Sebuah masjid yang dibangun sejak abad 14 di Desa Pelajau, Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, hingga kini tidak pernah surut dari kunjungan masyarakat.
Mereka yang berkunjung bukan hanya untuk melaksanakan sholat lima waktu, dan sholat jumat.
Akan tetapi mereka juga berkunjung sekedar berdo'a meminta kepada Allah SWT agar hajatnya dikabulkan.
Bahkan, sebagian pengunjung masjid tua yang berjarak sekitar 5 kilo meter dari pusat kota Barabai, yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai tengah itu juga untuk melaksanakan sebuah tradisi "Batumbang".
"Batumbang" merupakan tradisi turun temurun masyarakat Barabai yang membawa anaknya yang baru berumur sekitar satu tahun dan belum bisa berjalan untuk menginjakkan masjid sebelum menginjakkan kakinya ke bumi.
Seorang warga setempat Yadi, menuturkan, tradisi "Batumbang" telah dikenal sejak turun temurun yang dilakukan oleh nenek moyang warga Barabai.
Bahkan tidak sedikit anak-anak maupun cucu dari kalangan pejabat, seperti, Mantan Gubernur Kalimantan Selatan HM Said, juga pernah melakukan ritual Batumbang di masjid yang dikeramatakan oleh masyarakat itu.
Mereka yang melaksanakan tradisi Batumbang berusaha mengambil hikmah.
Sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
Di dalam masjid tersebut, mereka juga memohon agar semua keinginanya untuk mendidik generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta menjadi anak yang sholeh dan sholekhah dikabulkan.
"Sebagai ruitualnya, para orangtua menginjakkan kaki anak-anak ke masjid sebelum mengionjakkan kaki ke bumi," jelasnya.
Prosesi tradisi Batumbang itu diantaranya meliputi, membawa bayi atau anak yang belum bisa berjalan ke mesjid.
membantu prosesi tersebut, kawula muda mengangkat dan menjejakkan kaki si bayi tersebut ke atas tangga mimbar tempat Khatib berkhutbah.
Kemudian si bayi dikembalikan kepada orang tuanya disambung acara menghamburkan uang receh untuk diperebutkan anak-anak yang ada.
Dilanjutkan acara shalat dan do'a yang dipimpin oleh imam mesjid yang diiringi dan diamini keluarga si bayi dan orang-orang sekitarnya yang mengikuti kegiatan tersebut.
Terakhir, pihak keluarga bayi membagikan kue apam ke masing-masing hadirin untuk dimakan bersama-sama dengan harapan kiranya rakhmat dan berkah dari Allah SWT senantiasa tercurah.
Pengelola mesjid Sakerani, mengemukakan, tradisi Batumbang masih tetap dilestarikan bukan saja oleh warga Barabai, akan tetapi juga masyarakat di luar Barabai.
Tradisi batumbang paling meriah dilakukan saat bertepatan dengan hari raya Idul Fitri atau Idul Adha.
Banyak warga memanfaatkan saat liburan ini untuk berziarah dan melakukan ritual batumbang untuk anak cucu mereka.
Memeluk soko guru.
Sakerani menuturkan, masyarakat yang datang ke mesjid keramat tersebut juga ada yang hanya sekedar ingin memeluk tiang utama atau soko guru mesjid tersebut.
"Sebagian ada yang percaya kalau bisa memeluk tiang guru mesjid dan jari tangan kanan dan kiri dapat disatukan maka keinginan atau cita-cita yang dihajatkan akan terkabul," katanya.
Namun yang sangat disayangkannya ada beberapa warga yang mencongkel kayu soko guru untuk dibawa pulang.
Mereka sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan mengambil sebagian kayu tiang untuk dibawa pulang.
Akibatnya, salah satu dari lima tiang utama yang berdiri kokoh itu terlihat berlubang.
Agar hal itu tidak membhayakan, pengurus mesjid berinisiatif memasang kaca di sekeliling soko guru tersebut, agar tiang tidak lagi di congkel.
Serta mencegah agar warga tidak melakukan hal-hal yang berbau syirik.
Dia menceritakan, dahulu ketika masa perombakan soko guru, sempat di robohkan dan diletakkan di samping mesjid.
Tetapi tidak berapa lama, salah seorang ulama Guru Khalik menerima isyarat dari mimpi agar tiang guru kembali dipasang ke posisinya.
"Untuk memasang kembali tiang guru dilakukan selamatan dengan menyembelih dua ekor kambing," ujarnya.
Turut hadir dalam pemasangan kembali tiang utama tersebut, mantan Gubernur Kalimantan Selatan HM Said.
"Kehadiran beliau juga dikarenakan keluarga istri beliau berasal dari Pelajau," imbuhnya.
Tokoh masyarakat Zainal Arifin, menanggapi tradisi Batumbang memngandung makna harapan para orangtua agar anaknya menjadi anak sholeh.
Minimal mempunyai kemampuan untuk membaca khutbah atau sebagai khatib Jumat.
Karena, bagi masyarakat di Desa Pelajau menjadi Khatib merupakan tokoh atau pemimpin Agama.
Selain itu, bertujuan untuk memperkenalkan anak dengan tempat ibadah buka pada tempat-tempat yang membuat orang menjadi fasik atau murtad.
Ditambahkannya pula tradisi Batumbang mengandung rasa kebersamaan sebagai Makhluk Sosial dan peduli sosial, sehingga patutlah dapat dilestarikan jangan sampai hilanga atau sirna begitu saja, dan bisa menjadi aset budaya daerah yang dapat ditampilkan kepada masyarakat luar.C
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012
Mereka yang berkunjung bukan hanya untuk melaksanakan sholat lima waktu, dan sholat jumat.
