Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Dalam satu pekan terakhir, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Selatan dan kepolisian secara berturut-turut mengungkap peredaran narkoba dengan jumlah yang relatif sangat fantastis, yaitu 7 kilogram dan lebih dari 1 kg sabu-sabu.

Terungkapnya kasus peredaran 7 kg sabu-sabu dan lebih dari 5.000 butir ekstasi yang diperkirakan senilai Rp16,5 miliar oleh BNNP tersebut, tentu bukanlah kabar yang menggembirakan.

Bagaimana tidak, terungkapnya kasus tersebut, membuktikan bahwa hingga kini Kalimantan Selatan masih menjadi "surga" bagi peredaran obat-obatan yang mengancam dan menghancurkan mental generasi muda tersebut.

Apalagi, tersangka pengedar serbuk putih tersebut adalah seorang perempuan berinisial S (27) yang sejak beberapa tahun terakhir penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Martapura.

Hanya dengan berbekal telepon genggam, wanita dewasa yang sebelumnya menghuni Lapas Teluk Dalam Banjarmasin, mampu mendatangkan 5.000 butir ekstasi dan 7,5 kilogram sabu-sabu dari Surabaya.

Selain S pada penangkapan jaringan sabu-sabu yang memecahkan rekor penangkapan narkotika di Kalsel selama ini, BNNP juga menangkap empat tersangka lainnya, yaitu Ah (37) bertindak sebagai kurir membawa sabu-sabu dari Surabaya naik kapal laut serta M (27) dan Ma (24).

Kelima tersangka yang juga tahanan dan mantan tahanan dalam kasus yang sama itu terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Belum reda kehebohan pengungkapan kasus pengiriman sabu-sabu dan ekstasi melalui jalur laut tersebut, pada hari Rabu (13/1) Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan juga mengungkap peredaran sabu-sabu jaringan Lapas Karang Intan dengan bandar yang berbeda.

Polda Kalsel membongkar peredaran narkoba seberat lebih dari 1 kg yang merupakan jaringan Lapas Karang Intan Kabupaten Banjar dan telah mengamankan tiga orang.

Direktur Narkoba Polda Kalsel Kombes Polisi Joko Suharyadi mengungkapkan ketiga tersangka tersebut merupakan jaringan lama dari salah seorang bandar dengan inisial Wdt yang kini telah meringkuk di Lapas Karang Intan.

"Pada tahun 2015, kami banyak menangkap bandar narkoba, dan ternyata aktivitas mereka tidak berhenti karena mereka bisa mengendalikan perdagangan barang terlarang ini dari balik jeruji besi," katanya.

Menurut Joko, terungkapnya jaringan peredaran narkoba pada Rabu (13/1) sore tersebut berawal dari informasi warga yang menyebutkan bahwa salah satu rumah di Jalan Perintis Banjarmasin sering dimanfaatakan untuk transaksi narkoba.

Informasi tersebut, langsung ditindaklanjuti oleh polisi, dan berhasil menangkap seorang tersangka dengan inisial RS yang berperan sebagai kurir.

Dari inforamsi RS, kemudian polisi melanjutkan penyelidikan ke kompleks perumahan di Sultan Adam, dan berhasil menangkap AR dan UR berikut barang bukti berupa sabu-sabu seberat lebih dari 1 kg.

"Dari tiga tersangka tersebut, kami juga mengamankan barang bukti berupa pil ekstasi sebanyak 549 butir," katanya.



Surga



Terungkapnya peredaran narkoba jaringan Lapas Karang Intan tersebut membuktikan bahwa lapas yang seharusnsya sebagai tempat untuk membina dan menyadarkan para bandar dan pengedar narkoba, justru menjadi "surga" bagi mereka untuk berlindung dalam menjalankan bisnis barang haram tersebut.

Menanggapi hal itu, Direktur Narkoba Polda Kalsel Kombes Polisi Joko Suharyadi pada gelar kasus pengungkapan jaringan narkoba di Banjarmasin, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinsi dengan Kemenkumham Kalsel agar melakukan pengawasan lebih ketat di lapas.

