Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Gubernur Kalimatan Selatan Rudy Ariffin berharap pemerintah segera mewujudkan rencana pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.


Menurut Gubernur di Banjarmasin Selasa, komitmen pemerintah untuk membangun pembangkit tersebut akan mampu memberikan dampak ikutan bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi di dalam negeri yang cukup luar biasa.

"Selama ini, ekonomi Kalsel banyak ditopang oleh produksi berbasis ekspor seperti batu bara dan CPO sehingga merosotnya harga produksi tersebut juga berdampak pada Kalsel," katanya.

Dengan adanya proyek pembangunan pembangkit 35.000 megawatt, dia berharap akan mampu mendorong tumbuhnya industri dalam negeri dan upaya memaksimalkan sumber energi untuk kebutuhan sendiri.

Sebelumnya, pada hari Senin (29/6), Bank Indonesia menyelenggarakan acara diskusi bertema "Meningkatkan Kedaulatan Energi" yang dirangkai dengan acara buka bersama dengan seluruh pihak terkait.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan bahwa konsumsi energi di Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi dan berlanjutnya ekspansi kelas menengah.

Di sisi lain, kata dia, Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa kemampuan untuk memproduksi energi tersebut masih terbatas sehingga pemerintah menghadapi ketidakseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan, terutama pada bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan gas.

"Padahal, ketersediaan BBM, listrik, dan gas merupakan prasyarat berkembangnya sektor industri yang memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja dan penguatan daya saing ekspor Indonesia," katanya.

Ia menegaskan bahwa kedaulatan energi menjadi satu prasyarat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.

Diskusi di Banjarmasin ini merupakan rangkaian dari diskusi Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2014 yang telah diterbitkan Bank Indonesia pada tanggal 29 April 2014.

Laporan Perekonomian Indonesia 2014 mengambil tema "Memperkukuh Stabilitas, Mempercepat Reformasi Struktural untuk Memperkuat Fundamental Perekonomian".

Dalam kaitannya dengan energi listrik, Mirza mengatakan bahwa pemerintah juga patut mencermati ketersediaan pasokan batu bara yang merupakan salah satu bahan bakar utama pembangkit listrik.

Saat ini, kata dia, perekonomian Indonesia masih menghadapi sejumlah risiko dan tantangan struktural, yaitu memperkuat kedaulatan pangan dan energi, memperbaiki daya saing industri dan perdagangan, memperluas sumber pembiayaan pembangunan.

Selain itu, juga perlu upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan meningkatkan kualitas modal dasar pembangunan.

"Sebagai salah satu langkah untuk mencari solusi terbaik untuk menghadapi tantangan struktural, khususnya dalam hal kedaulatan energi, Bank Indonesia berupaya mendorong kedaulatan energi," katanya.

Selain itu, BI juga mendorong pemerintah untuk menetapkan empat arah kebijakan dan strategi, yaitu meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam bauran energi, meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi, dan memanfaatkan potensi sumber daya air untuk PLTA.

Dengan dukungan prospek ekonomi global yang membaik dan pelaksanaan berbagai kebijakan di sektor riil, khususnya peningkatan kedaulatan energi, Bank Indonesia memproyeksikan pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6,5 perseu.

Tingkat inflasi menurun sesuai dengan target jangka menengah dan defisit transaksi berjalan yang lebih sehat.

Acara diskusi menghadirkan pembicara Juda Agung (Direktur Eksekutif DKEM Bank Indonesia), Bambang Gatot Ariyono (Direktur Jendral Minerba, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), Amin Subekti (Direktur Pengadaan Energi Primer PT PLN Persero), Hendi Prio Santoso (Direktur Utama PT PGN Persero), dan Denni Puspa Purbasari (akademisi dan ekonom UGM).
   

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015