Salah satu fakta menarik tentang udang adalah seperti halnya manusia, kebanyakan dari udang adalah omnivora, yang berarti bahwa mahkluk itu memakan baik tumbuhan maupun hewan-hewan kecil.
Namun, bukan berarti karena kesamaan tersebut, merupakan hal yang mudah untuk membudidayakan udang, karena ternyata ada berbagai hal yang sangat perlu diperhatikan dalam meningkatkan produktivitas tambak udang.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dalam kunjungan kerja ke sejumlah tambak udang di Kabupaten Lampung Timur, Minggu (19/7), menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan produktivitas, pihaknya bakal berkolaborasi dengan pemda dalam menerapkan teknologi semi intensif dan intensif di tambak-tambak.
Apalagi, Edhy Prabowo melihat bahwa sebagian besar tambak masih menerapkan pengelolaannya berdasarkan cara-cara tradisional yang relatif hasil panennya minim.
"Di sini ada tambak intensif yang per hektarenya bisa menghasilkan sampai 20 ton. Sedangkan tambak di sekitarnya yang tradisional hanya 500 kilogram per hektare," ujarnya.
Salah satu strategi yang diucapkan Menteri Edhy, adalah mengajak petambak udang untuk menerapkan konsep tambak milenial yang inovatif dan diyakini selaras dengan kondisi perekonomian saat ini.
Baca juga: KKP dorong penyerapan anggaran bantu pemulihan ekonomi
Tambak milenial
Revitalisasi model tambak dari konvensional menjadi tambak milenial telah dikembangkan antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Barat, dan diyakini cocok untuk generasi milenial dari segi kepraktisan berbudidaya di era saat ini.
Model tambak milenial ini tidak membutuhkan lahan luas layaknya tambak konvensional. Selain itu, tambak milenial berbentuk bulat, fleksibel karena bisa dibongkar pasang, dan ukuran kolamnya bisa disesuaikan dengan lahan yang tersedia.
Menurut Edhy, pihaknya juga sedang mengembangkan terobosan di sejumlah balai pelatihan di daerah. KKP akan terus mendampingi dan melakukan pengujian agar konsep ini benar-benar menjadi model tambak alternatif.
Baca juga: KKP genjot PNBP melalui pengelolaan ruang laut Rp5,6 miliar
"Jadi orang tidak takut lagi masuk ke sektor ini. Karena rentan penyakit, modalnya besar dan lain-lain," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan.
Untuk permodalan, menurut Edhy, pemerintah telah menyiapkan dukungan penuh melalui pinjaman lunak dari KKP maupun fasilitas KUR dari bank pemerintah.
Dia berharap model tambak milenial ini bisa terus dikembangkan di seluruh Indonesia sehingga mendorong ekonomi masyarakat, khususnya nelayan yang setahun biasanya hanya melaut sekitar enam bulan.
Mengenai konsep budidaya yang benar, menurut Edhy antara lain seperti pengaturan air laut yang masuk ke tambak telah melalui filterisasi, dan pembuangan limbahnya tidak langsung ke laut, melainkan ditampung terlebih dahulu untuk memastikan kebersihan limbah tersebut.
"Ditampung, baru diuji. Kalau ditanamin ikan hidup, baru boleh dibuang kembali ke laut. Kalau ada yang melanggar kita tegur keras," ujarnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga menegaskan bahwa tidak akan ada lagi penebangan hutan mangrove untuk dialihfungsikan menjadi kawasan tambak budidaya di Tanah Air.
Ia mengingatkan bahwa keberadaan hutan mangrove tidak hanya menjaga ekosistem laut tetapi juga memiliki manfaat ekonomi seperti bisa mendatangkan wisatawan dan membuat masyarakat bisa lebih lancar dalam menebar benih untuk budidaya.
Daya serap
Selain itu, Edhy mengingatkan pula bahwa daya serap udang sangat tinggi baik di dalam maupun luar negeri, di mana untuk pasar internasional, kebutuhannya masih tinggi dan menjanjikan.
Sebagaimana diketahui produksi udang nasional baru sekitar 800 ribu hingga 1 juta ton per tahun. "Jadi ini potensi pasarnya sangat besar," ucap Edhy.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto meyakini bahwa model klaster yang rencananya akan dijadikan percontohan di lima lokasi di berbagai daerah, ke depannya dinilai bakal mampu menggenjot produktivitas komoditas udang.
