Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menyatakan pemerintah meningkatkan upaya mitigasi setelah aktivitas industri manufaktur kembali menurun pada September 2020 akibat kebijakan PSBB.
Febrio menyatakan tertekannya aktivitas industri manufaktur terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia yang mengalami penurunan dari 50,8 pada Agustus menjadi 47,2 pada September.
“Ini adalah penurunan pertama sejak bulan April dan menunjukkan aktivitas manufaktur yang melemah di tengah penerapan PSBB karena masih tereskalasinya pandemi COVID-19,” katanya di Jakarta, Kamis.
Secara rata-rata, PMI pada kuartal III tahun ini yaitu sebesar 48,3 menggambarkan kondisi industri manufaktur yang masih menantang meskipun telah meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 31,73.
Adapun ambang netral PMI adalah di angka 50 karena angka di atas 50 menunjukkan adanya pertumbuhan positif secara bulanan.
Febrio menyebutkan penurunan PMI Manufaktur Indonesia pada September 2020 menunjukkan adanya penurunan aktivitas industri manufaktur baik dari sisi penjualan maupun produksi.
“Penurunan penjualan berkontribusi terhadap kenaikan kapasitas berlebih atau spare capacity yang tercermin pada penurunan pekerjaan yang harus diselesaikan atau backlogs of works sehingga menghambat perekrutan tenaga kerja lebih lanjut,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian dan stok dalam rangka melakukan efisiensi serta tekanan pada biaya input yang didorong oleh depresiasi nilai tukar lalu diikuti oleh rendahnya harga penjualan.
“Tercatat sejumlah perusahaan memberikan diskon untuk merangsang penjualan,” ujarnya.
Selain itu Febrio mengatakan PSBB turut menghambat kemampuan penyedia bahan baku untuk memasok input secara tepat waktu.
Ia menyatakan IHS Markit yang mengeluarkan data PMI ini menjelaskan bahwa harapan mengenai output tahun 2021 sangat tinggi, namun optimisme itu sangat bergantung pada pengendalian pandemi.
PMI sebagai indikator yang memprediksi ekonomi ke depan sejalan dengan tren indikator mobilitas yang telah mengalami perbaikan meskipun dengan akselerasi melambat mengingat masih terdapat eskalasi penularan COVID-19.
Febrio memastikan respon kebijakan pemerintah sudah sesuai dan perlu diperkuat dalam penanganan COVID-19 terutama melalui peningkatan langkah Tes, Lacak, Isolasi (TLI) dan disiplin gerakan Memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak (3M).
“Penguatan TLI dan 3M merupakan best practice dalam mengendalikan COVID-19 serta melengkapi langkah perlindungan masyarakat miskin dan rentan terdampak,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Febrio menyatakan tertekannya aktivitas industri manufaktur terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia yang mengalami penurunan dari 50,8 pada Agustus menjadi 47,2 pada September.
“Ini adalah penurunan pertama sejak bulan April dan menunjukkan aktivitas manufaktur yang melemah di tengah penerapan PSBB karena masih tereskalasinya pandemi COVID-19,” katanya di Jakarta, Kamis.
Secara rata-rata, PMI pada kuartal III tahun ini yaitu sebesar 48,3 menggambarkan kondisi industri manufaktur yang masih menantang meskipun telah meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 31,73.
Adapun ambang netral PMI adalah di angka 50 karena angka di atas 50 menunjukkan adanya pertumbuhan positif secara bulanan.
Febrio menyebutkan penurunan PMI Manufaktur Indonesia pada September 2020 menunjukkan adanya penurunan aktivitas industri manufaktur baik dari sisi penjualan maupun produksi.
“Penurunan penjualan berkontribusi terhadap kenaikan kapasitas berlebih atau spare capacity yang tercermin pada penurunan pekerjaan yang harus diselesaikan atau backlogs of works sehingga menghambat perekrutan tenaga kerja lebih lanjut,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian dan stok dalam rangka melakukan efisiensi serta tekanan pada biaya input yang didorong oleh depresiasi nilai tukar lalu diikuti oleh rendahnya harga penjualan.
“Tercatat sejumlah perusahaan memberikan diskon untuk merangsang penjualan,” ujarnya.
Selain itu Febrio mengatakan PSBB turut menghambat kemampuan penyedia bahan baku untuk memasok input secara tepat waktu.
Ia menyatakan IHS Markit yang mengeluarkan data PMI ini menjelaskan bahwa harapan mengenai output tahun 2021 sangat tinggi, namun optimisme itu sangat bergantung pada pengendalian pandemi.
PMI sebagai indikator yang memprediksi ekonomi ke depan sejalan dengan tren indikator mobilitas yang telah mengalami perbaikan meskipun dengan akselerasi melambat mengingat masih terdapat eskalasi penularan COVID-19.
Febrio memastikan respon kebijakan pemerintah sudah sesuai dan perlu diperkuat dalam penanganan COVID-19 terutama melalui peningkatan langkah Tes, Lacak, Isolasi (TLI) dan disiplin gerakan Memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak (3M).
“Penguatan TLI dan 3M merupakan best practice dalam mengendalikan COVID-19 serta melengkapi langkah perlindungan masyarakat miskin dan rentan terdampak,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020