Hujan deras yang turun sejak 6 Januari 2021 menyebabkan banjir di sebagian wilayah Kalimantan Selatan. 

Pada Jumat (8/1) banjir mulai menggenangi wilayah Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tanah Laut. 

Hujan yang tak kunjung reda membuat banjir makin meluas dan genangan meninggi sehingga aparat pemerintah bersama sukarelawan harus mengevakuasi warga yang terjebak di daerah banjir pada 14 Januari 2021.

Banjir menyebabkan sebagian besar wilayah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut tergenang. Sedangkan di Kota Banjarbaru, banjir menggenangi wilayah Kecamatan Cempaka dan Kecamatan Liang Anggang.

Di Kabupaten Banjar, banjir merusak Jembatan Sungai Salim di perbatasan Kecamatan Astambul dan Kecamatan Mataraman. Banjir juga menyebabkan dua jembatan terputus di Kabupaten Tanah Laut.

Bupati Tanah Laut Sukamta menyebut banjir awal tahun 2021 sebagai banjir terbesar sepanjang 34 tahun dia tinggal di wilayah kabupaten yang berjuluk Bumi Tuntung Pandang.

Banjir menggenangi delapan wilayah kecamatan di Tanah Laut, yakni Bati-Bati, Tambang Ulang, Kurau, Bumi Makmur, Pelaihari, Panyipatan, Takisung, dan Bajuin. 

Genangan akibat banjir di Kurau dan Bumi Makmur tingginya sampai dua meter, membuat kedua wilayah itu tenggelam. Petugas pun melakukan evakuasi besar-besaran untuk menyelamatkan warga dari sana.

Pada saat semua sibuk menanggulangi dampak banjir di Kabupaten Banjar dan Tanah Laut, banjir besar menghampiri wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah di bagian utara Kalimantan Selatan. 

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Hulu Sungai Tengah Faried Fakhmansyah pada 18 Januari 2021 mengatakan bahwa banjir bandang menerjang wilayah permukiman di Kecamatan Hantakan dan menewaskan tujuh orang. 

Selain itu, banjir merendam wilayah Kecamatan Barabai, menyebabkan fasilitas umum termasuk kantor bupati, kantor dewan perwakilan daerah, kantor kepolisian, dan pasar tergenang setinggi 1,5 meter sampai dua meter.

Banjir juga melanda wilayah Kalimantan Selatan yang lain seperti Kabupaten Tapin, Kota Banjarmasin, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupataen Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Batola.

Meski sejak 16 Januari 2021 hujan deras tidak lagi turun, banjir yang meliputi wilayah Kalimantan Selatan tidak serta merta surut. Hingga Sabtu (30/1) masih ada permukiman warga yang tergenang akibat banjir di Kota Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan.

Menurut Komandan Resor Militer 101/Antasari Kolonel Inf Firmansyah pada 20 Januari 2021, bencana banjir di wilayah Kalimantan Selatan berdampak pada 120.284 warga dan menyebabkan 21 orang meninggal dunia.
 
Tim Satgas SAR TNI Angkatan Laut mendistribusikan bantuan ke daerah terdampak banjir di Kalimantan Selatan.(ANTARA/Firman)


Banjir yang tak terbayangkan

Rahma (45) tidak sempat menyelamatkan barang-barang berharga saat banjir menerjang tempat tinggalnya di Desa Tambak Baru Ulu, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kamis (14/1) malam.

Bersama keluarganya, Rahma mengungsi di Posko Pengungsian Pemerintah Kabupaten Banjar di Stadion Demang Lehman Martapura karena rumahnya kebanjiran.

Rahma mengatakan bahwa sebelumnya banjir tidak pernah sampai masuk ke dalam rumahnya. Keluarga Rahma masih bisa tetap tinggal di rumah saat banjir akibat air pasang menggenangi permukiman pada tahun 2007.

Gani (69) juga baru kali ini mengalami banjir besar, yang menyebabkan rumahnya di Desa Sungai Tabuk Kota, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, tergenang hingga satu meter lebih.

"Seumur hidup saya tinggal di sini tidak pernah terjadi banjir sampai masuk rumah. Biasanya hanya menggenangi jalan atau halaman depan rumah," tuturnya.

Banjir besar yang melanda wilayah Kecamatan Sungai Tabuk juga membuat Samsiar tidak bisa menyelamatkan simpanan hasil panennya.

Gabah sebanyak 140 blek--kaleng tempat menyimpan gabah-- milik petani di Handil Buluan, Desa Gudang Hiram, itu terendam air. Harga jual satu blek gabah saat ini Rp80 ribu.

"Banjir di rumah setinggi 1,5 meter. Semua barang tidak bisa diselamatkan, termasuk gabah," kata Samsiar.

Menurut data yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 17 Januari 2021, banjir yang melanda sebagian wilayah Kalimantan Selatan menyebabkan 24.379 rumah tergenang dan memaksa 39.549 warga mengungsi.

Presiden Joko Widodo bersama Kepala BNPB Doni Monardo dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pada 18 Januari 2021 menjenguk korban banjir yang mengungsi di Stadion Demang Lehman Martapura serta meninjau dampak banjir di Kecamatan Martapura Timur dan Kecamatan Astambul.
 

Pemicu Banjir

Banjir yang melanda wilayah Kalimantan Selatan pada Januari 2021 tidak lepas dari kondisi lingkungan di wilayah provinsi seluas sekitar 38.744 kilometer persegi yang dihuni 4.087.776 warga itu.