Slamet memaparkan, pada tahun 2020 ini direncanakan dibuat percontohan di beberapa kabupaten, di mana ke depannya bisa diperluas dan harapannya akan memicu masyarakat dan pelaku usaha mengembangkan model ini.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP menuturkan pihaknya menargetkan adanya sekitar 100.000 hektare lahan yang akan dimutakhirkan produktivitasnya. "Keberadaan Pokja (Kelompok Kerja) ini sangat penting dalam memberikan upaya yang dibutuhkan," katanya.
Lima lokasi yang akan dijadikan percontohan klaster budidaya udang berkelanjutan adalah Kabupaten Lampung Selatan, Aceh Timur, Sukabumi, Sukamara, dan Kabupaten Buol.
Pengendalian penyakit
Slamet menuturkan pula, KKP telah membentuk Tim Gugus Tugas Pengendalian Penyakit Ikan Nasional sebagai upaya cepat tanggap baik preventif maupun kuratif terhadap potensi penyebaran penyakit ikan pada usaha pembudidayaan.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menyatakan tim tersebut beranggotakan unsur pemerintah, pakar, praktisi, akademisi dan asosiasi perikanan budi daya.
Slamet juga meminta Gugus Tugas untuk melakukan tindakan pengendalian mulai dari pencegahan hingga penanggulangan. Upaya pencegahan itu, ujar dia, termasuk terhadap lalu lintas perdagangan ikan hidup dan sarana produksi yang berpotensi jadi pembawa penyakit.
"Penyakit ikan menjadi penyebab utama kegagalan produksi dalam usaha budi daya. Ini yang harus kita waspadai terutama antisipasi terhadap masuknya penyakit lintas batas. Artinya risiko analisis impor betul-betul harus diperkuat terutama terhadap benih, calon induk, pakan, probiotik dan sarana produksi lainnya," paparnya.
Melalui Gugus Tugas ini, ia menginginkan ada data informasi yang real time terhadap kasus kejadian penyakit maupun potensi masuknya wabah, serta mengambil langkah taktis dalam melakukan upaya pengendalian penyakit ikan secara nasional.
Slamet juga membeberkan sejumlah penyakit pada udang yang hingga kini masih menghantui bisnis udang nasional antara lain White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Myonecrosis Virus (IMNV), Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP), dan White Feces Disease (WFD).
Sementara itu munculnya penyakit lintas batas seperti Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPNF), Covert Mortality Nodavirus (CMNV) dan yang terbaru Decapod Iridescent Virus 1 (DIV1) yang saat ini tengah menyerang budi daya udang di China, Vietnam dan Thailand juga harus diantisipasi dengan menerapkan upaya proteksi di pintu pintu masuk lintas batas.
"Secara khusus saya ingin mengingatkan untuk mewaspadai transboundary disease seperti virus DIV1 yang menyerang udang dan telah menyebar di negara tetangga. Oleh karena itu, segala potensi pembawa harus kita perketat," tegasnya.
Dengan menjalankan berbagai strategi itu dengan tepat, maka diharapkan komoditas udang ke depannya dapat betul-betul melesat dalam hal produktivitas secara nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Namun, bukan berarti karena kesamaan tersebut, merupakan hal yang mudah untuk membudidayakan udang, karena ternyata ada berbagai hal yang sangat perlu diperhatikan dalam meningkatkan produktivitas tambak udang.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dalam kunjungan kerja ke sejumlah tambak udang di Kabupaten Lampung Timur, Minggu (19/7), menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan produktivitas, pihaknya bakal berkolaborasi dengan pemda dalam menerapkan teknologi semi intensif dan intensif di tambak-tambak.
Apalagi, Edhy Prabowo melihat bahwa sebagian besar tambak masih menerapkan pengelolaannya berdasarkan cara-cara tradisional yang relatif hasil panennya minim.
"Di sini ada tambak intensif yang per hektarenya bisa menghasilkan sampai 20 ton. Sedangkan tambak di sekitarnya yang tradisional hanya 500 kilogram per hektare," ujarnya.
Salah satu strategi yang diucapkan Menteri Edhy, adalah mengajak petambak udang untuk menerapkan konsep tambak milenial yang inovatif dan diyakini selaras dengan kondisi perekonomian saat ini.