Akan tetapi mereka juga berkunjung sekedar berdo'a meminta kepada Allah SWT agar hajatnya dikabulkan.
Bahkan, sebagian pengunjung masjid tua yang berjarak sekitar 5 kilo meter dari pusat kota Barabai, yang merupakan ibukota Kabupaten Hulu Sungai tengah itu juga untuk melaksanakan sebuah tradisi "Batumbang".
"Batumbang" merupakan tradisi turun temurun masyarakat Barabai yang membawa anaknya yang baru berumur sekitar satu tahun dan belum bisa berjalan untuk menginjakkan masjid sebelum menginjakkan kakinya ke bumi.
Seorang warga setempat Yadi, menuturkan, tradisi "Batumbang" telah dikenal sejak turun temurun yang dilakukan oleh nenek moyang warga Barabai.
Bahkan tidak sedikit anak-anak maupun cucu dari kalangan pejabat, seperti, Mantan Gubernur Kalimantan Selatan HM Said, juga pernah melakukan ritual Batumbang di masjid yang dikeramatakan oleh masyarakat itu.
Mereka yang melaksanakan tradisi Batumbang berusaha mengambil hikmah.
Sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
Di dalam masjid tersebut, mereka juga memohon agar semua keinginanya untuk mendidik generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta menjadi anak yang sholeh dan sholekhah dikabulkan.
"Sebagai ruitualnya, para orangtua menginjakkan kaki anak-anak ke masjid sebelum mengionjakkan kaki ke bumi," jelasnya.
Prosesi tradisi Batumbang itu diantaranya meliputi, membawa bayi atau anak yang belum bisa berjalan ke mesjid.
membantu prosesi tersebut, kawula muda mengangkat dan menjejakkan kaki si bayi tersebut ke atas tangga mimbar tempat Khatib berkhutbah.
Kemudian si bayi dikembalikan kepada orang tuanya disambung acara menghamburkan uang receh untuk diperebutkan anak-anak yang ada.
Dilanjutkan acara shalat dan do'a yang dipimpin oleh imam mesjid yang diiringi dan diamini keluarga si bayi dan orang-orang sekitarnya yang mengikuti kegiatan tersebut.
Terakhir, pihak keluarga bayi membagikan kue apam ke masing-masing hadirin untuk dimakan bersama-sama dengan harapan kiranya rakhmat dan berkah dari Allah SWT senantiasa tercurah.
Pengelola mesjid Sakerani, mengemukakan, tradisi Batumbang masih tetap dilestarikan bukan saja oleh warga Barabai, akan tetapi juga masyarakat di luar Barabai.
Tradisi batumbang paling meriah dilakukan saat bertepatan dengan hari raya Idul Fitri atau Idul Adha.
Banyak warga memanfaatkan saat liburan ini untuk berziarah dan melakukan ritual batumbang untuk anak cucu mereka.
Memeluk soko guru.
Sakerani menuturkan, masyarakat yang datang ke mesjid keramat tersebut juga ada yang hanya sekedar ingin memeluk tiang utama atau soko guru mesjid tersebut.
"Sebagian ada yang percaya kalau bisa memeluk tiang guru mesjid dan jari tangan kanan dan kiri dapat disatukan maka keinginan atau cita-cita yang dihajatkan akan terkabul," katanya.
Namun yang sangat disayangkannya ada beberapa warga yang mencongkel kayu soko guru untuk dibawa pulang.
Mereka sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan mengambil sebagian kayu tiang untuk dibawa pulang.
Akibatnya, salah satu dari lima tiang utama yang berdiri kokoh itu terlihat berlubang.
Agar hal itu tidak membhayakan, pengurus mesjid berinisiatif memasang kaca di sekeliling soko guru tersebut, agar tiang tidak lagi di congkel.
Serta mencegah agar warga tidak melakukan hal-hal yang berbau syirik.
Dia menceritakan, dahulu ketika masa perombakan soko guru, sempat di robohkan dan diletakkan di samping mesjid.
Tetapi tidak berapa lama, salah seorang ulama Guru Khalik menerima isyarat dari mimpi agar tiang guru kembali dipasang ke posisinya.
"Untuk memasang kembali tiang guru dilakukan selamatan dengan menyembelih dua ekor kambing," ujarnya.
Turut hadir dalam pemasangan kembali tiang utama tersebut, mantan Gubernur Kalimantan Selatan HM Said.
"Kehadiran beliau juga dikarenakan keluarga istri beliau berasal dari Pelajau," imbuhnya.
Tokoh masyarakat Zainal Arifin, menanggapi tradisi Batumbang memngandung makna harapan para orangtua agar anaknya menjadi anak sholeh.
Minimal mempunyai kemampuan untuk membaca khutbah atau sebagai khatib Jumat.
Karena, bagi masyarakat di Desa Pelajau menjadi Khatib merupakan tokoh atau pemimpin Agama.
Selain itu, bertujuan untuk memperkenalkan anak dengan tempat ibadah buka pada tempat-tempat yang membuat orang menjadi fasik atau murtad.
Ditambahkannya pula tradisi Batumbang mengandung rasa kebersamaan sebagai Makhluk Sosial dan peduli sosial, sehingga patutlah dapat dilestarikan jangan sampai hilanga atau sirna begitu saja, dan bisa menjadi aset budaya daerah yang dapat ditampilkan kepada masyarakat luar.C
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012