Harga minyak menguat hampir satu persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), pulih dari kemerosotan ke level terendah dua minggu di awal perdagangan, karena ekspektasi pasokan yang lebih ketat melebihi kekhawatiran bahwa prospek ekonomi yang tidak menentu akan menghambat permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November ditutup 67 sen lebih tinggi atau 0,7 persen pada 93,96 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November terangkat 67 sen atau 0,8 persen, menjadi menetap di 90,39 dolar AS per barel.
Pada hari Senin (25/9/2023), Rusia melunakkan larangan ekspor bensin dan solar. Ekspor produk yang sudah diterima oleh Russian Railways dan Transneft dapat dilanjutkan, sementara bahan bakar gas dan bahan bakar yang mengandung sulfur lebih tinggi yang digunakan untuk bunkering (pengisian bahan bakar kapal) akan dikecualikan dari larangan tersebut.
Namun, larangan ekspor solar dan bensin berkualitas tinggi tetap berlaku.
Pasokan minyak masih terbatas karena Rusia dan Arab Saudi telah memperpanjang pengurangan produksi hingga akhir tahun. "Pasokan minyak diperkirakan akan melemahkan permintaan di masa mendatang dan oleh karena itu pelemahan apa pun, meskipun sangat mengejutkan, tidak akan bertahan lama," kata Tamas Varga, analis di pialang minyak PVM.
Bank sentral terkemuka dunia, Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa, dalam beberapa hari terakhir telah menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi inflasi, yang menandakan kebijakan moneter ketat mungkin akan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Suku bunga yang lebih tinggi memperlambat pertumbuhan ekonomi, sehingga membatasi permintaan minyak.
"Produk olahan masih berada di bawah tekanan karena kekhawatiran akan harga minyak yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dan ditambah dengan suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dapat menekan permintaan," kata Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates LLC.
Membatasi kenaikan, dolar AS mencapai level tertinggi 10 bulan pada Selasa (26/9/2023), karena imbal hasil obligasi yang lebih tinggi menarik investor untuk memilih greenback.
Sebagai mata uang utama yang digunakan untuk menentukan harga minyak, penguatan dolar biasanya membebani permintaan minyak karena harga minyak menjadi lebih mahal bagi importir dibandingkan dengan mata uang lokal mereka.
Lembaga pemeringkat Moody's mengatakan pada Senin (25/9/2023) bahwa penutupan pemerintah AS akan merugikan peringkat kredit negara tersebut, peringatan ini muncul satu bulan setelah Fitch menurunkan peringkat Amerika Serikat satu tingkat karena krisis plafon utang.
"Ancaman penutupan pemerintah AS dan potensi dampaknya terhadap peringkat kredit negara juga dapat menjadi faktor yang membuat minyak semakin sulit mencapai target 100 dolar AS per barel," tambah Varga, dikutip dari Reuters.
Data industri yang dirilis setelah penyelesaian perdagangan menunjukkan stok minyak mentah AS meningkat pekan lalu sekitar 1,6 juta barel, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute (API). Para analis memperkirakan penurunan 300.000 barel. Data pemerintah AS mengenai stok minyak mentah akan dirilis pada Rabu.
Kekhawatiran investor terhadap pengetatan pasokan di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma juga mendorong harga selama sesi tersebut, kata analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Stok minyak mentah di Cushing berada pada titik terendah dalam 14 bulan terakhir karena kuatnya permintaan penyulingan dan ekspor, sehingga memicu kekhawatiran mengenai kualitas minyak yang tersisa dan potensi penurunan di bawah tingkat operasi minimum.
Baca juga: Minyak hampir datar saat Rusia longgarkan larangan ekspor
Baca juga: Emas tergelincir lagi oleh tekanan dolar AS
Baca juga: Dolar AS menguat dengan indeks tertinggi 10 bulan
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023