Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Anggota DPRD Kota Banjarmasin Zainal Hakim mengungkapkan, adanya rencana pemerintah kota untuk memprogramkan perubahan konstruksi "titian" dari bahan kayu ulin kebetonisasi perlu kajian mendalam.

"Kami akan melihat dulu nantinya bagaimana kajiannya terhadap proyek itu, baru bisa menyatakan setuju," kata politisi PKB itu, di gedung dewan di Banjarmasin, Rabu.

Menurut dia, "titian" atau jalan jembatan untuk pejalan kaki dan sepeda motor di pemukiman penduduk di pinggiran sungai sudah merupakan bagian kehidupan budaya daerah, hingga perlu perhatian khusus jika ingin merubahnya.

"Sebab titian itukan identik dengan jembatan ulin, nah, bagaimana kalau diubah menjadi jembatan beton, perlu dipikiran juga aspek khazanah budayanya," ucap anggota Komisi III ini.

Terlebih lagi, ujar Zainal Hakim, terkait dengan kondisi lingkungan untuk pembangunannya secara permanen itu, perlu perhitungan tepat hingga biayanya tidak berlipat-lipat akhirnya.

"Memang ini dilema, mempertahankan "titian" ulin, bahanya apakah masih mencukupi, diubah ke beton perlu kajian betul agar tidak memboroskan anggaran," tuturnya.

Dia mengakui, belum ada komunikasi pemerintah kota terkait program ini dengan pihaknya di Komisi III.

"Kita tunggu ekspose Pemkot nantinya terkait ini dengan kita, sebab ini membutuhkan anggaran besar, kita akan serius membahasnya dengan detail untuk menyetujuinya," papar Zainal Hakim.

Sebelumnya, pemerintah kota melalui Kepala Dinas Bina Marga Kota Banjarmasin H Gusti Ridwan mengekspose rencana merenovasi "titian" dengan menggantinya ke konstruksi beton.

"Tahun ini akan kita mulai garap desainnya, tahun 2017 diharapkan sudah mulai terealisasi," ujarnya.

Pihaknya memiliki data sementara, katanya, ada sekitar 286 buah "titian" di daerah ini dengan total panjang 20 kilometer dan kondisinya sudah sangat memprihatinkan sebagai sarana umum masyarakat.

Sebagaimana diketahui, kata dia, "titian" merupakan infrastruktur jalan bagi masyarakat pinggiran sungai, di mana jalan darat tidak dimiliki, dulunya hanya sebagai sarana pejalan kaki menghubungkan rumah ke rumah.

"Tapi setelah jalan darat mulai menyambung ke pelosok-pelosok, warganya juga banyak yang memiliki motor, akhirnya `titian` jadi jalan alternatif," paparnya.

Sesuai undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, dikuatkan lagi UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, maka sarana infrastruktur masyarakat ini perlu perhatian.

"Ini juga sesuai visi dan misi wali kota, gubernur, juga presiden terkait infrastruktur dan pelayanan publik harus benar-benar diperhatikan," ucapnya. 

Pewarta: Sukarli

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016