Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Pelepasan bekantan atau kera hidung panjang (nasalis larvatus) menandai Hari Bekantan Tahun 2016 di Pulau Bakut, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Ketua DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) Hj Noormiliyani Aberani Sulaiman bersama Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina melepas seekor bekantan jantan bernama David di Pulau Bakut yang berada di tengah Sungai Barito (sekitar 15 kilometer barat Banjarmasin), Minggu.
"Kita bersama Pak Wali Kota Banjarmasin dan Komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Kalsel sengaja melepas bekantan di Pulau Bakut yang merupakan cagar alam dan menjadi tempat konservasi habit satwa langka tersebut," ujar Ketua DPRD provinsi itu.
Peringatan dua tahun Hari Bekantan itu dilaksanakan di Taman Siring Tendean - Sungai Martapura Banjarmasin atau dekat patung besar satwa tersebut.
Pelepasan bekantan atau satwa yang mendapat perlindungan hukum itu, menurut "Srikandi" Partai Golkar tersebut bukan cuma sekedar seremonial, tapi mengandung makna mendalam, agar bersama-sama menjaga kelestarian alam, termasuk binatang langka dari berbagai jenis.
Oleh sebab itu, dia berharap, bagi mereka yang memiliki bekantan agar membebaskan satwa tersebut ke alam bebas atau melalui kawasan konservasi terlebih dahulu dengan melibatkan SBI Kalsel.
Selain di Pulau Bakut, bekantan juga terdapat pada beberapa kawasan sekitar daerah aliran sungai (DAS) Barito, seperti Tamban Lupak, Pulau Kaget dan Tabunganen dengan jumlah kecil atau tencam punah karena faktor alam dan manusia.
"Oleh sebab itu, kita sambut positif gerakan SBI Kalsel serta keberadaan komunitas jurnalis peduli bekantan yang berusaha menjaga kelestarian satwa langka tersebut," demikian Noormiliyani.
Sebelumnya Ketua Komunitas SBI Kalsel Amelia Rezeki mengatakan, selain melepas bekantan ke habitatnya atau alam bebas, pihaknya juga menanam pohon yang menjadi makanan binatang tersebut.
Mengenai penyusutan populasi bekantan di Pulau Kalimantan atau Kalsel khususnya, menurut dia, karena ulah manusia, seperti melakukan perburuan dan perusakan habitat primata tersebut antara lain pembukaan lahan perkebunan.
Perkiraan penyusutan populasi bekantan di Pulau Kalimantan hingga kini hanya tinggal sekitar delapan ribu ekor, demikian Amalia didampingi Ketua Kaukus Lingkungan Hidup dan Kehutanan DPRD Kalsel Zulfa Asma Vikra.
Sementara data dari Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya dan Ekosistem (KSDE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dalam 30 tahun terakhir populasi bekantan menyusut hingga 50 persen.
Pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel sejak lama menjadikan maskot fauna dan flora yaitu bekantan serta buah "kasturi" (Delmy Manggevira).
Penamaan pohon/buah langka kasturi itu dari nama almarhum Prof Anwari Delmy, Rektor Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin yang mengenalkan ke luar negeri antara lain Australia dan salah satu bahan kajian ketika studi di Perancis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016
Ketua DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) Hj Noormiliyani Aberani Sulaiman bersama Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina melepas seekor bekantan jantan bernama David di Pulau Bakut yang berada di tengah Sungai Barito (sekitar 15 kilometer barat Banjarmasin), Minggu.
"Kita bersama Pak Wali Kota Banjarmasin dan Komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Kalsel sengaja melepas bekantan di Pulau Bakut yang merupakan cagar alam dan menjadi tempat konservasi habit satwa langka tersebut," ujar Ketua DPRD provinsi itu.
Peringatan dua tahun Hari Bekantan itu dilaksanakan di Taman Siring Tendean - Sungai Martapura Banjarmasin atau dekat patung besar satwa tersebut.
Pelepasan bekantan atau satwa yang mendapat perlindungan hukum itu, menurut "Srikandi" Partai Golkar tersebut bukan cuma sekedar seremonial, tapi mengandung makna mendalam, agar bersama-sama menjaga kelestarian alam, termasuk binatang langka dari berbagai jenis.
Oleh sebab itu, dia berharap, bagi mereka yang memiliki bekantan agar membebaskan satwa tersebut ke alam bebas atau melalui kawasan konservasi terlebih dahulu dengan melibatkan SBI Kalsel.
Selain di Pulau Bakut, bekantan juga terdapat pada beberapa kawasan sekitar daerah aliran sungai (DAS) Barito, seperti Tamban Lupak, Pulau Kaget dan Tabunganen dengan jumlah kecil atau tencam punah karena faktor alam dan manusia.
"Oleh sebab itu, kita sambut positif gerakan SBI Kalsel serta keberadaan komunitas jurnalis peduli bekantan yang berusaha menjaga kelestarian satwa langka tersebut," demikian Noormiliyani.
Sebelumnya Ketua Komunitas SBI Kalsel Amelia Rezeki mengatakan, selain melepas bekantan ke habitatnya atau alam bebas, pihaknya juga menanam pohon yang menjadi makanan binatang tersebut.
Mengenai penyusutan populasi bekantan di Pulau Kalimantan atau Kalsel khususnya, menurut dia, karena ulah manusia, seperti melakukan perburuan dan perusakan habitat primata tersebut antara lain pembukaan lahan perkebunan.
Perkiraan penyusutan populasi bekantan di Pulau Kalimantan hingga kini hanya tinggal sekitar delapan ribu ekor, demikian Amalia didampingi Ketua Kaukus Lingkungan Hidup dan Kehutanan DPRD Kalsel Zulfa Asma Vikra.
Sementara data dari Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya dan Ekosistem (KSDE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dalam 30 tahun terakhir populasi bekantan menyusut hingga 50 persen.
Pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel sejak lama menjadikan maskot fauna dan flora yaitu bekantan serta buah "kasturi" (Delmy Manggevira).
Penamaan pohon/buah langka kasturi itu dari nama almarhum Prof Anwari Delmy, Rektor Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin yang mengenalkan ke luar negeri antara lain Australia dan salah satu bahan kajian ketika studi di Perancis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016