Mahkamah Konstitusi mengelar sidang sengketa hasil pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Balikpapan dengan peserta pasangan Rahmad Mas'ud-Thohari Aziz melawan kotak kosong disengketakan ke Mahkamah Konstitusi oleh Komite Independen Pemantau Pemilihan (KIPP) Balikpapan.

KIPP merupakan pemantau pemilihan yang terdaftar dan terakreditasi oleh KPU Balikpapan.

Dalam sidang sengketa hasil pilkada di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, yang disiarkan secara daring, kuasa hukum pemohon sekaligus prinsipal Rinto mendalilkan KPU Balikpapan bersikap diskriminatif dan tidak adil dengan tidak memberikan pemohon hak berbicara dalam pleno tingkat kecamatan.

KPU Balikpapan didalilkan tidak memberikan salinan form C KWK sehingga pemohon tidak dapat melakukan pencocokan data rekap TPS dan tingkat kecamatan.



Selanjutnya pemohon mengaku melaporkan kampanye pasangan Rahmad Mas'ud-Thohari Aziz melalui media sosial yang tidak terdaftar di KPU Balikpapan kepada Bawaslu, tetapi tidak terdapat tindak lanjut atas laporan itu.

"Termohon dan Bawaslu tidak menerapkan prinsip perlakuan yang sama di depan hukum atau equality before the law dan diskriminasi," kata Rinto.

Pemohon juga mendalilkan KPU Balikpapan tidak melakukan sosialisasi dengan baik sehingga selisih perolehan suara pasangan calon dan kotak kosong mencapai 40 persen. Dalil selanjutnya adalah terdapat pelanggaran di salah satu TPS, yakni tidak dilakukannya verifikasi e-KTP sehingga pemilih harus memilih menggunakan form C-6.

Atas dalil-dalil tersebut, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan KPU Balikpapan yang menetapkan hasil perolehan suara pasangan Rahmad Mas'ud-Thohari Aziz sebanyak 160.929 suara dan kolom kosong 96.642 suara.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021