Kalangan akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin serta aktivis Angkatan 66 di Kalimantan Selatan (Kalsel) menganggap jiwa dan semangat "Tri Tura" atau tiga tuntutan rakyat masih relevan.
Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) ULM d/h Unlam Dr Ir Muhammad Fauzi yang juga akademisi perguruan tinggi negeri (PTN) tersebut dan aktivis Angkatan 66 H Abul Lathief Hanafiah menyatakan itu di Banjarmasin, Selasa.
Tri Tura yang menjadi tuntutan eksponen Angkatan 66 ketika awal pemerintahan Orde Baru (Orba) terdiri dari "Bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKi) bersama antek-anteknya" serta "Bubarkan Kabinet 100 Menteri" dan "Turunkan Harga Sandang Pangan".
"Tri Tura kan masa lalu. Tapi jiwa dan semangatnya masih relevan atau aktual," ujar Fauzi dan mantan Anggota DPR RI Abd Lathief di sela-sela ziarah ke Makam Pahlawan Ampera Hasanuddin bin Haji Madjedi dekat Masjid Jami' Banjarmasin.
Mantan Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unlam tersebut berharap, generasi kini serta mendatang mewarisi jiwa dan semangat Tri Tura.
"Karena seperti harga sandang pangan belakangan ini masih memerlukan perhatian bersama," ujar Fauzi.
Sementara mantan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) Abd Lathief asal Amuntai (185 km utara Banjarmasin) ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalsel itu mengatakan, bahwa dalam sistem perpolitikan dan pemerintahan tidak akan baik selama ada orang-orang munafik.
"Sedangkan belakangan ini banyak orang munafik, berbeda dengan tempo dulu," ujar putra Muhammad Hanafiah-Menteri Agraria Republik Indonesia pertama asal Banua Kalsel masa Presiden Soekarno.
Sebagai catatan Tura pertama bubarkan PKI bersama antek-anteknya serta Tura kedua bubarkan kabinet 100 Menteri secara formal sudah terlaksana, kecuali Tura ketiga masih memerlukan perjuangan panjang dan kesungguhan bersama dari semua pihak, terutama bagi para pemegang kebijakan atau kewenangan.
Almarhum Hasanuddin HM, Pahlawan Ampera pertama di Indonesia yang gugur 10 Februari 1966 karena tembakan sepulang demontrasi bersama ribuan massa dari Konsulat Republik Rakyat Tjina (RRT=RRC) di Jalan Pacinan Laut Banjarmasin.
Ketika itu, Hasanuddin HM baru kuliah/tingkat satu perguruan tinggi negeri pertama dan tertua di Kalsel atau Pulau Borneo (Kalimantan) dan saat terkena tembakan almarhum memegang sebuah spanduk bertuliskan "Hanya Ada Satu Pilihan, Jadi Bangsa Asing atau Bangsa sendiri".
Pahlawan Ampera kedua di Indonesia mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Jakarta Arief Rahman Hakim juga gugur saat melakukan aksi demontrasi anti Peking atau RRT.
Usai ziarah ke Makam Pahlawan Ampera Hasanuddin HM dilanjutkan ekspose Relief ULM Kampus Perjuangan di Rektorat perguruan tinggi negeri tersebut - Jalan Brigjen TNI H Hasan Basry atau Kayu Tangi Banjarmasin.
Editor : Imam Hanafi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2025