Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pengembangan konsep ekonomi sirkular (circular economy) pada produk slag baja, seiring penerapan industri hijau dan pemenuhan kebutuhan bahan tambahan bagi industri semen dan konstruksi.

"Pada masa pandemi COVID-19 saat ini, permintaan slag baja pasar luar negeri justru meningkat hingga awal tahun 2021 seiring dengan berjalannya kegiatan konstruksi," kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, lanjut dia, produk tersebut perlu dimanfaatkan secara optimal, salah satunya untuk menopang aktivitas industri semen dalam memacu pembangunan konstruksi di dalam negeri.

Kemenperin memberikan apresiasi kepada PT Krakatau Semen Indonesia (KSI), perusahaan patungan PT Krakatau Steel Tbk dan PT Semen Indonesia Tbk yang mengolah granulated blast furnace slag menjadi ground granulated blast furnace slag (GGBFS) dengan kapasitas produksi sebesar 690.000 ton per tahun.

Pangsa pasar utama dari produk perusahaan patungan BUMN tersebut adalah Singapura, yang mencapai 350.000 ton per tahun dan mulai merambah ekspor ke beberapa negara lain.

"Produk tersebut dimanfaatkan sebagai supplementary cementitious material (SCM) atau material pengganti semen yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan durabilitas beton, sehingga bisa digunakan untuk konstruksi khusus," ungkap Doddy melalui keterangan tertulis.

Kemenperin juga mendukung KSI untuk terus meningkatkan pasar dalam negeri. "Saat ini pasar domestik terbesar adalah industri semen dan konstruksi yang memanfaatkan GGBFS sebagai bahan tambahan produksi semen portland slag," kata Doddy.

Beberapa waktu lalu, Kepala BSKJI itu menyerahkan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) kepada KSI guna melakukan pengembangan dan pemberdayaan industri di dalam negeri.

Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, salah satu unit kerja di bawah binaan BSKJI Kemenperin, turut mengupayakan agar produk slag baja dapat dipasarkan dalam bentuk curah maupun kemasan kantong melalui sertifikasi produk SNI.

Hal ini untuk menjawab kekhawatiran pelaku industri konstruksi dalam negeri selama ini terkait dengan peraturan mengenai limbah B3, yang menyatakan bahwa perlunya izin terlebih dahulu sebelum memanfaatkan produk slag tersebut.

"Dengan adanya SPPT SNI, maka produk tersebut bisa diperjualbelikan dengan mudah di pasaran dan dapat dimanfaatkan oleh dunia konstruksi secara luas," jelas Kepala B4T Bandung Wibowo Dwi Hartoto menambahkan.

Upaya perluasan pangsa pasar dalam negeri, lanjut dia, perlu ditingkatkan melalui inovasi terhadap produk slag baja tersebut.

"B4T siap menjadi jembatan penghubung bagi dunia konstruksi lokal agar dapat menyerap produk tersebut melalui kegiatan-kegiatan inovasi," ujarnya.

B4T juga menyediakan fasilitas laboratorium pengujian yang dapat diakses untuk menunjang produksi ataupun pemecahan masalah di industri.

Pewarta: Risbiani Fardaniah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021