Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengatakan
harmonisasi dan konsistensi pedoman diyakininya dapat mempercepat akhiri pandemi yang telah memasuki tahun ketiga melanda dunia.
"Penanganan COVID-19 harus betul-betul efektif dan efisien sehingga pandemi COVID-19 cepat berakhir.
Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 bisa dijadikan ajang menyamakan persepsi dan pandangan antar semua negara," kata dia di Banjarmasin.
Ditegaskan Syamsul, pandemi COVID-19 merupakan masalah global yang harus ditangani secara menyeluruh oleh negara terdampak termasuk Indonesia secara nasional.
Hal ini karena COVID-19 merupakan penyakit komunal yang penyebarannya sangat mudah seiring mobilitas masyarakat.
Oleh karena itu, kata dia, tidak bisa penanganan hanya optimal pada daerah tertentu saja, namun harus menyeluruh dan serempak di seluruh daerah termasuk seluruh negara secara global.
Menurut Syamsul jika terdapat kesenjangan, maka upaya yang telah dilakukan pada suatu daerah menjadi kurang efektif mengingat mobilitas masyarakat yang cukup tinggi ditambah penyakit ini sering bermutasi.
"Pemulihan yang tidak sinkron ditambah perbedaan signifikan dari ketersediaan dan kepatuhan masyarakat untuk vaksinasi menimbulkan ancaman besar bagi pemulihan secara nasional maupun global yang solid," jelas Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Oleh karena itu, dia menekankan masalah pandemi tak bisa lagi ditangani secara parsial dan sektoral. Dibutuhkan strategi nasional untuk menghadapi wabah ini karena persoalannya sudah menyebar ke semua wilayah dan berimbas ke berbagai sendi kehidupan sosial ekonomi.
"Harus ditangani secara komprehensif, terpadu dan perlu dilakukan mobilisasi nasional," ucapnya menekankan.
Syamsul menegaskan pedoman standar kesehatan atasi pandemi yang telah dikeluarkan pemerintah pusat harus diikuti semua daerah. Meski inovasi daerah dapat dilakukan sepanjang dalam koridor kebijakan pusat dan aturan perundang-undangan.
Namun demikian, tambah dia, pedoman yang konsisten sangat penting agar tidak membingungkan daerah dalam menjalankannya.
Diakui Syamsul yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya itu, di awal pandemi Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara yang tampak mengalami keraguan dalam penanganan COVID-19.
Hal tersebut dapat dilihat dari lambannya pengambilan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 31 Maret 2020, hampir 1 bulan sejak kasus positif COVID-19 pertama kali diumumkan 2 Maret 2020.
Implementasi PSBB-pun tampak tidak seragam, mengingat terjadi perbedaan pendapat di internal pemerintahan, misalnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan soal kebijakan penumpang kendaraan bermotor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
harmonisasi dan konsistensi pedoman diyakininya dapat mempercepat akhiri pandemi yang telah memasuki tahun ketiga melanda dunia.
"Penanganan COVID-19 harus betul-betul efektif dan efisien sehingga pandemi COVID-19 cepat berakhir.
Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 bisa dijadikan ajang menyamakan persepsi dan pandangan antar semua negara," kata dia di Banjarmasin.
Ditegaskan Syamsul, pandemi COVID-19 merupakan masalah global yang harus ditangani secara menyeluruh oleh negara terdampak termasuk Indonesia secara nasional.
Hal ini karena COVID-19 merupakan penyakit komunal yang penyebarannya sangat mudah seiring mobilitas masyarakat.
Oleh karena itu, kata dia, tidak bisa penanganan hanya optimal pada daerah tertentu saja, namun harus menyeluruh dan serempak di seluruh daerah termasuk seluruh negara secara global.
Menurut Syamsul jika terdapat kesenjangan, maka upaya yang telah dilakukan pada suatu daerah menjadi kurang efektif mengingat mobilitas masyarakat yang cukup tinggi ditambah penyakit ini sering bermutasi.
"Pemulihan yang tidak sinkron ditambah perbedaan signifikan dari ketersediaan dan kepatuhan masyarakat untuk vaksinasi menimbulkan ancaman besar bagi pemulihan secara nasional maupun global yang solid," jelas Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.
Oleh karena itu, dia menekankan masalah pandemi tak bisa lagi ditangani secara parsial dan sektoral. Dibutuhkan strategi nasional untuk menghadapi wabah ini karena persoalannya sudah menyebar ke semua wilayah dan berimbas ke berbagai sendi kehidupan sosial ekonomi.
"Harus ditangani secara komprehensif, terpadu dan perlu dilakukan mobilisasi nasional," ucapnya menekankan.
Syamsul menegaskan pedoman standar kesehatan atasi pandemi yang telah dikeluarkan pemerintah pusat harus diikuti semua daerah. Meski inovasi daerah dapat dilakukan sepanjang dalam koridor kebijakan pusat dan aturan perundang-undangan.
Namun demikian, tambah dia, pedoman yang konsisten sangat penting agar tidak membingungkan daerah dalam menjalankannya.
Diakui Syamsul yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya itu, di awal pandemi Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara yang tampak mengalami keraguan dalam penanganan COVID-19.
Hal tersebut dapat dilihat dari lambannya pengambilan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 31 Maret 2020, hampir 1 bulan sejak kasus positif COVID-19 pertama kali diumumkan 2 Maret 2020.
Implementasi PSBB-pun tampak tidak seragam, mengingat terjadi perbedaan pendapat di internal pemerintahan, misalnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan soal kebijakan penumpang kendaraan bermotor.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022