Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Kalimantan Selatan menolak pemberlakukan Program Dokter Layanan Primer (DLP) karena dinilai sebagai pemborosan keuangan negara.
"Kami Ikatan Dokter Indonesia menolak diberlakukan Program DLP, karena bukan solusi justru pemborosan anggaran," kata juru bicara perwakilan IDI Kalsel Ahmad Saukani, di Banjarmasin, Selasa.
Menurut dia, pembelakukan Program DLP sangat membebani para dokter karena harus melanjutkan pendidikan selama tiga tahun, terutama dari segi biaya hidup dan tempat tinggal.
"Setelah kami amati dengan seksama perubahan yang menyangkut kesehatan dan melibatkan IDI, pemerintah belum melihat masalah layanan primer secara holistik," ujar Ketua IDI Kota Banjarmasin itu pula.
Akibatnya, ujar dia lagi, kebijakan itu berpotensi mengundang masalah baru, dan pemerintah belum menempatkan prioritas kerja berdasarkan fakta dan masalah yang ada.
"Pendidikan DLP bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kompetensi dokter umum yang bekerja pada layanan primer," katanya lagi.
Dia menjelaskan, pelaksanaan pendidikan DLP belum memenuhi kriteria pendekatan ilmiah dan objektif serta merupakan keputusan besar tanpa didahului riset lapangan yang seksama akan berdampak sangat berbahaya.
"Atas dasar tersebut IDI mengusulkan revisi Undang Undang No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran karena bertentangan dengan Undang Undang No. 29 Tahun 2004," kata dia pula.
Lebih lanjut dia mengemukakan, pemerintah harus menghentikan kegiatan persiapan, sosialisasi, rekrutmen dan langkah peresmian Program Studi DLP karena tidak tepat bagi kondisi dan masalah kesehatan di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
"Kami Ikatan Dokter Indonesia menolak diberlakukan Program DLP, karena bukan solusi justru pemborosan anggaran," kata juru bicara perwakilan IDI Kalsel Ahmad Saukani, di Banjarmasin, Selasa.
Menurut dia, pembelakukan Program DLP sangat membebani para dokter karena harus melanjutkan pendidikan selama tiga tahun, terutama dari segi biaya hidup dan tempat tinggal.
"Setelah kami amati dengan seksama perubahan yang menyangkut kesehatan dan melibatkan IDI, pemerintah belum melihat masalah layanan primer secara holistik," ujar Ketua IDI Kota Banjarmasin itu pula.
Akibatnya, ujar dia lagi, kebijakan itu berpotensi mengundang masalah baru, dan pemerintah belum menempatkan prioritas kerja berdasarkan fakta dan masalah yang ada.
"Pendidikan DLP bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kompetensi dokter umum yang bekerja pada layanan primer," katanya lagi.
Dia menjelaskan, pelaksanaan pendidikan DLP belum memenuhi kriteria pendekatan ilmiah dan objektif serta merupakan keputusan besar tanpa didahului riset lapangan yang seksama akan berdampak sangat berbahaya.
"Atas dasar tersebut IDI mengusulkan revisi Undang Undang No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran karena bertentangan dengan Undang Undang No. 29 Tahun 2004," kata dia pula.
Lebih lanjut dia mengemukakan, pemerintah harus menghentikan kegiatan persiapan, sosialisasi, rekrutmen dan langkah peresmian Program Studi DLP karena tidak tepat bagi kondisi dan masalah kesehatan di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016