"Kami telah bertemu dengan Kepala Kemenkumham Kalsel dan meminta pengawasan di lapas, terutama terkait dengan alat komunikasi, agar lebih diperketat," katanya.

Sebab, kata dia, alat komunikasi, baik itu berupa HP maupun lainnya, menjadi sarana yang sangat efektif untuk tetap mengendalikan peredaran narkoba kendati tersangka sudah berada di lapas.

Ke depan, pihaknya akan bersama-sama dengan Kemenkumham, Polda, BNNP untuk melakukan razia dan bekerja sama memberantas peredaran narkoba, terutama jaringan lapas.

"Memang ini sudah berulang kali kejadian, peredaran narkoba jaringan lapas, saya harap Kemenkumham lebih memperketat pengawasan," katanya.

Pada tahun 2014 dan 2015, kata dia, Polda Kalsel relatif banyak menangkap bandar narkoba, dan ternyata aktivitas mereka tidak berhenti karena mereka bisa mengendalikan perdagangan barang terlarang ini dari balik jeruji besi.

Menanggapi kemungkinan keterlibatan petugas atau sipir lapas, Joko mengatakan bahwa pihaknya tidak segan-segan memprosesnya jika ada bukti keterlibatan petugas atau sipir dalam peredaran narkoba melalui lapas.

"Kalau ada indikasi dan alat bukti yang mengarah adanya petugas terlibat dalam kasus peredaran narkoba di lapas, kami akan memproses karena di mata hukum semuanya sama," katanya.

Konselor orang bermasalah dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Karyono Ibnu Ahmad mengatakan bahwa tertangkapnya hampir 10 kg sabu-sabu dan ribuan butir ekstasi yang terjadi di awal tahun sebagai bukti bahwa Kalsel merupakan pasar yang potensial untuk perdagangan obat-obatan terlarang tersebut.

"Kenapa itu terjadi? Karena Kalsel masih sangat lemah dalam berbagai hal, baik itu lemah pengawasannya, lemah penindakan hukumnya, sosial ekonominya, maupun budayanya," kata Karyono.

Terbukti, bandar narkoba masih bisa menjalankan bisnisnya dengan lancar kendati berada di lapas, yang seharusnya menjadi tempat terisolasi dari kegiatan kejahatan apapun.

Kalsel yang dikenal sebagai kota yang agamis bukanlah jaminan untuk bisa lepas dari pengaruh obat-obatan. Pada kenyataannya yang ke masjid dan yang ada di jalanan, masih banyak yang dijalanan.

Tidak sedikit anak-anak muda yang lebih suka berada di pinggir jalan, mulai dari sebelum magrib hingga tengah malam, tanpa pengawasan orang tua.

Kegiatan-kegiatan tersebut, menurut dia, menjadi potensi yang besar bagi para untuk terus mengeruk keuntungan dari bisnis yang merusak otak saraf pemakainya tersebut.

"Ini sangat memprihatinkan dan perlu perhatian seluruh pihak, bukan hanya aparat, melainkan juga pemerintah, ulama, pendidik, dan yang terpenting adalah bagian terkecil dari lingkungn kita adalah keluarga," katanya.

Keluarga yang harmonis, saling perhatian dan terus mendorong keluarga dan lingkungannya untuk selalu berpikir dan berbuat hal-hal yang positif, kata dia, menjadi kunci untuk membebaskan daerah ini dari pengaruh narkoba.

"Saat ini, bandar dan pengedar narkoba, jauh lebih jeli untuk membuka peluang-peluang pasar baru dengan berbagai cara," katanya.

Hal itu, kata dia, harus menjadi kewaspadaan seluruh pihak agar generasi muda benar-benar bisa terselamatkan.

Penegakan hukum yang tegas kepada siapa pun yang terlibat, baik itu aparat, pejabat, maupun masyarakat, harus menjadi fokus pada penanganan masalah tersebut.

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2016