Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menggelar sosialisasi atau edukasi tentang penangkapan ikan di perairan rawa yang ramah lingkungan dan tidak bertentangan dengan hukum, Kamis (12/5) di Pasar Balimau, Desa Kayu Rabah, Kecamatan Pandawan.
Kasat Reskrim Polres HST AKP Antoni Silalahi pada materinya menyebutkan, sesuai UU Nomor 31 tahun 2004, setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologi, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungan. "Jika melanggar dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1,2 miliar," tegasnya.
Ia menuturkan, sejak 2015 sampai 2021 sudah menindak dan menangani sebanyak 14 kasus terkait penyetruman ikan atau illegal fishing. "Kami berharap, kasus illegal fishing tidak terulang lagi di tahun ini," katanya.
Kepala Badan Kesbangpol HST Mardiyono selaku penyelenggara kegiatan sebelumnya menyampaikan, peserta merupakan kepala desa se-Kecamatan Pandawan yang daerahnya ada rawa atau warganya bermata pencaharian sebagai nelayan atau pencari ikan, aparat desa, ketua RT, kelompok nelayan dan penyuluh perikanan dengan pemateri dari Polres HST dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan.
Masalah penyetruman ikan ini, menurutnya, perlu penanganan yang komprehensif, karena selain merusak lingkungan hidup seringkali praktik penyetruman menyebabkan konflik antarnelayan di perairan rawa.
"Masih adanya perilaku nelayan seperti ini bisa jadi disebabkan kurangnya literasi tentang cara menangkap ikan yang ramah lingkungan serta dampak negatif lainnya baik bagi alam, masyarakat luas, dan dirinya sendiri," terangnya.
Memperhatikan hal tersebut di atas Pemerintah Kabupaten HST memberikan edukasi sebagai pengayaan literasi kepada nelayan atau warga sekitar rawa sehingga muncul kesadaran dalam menangkap ikan yang tidak melanggar aturan. "Menangkap ikan dengan cara disetrum dapat merusak ekosistem," jelasnya.
Sedangkan Bupati HST H Aulia Oktafiandi saat membuka acara menyampaikan agar warga dalam mencari rezeki tidak melakukan kerusakan di muka bumi, seperti membuat lahan pertanian dengan cara membakar hutan, menangkap ikan dengan cara menyetrum, karena dapat merusak seluruh habitat yang hidup di air, termasuk anak-anak ikan juga mati.
“Jaga bumi yang sudah diberikan oleh Allah Subhanahu WaTaala. kita sudah diberi tanggungjawab untuk menjaganya, jangan kita membuat kerusakan. Kalau memang mata pencarian kita mencari ikan, ayo carilah nafkah yang halal tapi jangan sampai merusak lingkungan," imbau Bupati.
"Marilah kita lakukan perbuatan yang baik dalam mencari rezeki untuk anak dan keluarga kita tanpa melanggar hukum dan merusak alam sesuai ajaran agama, dan pemerintah kita juga selalu memberikan berbagai fasilitas dan alternatif, mari kita bangun banua kita dengan tujuan yang baik" tutupnya.
Baca juga: Sejumlah instansi pelayanan publik di HST perlu perbaikan
Baca juga: Aparat Desa hingga ASN Satpolpp HST ikuti seleksi Komponen Cadangan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Kasat Reskrim Polres HST AKP Antoni Silalahi pada materinya menyebutkan, sesuai UU Nomor 31 tahun 2004, setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologi, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungan. "Jika melanggar dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1,2 miliar," tegasnya.
Ia menuturkan, sejak 2015 sampai 2021 sudah menindak dan menangani sebanyak 14 kasus terkait penyetruman ikan atau illegal fishing. "Kami berharap, kasus illegal fishing tidak terulang lagi di tahun ini," katanya.
Kepala Badan Kesbangpol HST Mardiyono selaku penyelenggara kegiatan sebelumnya menyampaikan, peserta merupakan kepala desa se-Kecamatan Pandawan yang daerahnya ada rawa atau warganya bermata pencaharian sebagai nelayan atau pencari ikan, aparat desa, ketua RT, kelompok nelayan dan penyuluh perikanan dengan pemateri dari Polres HST dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan.
Masalah penyetruman ikan ini, menurutnya, perlu penanganan yang komprehensif, karena selain merusak lingkungan hidup seringkali praktik penyetruman menyebabkan konflik antarnelayan di perairan rawa.
"Masih adanya perilaku nelayan seperti ini bisa jadi disebabkan kurangnya literasi tentang cara menangkap ikan yang ramah lingkungan serta dampak negatif lainnya baik bagi alam, masyarakat luas, dan dirinya sendiri," terangnya.
Memperhatikan hal tersebut di atas Pemerintah Kabupaten HST memberikan edukasi sebagai pengayaan literasi kepada nelayan atau warga sekitar rawa sehingga muncul kesadaran dalam menangkap ikan yang tidak melanggar aturan. "Menangkap ikan dengan cara disetrum dapat merusak ekosistem," jelasnya.
Sedangkan Bupati HST H Aulia Oktafiandi saat membuka acara menyampaikan agar warga dalam mencari rezeki tidak melakukan kerusakan di muka bumi, seperti membuat lahan pertanian dengan cara membakar hutan, menangkap ikan dengan cara menyetrum, karena dapat merusak seluruh habitat yang hidup di air, termasuk anak-anak ikan juga mati.
“Jaga bumi yang sudah diberikan oleh Allah Subhanahu WaTaala. kita sudah diberi tanggungjawab untuk menjaganya, jangan kita membuat kerusakan. Kalau memang mata pencarian kita mencari ikan, ayo carilah nafkah yang halal tapi jangan sampai merusak lingkungan," imbau Bupati.
"Marilah kita lakukan perbuatan yang baik dalam mencari rezeki untuk anak dan keluarga kita tanpa melanggar hukum dan merusak alam sesuai ajaran agama, dan pemerintah kita juga selalu memberikan berbagai fasilitas dan alternatif, mari kita bangun banua kita dengan tujuan yang baik" tutupnya.
Baca juga: Sejumlah instansi pelayanan publik di HST perlu perbaikan
Baca juga: Aparat Desa hingga ASN Satpolpp HST ikuti seleksi Komponen Cadangan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022