Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, segera berbasis pesantren sesuai julukan Kota Martapura sebagai kota yang dikenal dengan kota "Serambi Makkah".
"Kemenkumham Kalsel bekerja sama dengan Pemda Kabupaten Banjar dalam rangka mewujudkan Lapas berbasis pesantren yang sangat relevan dengan misi Martapura menjadi Kota Serambi Makkah dan Kota Santri," kata Kepala LPKA Martapura Tri Saptono di Martapura, Senin.
Dia mengatakan, dengan adanya pesantren di dalam Lapas diharapkan mampu memberikan hal positif bagi anak-anak dengan usia di bawah 17 tahun yang terpaksa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena tersangkut tindakan kriminal di LPKA Martapura.
Dengan adanya pesantren di LPKA Martapura atau biasa disebut Lapas Anak diharapkan warga binaan di sana dapat menjadi Muslim yang berkualitas.
Peresmian pesantren Al-Taubah di LPKA Martapura, diagendakan akan disaksikan langsung Direktur Jenderal Pemasyarakatan I Wayan K Dusak karena ini merupakan pionir sistem pembinaan berbasis pesantren di luar pulau Jawa.
Dikatakannya, kerja sama LPKA berbasis pesantren itu dibiayai oleh Pemda Kabupaten Banjar dimana ada 20 ustadz dan pengajar berasal dari MUI dengan 1 pengajar mendampingi 40 anak warga binaan pemasyarakatan, jadi ada 800 anak yang mengikuti program tersebut.
Namun, sebelum mengikuti program tersebut mereka harus menjalani assessment atau tes guna menentukan klasifikasi kelas.
Ada beberapa kelas disiapkan dalam pesantren itu di antaranya, kelas pemula, menengah dan mahir karena anak didikini secara mental dalam tekanan mungkin kurikulumnya lebih flesibel dan menarik.
Sementara itu Kepala Kanwil Kemenkumham Kalsel Imam Suyudi di Banjarmasin, mengatakan untuk mengawali hal yang baru belum tentu mudah, namun seiring berjalannya waktu dengan sistem pembinaan berbasis pesantren pasti akan menumbuhkan kepribadian dan akhlak yang lebih baik lagi.
Warga binaan pemasyarakatan yang merupakan sumber daya potensial selama mereka di dalam Lapas/Rutan menjadi warga binaan berkualitas yang menyadari atas kesalahan yang mereka lakukan.
"Mereka nanti keluar Lapas/Rutan bisa menjadi warga masyarakat yang berguna bagi dirinya dan oran lain, idealnya menjadi ustadz dan dai yang berkualitas," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
"Kemenkumham Kalsel bekerja sama dengan Pemda Kabupaten Banjar dalam rangka mewujudkan Lapas berbasis pesantren yang sangat relevan dengan misi Martapura menjadi Kota Serambi Makkah dan Kota Santri," kata Kepala LPKA Martapura Tri Saptono di Martapura, Senin.
Dia mengatakan, dengan adanya pesantren di dalam Lapas diharapkan mampu memberikan hal positif bagi anak-anak dengan usia di bawah 17 tahun yang terpaksa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena tersangkut tindakan kriminal di LPKA Martapura.
Dengan adanya pesantren di LPKA Martapura atau biasa disebut Lapas Anak diharapkan warga binaan di sana dapat menjadi Muslim yang berkualitas.
Peresmian pesantren Al-Taubah di LPKA Martapura, diagendakan akan disaksikan langsung Direktur Jenderal Pemasyarakatan I Wayan K Dusak karena ini merupakan pionir sistem pembinaan berbasis pesantren di luar pulau Jawa.
Dikatakannya, kerja sama LPKA berbasis pesantren itu dibiayai oleh Pemda Kabupaten Banjar dimana ada 20 ustadz dan pengajar berasal dari MUI dengan 1 pengajar mendampingi 40 anak warga binaan pemasyarakatan, jadi ada 800 anak yang mengikuti program tersebut.
Namun, sebelum mengikuti program tersebut mereka harus menjalani assessment atau tes guna menentukan klasifikasi kelas.
Ada beberapa kelas disiapkan dalam pesantren itu di antaranya, kelas pemula, menengah dan mahir karena anak didikini secara mental dalam tekanan mungkin kurikulumnya lebih flesibel dan menarik.
Sementara itu Kepala Kanwil Kemenkumham Kalsel Imam Suyudi di Banjarmasin, mengatakan untuk mengawali hal yang baru belum tentu mudah, namun seiring berjalannya waktu dengan sistem pembinaan berbasis pesantren pasti akan menumbuhkan kepribadian dan akhlak yang lebih baik lagi.
Warga binaan pemasyarakatan yang merupakan sumber daya potensial selama mereka di dalam Lapas/Rutan menjadi warga binaan berkualitas yang menyadari atas kesalahan yang mereka lakukan.
"Mereka nanti keluar Lapas/Rutan bisa menjadi warga masyarakat yang berguna bagi dirinya dan oran lain, idealnya menjadi ustadz dan dai yang berkualitas," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016