rencana pencabutan aturan DMO itu harus dibatalkan, demi kepentingan yang jauh lebih besar," katanya di Jakarta, Sabtu.
Pemerintah berencana mencabut aturan DMO batubara sebagai upaya menggenjot ekspor, sehingga mengamankan defisit transaksi berjalan Indonesia.
Selanjutnya, pemerintah akan mengenakan iuran penjualan batubara antara 2-3 dolar AS per ton.
Rencana pencabutan DMO batubara akan diputuskan melalui rapat kabinet terbatas pada Selasa (31/7).
Saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 23K/30/MEM/2018, minimal 25 persen produksi batubara domestik harus dijual ke PLN.
Sedangkan Kepmen ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batubara Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, harga DMO batubara sektor ketenagalistrikan dipatok maksimal 70 dolar AS per ton.
Baca juga: YLKI tolak rencana pencabutan DMO batubara
Menurut Fahmy, dengan patokan harga DMO sebesar 70 dolar AS per dolar AS, pengusaha sebenarnya sudah menikmati keuntungan.
"Kalau patokan ini dicabut, maka keuntungan pengusaha batubara akan makin bertambah besar," katanya.
Fahmy melanjutkan ketentuan DMO produksi batubara hanya 25 persen dari total penjualan, sedangkan 75 persen masih tetap bisa diekspor dengan harga pasar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batubara pada 2018 diperkirakan 425 juta ton, sehingga volume DMO sebesar 106 juta ton.
"Dengan harga pasar batubara pada Juli 2018 sebesar 104,65 dolar AS per ton, maka kalau seluruh volume DMO sebesar 106 juta ton dijual dengan harga pasar, maka pengusaha batubara akan meraup tambahan pendapatan 3,68 miliar dolar AS," katanya.
Sebaliknya, lanjutnya, beban PLN akan bertambah 3,68 miliar dolar AS.
"Dengan demikian, pencabutan aturan DMO batubara ini, hanya menguntungkan pengusaha batubara saja dan sebaliknya menambah beban PLN selaku BUMN," katanya.
Baca juga: Guru besar ITB ciptakan batubara ramah lingkungan
Menurut Fahmy lagi, tambahan subsidi kepada PLN, yang berasal dari iuran penjualan antara 2-3 dolar dolar AS per ton, juga tidak akan mencukupi kenaikan beban biaya PLN akibat pembatalan DMO.
"Tambahan PLN sebesar 3,68 miliar dolar AS, sedangkan iuran, dengan asumsi tiga dolar AS per ton, hanya terkumpul 1,28 miliar dolar AS. Artinya, masih ada selisih yang menjadi beban PLN sebesar 2,4 miliar dolar AS," katanya.
Fahmy menambahkan di tengah kenaikan harga BBM dan gas, tidak ada kenaikan tarif listrik hingga 2019, target 100 persen elektrifikasi, dan proyek 35.000 MW, maka pencabutan aturan DMO batubara akan menyebabkan beban PLN akan bertambah berat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018