Pengamat lingkungan dari Universitas Lambung Mangkurat Prof. Dr. Ir. H Udiansyah, MS mengatakan bahwa dengan kondisi lingkungan yang tidak jauh lebih baik, curah hujan yang tinggi menimbulkan banjir yang lebih parah dampaknya di wilayah Kalimantan Selatan.

Ia mengutip hasil kajian yang menunjukkan bahwa curah hujan saat banjir melanda Kalimantan Selatan pada November 2007 sekitar 1.600 kubik dalam sebulan sedangkan curah hujan saat banjir melanda Kalimantan Selatan pada Januari 2021 sampai 4.000 kubik dalam 10 hari. 

Udiansyah menyebut curah hujan yang tinggi, sedimentasi sungai, dan kondisi hutan sebagai faktor pemicu banjir besar di wilayah Kalimantan Selatan.

"Semakin banyak kegiatan manusia di lahan maka aliran permukaan semakin besar. Jadi air hujan yang masuk ke dalam tanah berkurang tetapi turun mengalir ke daerah lebih rendah," kata Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat itu.

Ia menambahkan, pengendapan materi yang terbawa oleh air menurunkan kemampuan sungai untuk menampung air saat hujan deras turun.

Sebagaimana disebutkan oleh Presiden Joko Widodo, Sungai Barito yang kapasitasnya 230 juta meter kubik kemasukan hingga 2,1 miliar kubik air saat hujan turun selama 10 hari berturut-turut. Akibatnya, air meluap dan membanjiri wilayah sekitar daerah aliran sungai (DAS) Barito di Kalimantan Selatan.

Udiansyah mengemukakan kondisi lingkungan yang mempengaruhi sedimentasi sungai. "Kalau hutan baik kondisi lingkungannya, maka sedimentasi di sungai sangat ringan, sekitar dua ton per tahun. Namun jika lingkungan jelek, maka sedimentasi lebih tinggi bisa 20 ton ke atas per tahun," katanya.

Di samping itu, hasil analisis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengenai penyebab banjir yang melanda Kalimantan Selatan pada 12 sampai 13 Januari 2021 menunjukkan bahwa penyempitan kawasan hutan telah meningkatkan risiko banjir di wilayah provinsi itu.

Siaran pers LAPAN di Jakarta, Minggu (17/1), menyebutkan bahwa hasil analisis menunjukkan adanya kontribusi penyusutan hutan dalam kurun 10 tahun terakhir terhadap peningkatan risiko banjir di wilayah Kalimantan Selatan.

Data tutupan lahan menunjukkan bahwa dari tahun 2010 sampai 2020 terjadi penyusutan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah, dan semak belukar masing-masing 13 ribu hektare (ha), 116 ribu ha, 146 ribu ha, dan 47 ribu ha di Kalimantan Selatan.

Sedangkan area perkebunan di wilayah itu menurut data perubahan tutupan lahan luasnya bertambah hingga 219 ribu ha dari 2010 sampai 2020.

"Perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana banjir di kemudian hari," kata Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN M Rokhis Khomaruddin.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menelaah perubahan tutupan hutan di DAS Barito setelah banjir melanda daerah sekitar sungai itu.

Menurut data KLHK, DAS Barito luas totalnya kurang lebih 6,2 juta ha dan 1,8 juta ha di antaranya ada di Kalimantan Selatan. DAS Barito di Kalimantan Selatan secara kewilayahan hanya mencakup 39,3 persen kawasan hutan dan 60,7 persen areal penggunaan lain bukan hutan.

Data KLHK menunjukkan, tutupan hutan alam dan hutan tanaman industri di DAS Barito di Kalimantan Selatan menurun sedangkan areal perkebunan, sawah, pertambangan, dan pemukiman di kawasan itu meluas. 

Selama tahun 2000 sampai 2006, luas area perkebunan bertambah menjadi 31.629 ha dari 25.796 ha dan area pertambangan meluas menjadi 18.100 ha dari 7.966 ha.

Pada periode 2006 sampai 2011, luas area perkebunan meluas menjadi 39.481 ha dari 30.545 ha dan luas area pertambangan bertambah menjadi 20.625 ha dari 18.100 ha.

Dari tahun 2011 sampai 2015, lahan perkebunan bertambah menjadi 180.566 ha dari 38.451 ha dan area pertambangan bertambah menjadi 26.180 ha dari 19.592 ha.

Luas perkebunan bertambah lagi menjadi 236.917 ha dari 169.137 ha dan area pertambangan meluas menjadi 37.224 ha dari 23.185 ha selama kurun 2015 sampai 2019. 

Menurut KLHK, perluasan areal pertambangan berasal dari pertanian lahan kering campuran seluas 5.524 ha dan lahan terbuka seluas 2.342 ha.

Data-data tersebut menunjukkan bahwa tutupan hutan telah menurun dan penurunan tutupan hutan mempengaruhi kerentanan wilayah Kalimantan Selatan terhadap bencana alam.

Hal itu hendaknya menjadi pengingat bagi masyarakat dan pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan upaya perbaikan lingkungan dan pelestarian kawasan hutan.

Udiansyah mengatakan bahwa perbaikan lingkungan bisa dilakukan dengan penghijauan dan normalisasi daerah aliran sungai.

"Kalau upaya secara vegetatif seperti reboisasi, normalisasi sungai, dan sejenisnya memang lebih lama terwujudnya namun tentunya dapat berkelanjutan untuk perbaikan lingkungan jangka panjang," katanya.

Upaya perbaikan lingkungan itu tentunya mesti dilakukan bersama dengan upaya untuk mencegah pendangkalan sungai dan kerusakan daerah aliran sungai serta alih fungsi kawasan hutan.


 

Pewarta: Firman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021