DR.KH.Fadlolan Musyaffa yang dikenal sebagai seorang kiai  memiliki pemikiran untuk mencetak para generasi muda yang memiliki karakter salaf yaitu pemikiran ulama-ulama nusantara terdahulu yang saleh, dengan pemikiran yang modern, secara global dan mampu menghadapi tantangan di masa akan datang.

Salah satu upayanya itu melalui lembaga pendidikan yang dipimpinnya, Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan, Mijen, Kota Semarang,  yang kini sudah memiliki sekitar seribu orang santri yang berasal dari seluruh Indonesia, dan akan dikembangkan ponpes ini hingga mampu menampung 10 ribu santri.

Kiai yang Tamat Program S3 (Doktor) Fakultas Studi Islam, Jurusan Fikih Perbandingan Madzhab, Universitas Al-Neelain, Khartoum, Sudan, saat diwawancarai penulis di lokasi pendidikannya, awal minggu ini.

Ia mengakui pola pendidikan yang dikelola ini membentuk manusia yang berakhlak, bermoral, dan sifat atau tindak tanduk sesuai tradisi salaf, tetapi pandai berbahasa Arab dan berbahasa Inggris disamping mengusai literatur kitab kuning.

Kiai (55 tahun) yang Tamat S1 (Licence) Fakultas Syariah wal- Qanun, Jurusan Syariah Islamiah, Universitas Al Azhar Cairo, Mesir, 2001 ini menyebutkan selama enam tahun pendidikan di lembaganya ini harus sudah hapal Al Qur,an, menguasai kitap kuning, serta harus sudah pandai berbahasa Arab dan Inggris.

"Dengan kemampuan yang demikian kita berharap para santri akan mampu menjawab tantangan jaman," kata kiai yang menerbitkan 14 karya buku yang mempelajari tentang keagamaan Islam tersebut.

Ponpes yang beralamat Jl. Ngrobyong, Rt.4/RW I, Dk. Wonorejo, Kelurahan Pesantren, Kec. Mijen, Kota  Semarang, Jawa Tengah ini kini memperkerjakan 80 pengajar atau ustadz/ustazah, baik tingkat taman kanak-kanak, madrasah Ibtidaiyah, Stanawiyah, dan tingkat Atliyah kini juga berkeinginan mendirikan sebuah perguruan tinggi dengan berbagai program studi (prodi), diantaranya mengenai politik Islam.

Mengapa politik Islam, sebab kata kiai yang pernah menjadi Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) Wilayah Timur Tengah & Afrika, Periode 2009-2013 ini dengan politik dengan sebuah partai politik maka akan mampu menguasai negara.

"Kita ingin mereka yang terjun ke dunia politik itu, memiliki kemampuan ilmu politik," tambah lelaki yang pernah bekerja cukup lama di kedutaan besar RI di Mesir ini.

Prodi ini tak mengadopsi perguruan lain, tetapi sebuah kreasi Ponpes Fadhlul Fadhlan dalam upaya membaca peta atau peluang kedepan, tambah kiai sambil tersenyum yang didampingi ustadz Nur Hidayatulah seorang ustadz di Ponpes tersebut.

Semua santri diasramakan putra dan putri. Tiap tahun ada 350 santri masuk ke pesantren yang saat ini seluas empat hektare kedepan akan dikembangkan puluhan hektare.

Ketika ditanya soal penghapal Al Qur,an.  Kiai yang juga dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo ini menyebutkan, menghapal Al qur,an, itu mudah saja, paling lama enam bulan sudah rampung.

"Al Qur,an itu kan hanya 600 halaman, jika dihapal sehari empat halaman saja, maka tak waktu lama sudah hapal,"tuturnya seraya menyebutkan penghapal Al Qur.an di pesantrennya sudah tiga angkatan dan kini memasuki empat angkatan, setiap angkatan merampungkan hapalan hanya lima bulan.

Ketika ditanya lagi soal kemandirian lembaga pendidikannya yang didirikan sejak  13 April 2012 itu, disebutkannya pula itu harus ada rumusnya.

"Setiap kerumunan orang berarti ada potensi pasar, ada peredaran ekonomi, karena orang butuh makan, butuh minum, makanya harus diatur, jika perlu sayur kenapa tak tanam sayur, kalau butuh buah kenapa tak tanam buah, begitu juga jika perlu daging, kenapa tak beternak saja," katanya lagi.

Oleh karena itu, lembaganya ini kini sudah melakukan bubidaya sayuran, dan 40 persen kebutuhan sudah dari produksi sendiri, juga tanam pohon buah buahan, disamping peternakan ratusan ekor kambing.
  

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2024