Baca juga: KKP dorong penyerapan anggaran bantu pemulihan ekonomi
Tambak milenial
Revitalisasi model tambak dari konvensional menjadi tambak milenial telah dikembangkan antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Barat, dan diyakini cocok untuk generasi milenial dari segi kepraktisan berbudidaya di era saat ini.
Model tambak milenial ini tidak membutuhkan lahan luas layaknya tambak konvensional. Selain itu, tambak milenial berbentuk bulat, fleksibel karena bisa dibongkar pasang, dan ukuran kolamnya bisa disesuaikan dengan lahan yang tersedia.
Menurut Edhy, pihaknya juga sedang mengembangkan terobosan di sejumlah balai pelatihan di daerah. KKP akan terus mendampingi dan melakukan pengujian agar konsep ini benar-benar menjadi model tambak alternatif.
Baca juga: KKP genjot PNBP melalui pengelolaan ruang laut Rp5,6 miliar
"Jadi orang tidak takut lagi masuk ke sektor ini. Karena rentan penyakit, modalnya besar dan lain-lain," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan.
Untuk permodalan, menurut Edhy, pemerintah telah menyiapkan dukungan penuh melalui pinjaman lunak dari KKP maupun fasilitas KUR dari bank pemerintah.
Dia berharap model tambak milenial ini bisa terus dikembangkan di seluruh Indonesia sehingga mendorong ekonomi masyarakat, khususnya nelayan yang setahun biasanya hanya melaut sekitar enam bulan.
Mengenai konsep budidaya yang benar, menurut Edhy antara lain seperti pengaturan air laut yang masuk ke tambak telah melalui filterisasi, dan pembuangan limbahnya tidak langsung ke laut, melainkan ditampung terlebih dahulu untuk memastikan kebersihan limbah tersebut.
"Ditampung, baru diuji. Kalau ditanamin ikan hidup, baru boleh dibuang kembali ke laut. Kalau ada yang melanggar kita tegur keras," ujarnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga menegaskan bahwa tidak akan ada lagi penebangan hutan mangrove untuk dialihfungsikan menjadi kawasan tambak budidaya di Tanah Air.
Ia mengingatkan bahwa keberadaan hutan mangrove tidak hanya menjaga ekosistem laut tetapi juga memiliki manfaat ekonomi seperti bisa mendatangkan wisatawan dan membuat masyarakat bisa lebih lancar dalam menebar benih untuk budidaya.
Daya serap
Selain itu, Edhy mengingatkan pula bahwa daya serap udang sangat tinggi baik di dalam maupun luar negeri, di mana untuk pasar internasional, kebutuhannya masih tinggi dan menjanjikan.
Sebagaimana diketahui produksi udang nasional baru sekitar 800 ribu hingga 1 juta ton per tahun. "Jadi ini potensi pasarnya sangat besar," ucap Edhy.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto meyakini bahwa model klaster yang rencananya akan dijadikan percontohan di lima lokasi di berbagai daerah, ke depannya dinilai bakal mampu menggenjot produktivitas komoditas udang.
Slamet memaparkan, pada tahun 2020 ini direncanakan dibuat percontohan di beberapa kabupaten, di mana ke depannya bisa diperluas dan harapannya akan memicu masyarakat dan pelaku usaha mengembangkan model ini.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP menuturkan pihaknya menargetkan adanya sekitar 100.000 hektare lahan yang akan dimutakhirkan produktivitasnya. "Keberadaan Pokja (Kelompok Kerja) ini sangat penting dalam memberikan upaya yang dibutuhkan," katanya.
Lima lokasi yang akan dijadikan percontohan klaster budidaya udang berkelanjutan adalah Kabupaten Lampung Selatan, Aceh Timur, Sukabumi, Sukamara, dan Kabupaten Buol.
Pengendalian penyakit
Slamet menuturkan pula, KKP telah membentuk Tim Gugus Tugas Pengendalian Penyakit Ikan Nasional sebagai upaya cepat tanggap baik preventif maupun kuratif terhadap potensi penyebaran penyakit ikan pada usaha pembudidayaan.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menyatakan tim tersebut beranggotakan unsur pemerintah, pakar, praktisi, akademisi dan asosiasi perikanan budi daya.
Slamet juga meminta Gugus Tugas untuk melakukan tindakan pengendalian mulai dari pencegahan hingga penanggulangan. Upaya pencegahan itu, ujar dia, termasuk terhadap lalu lintas perdagangan ikan hidup dan sarana produksi yang berpotensi jadi pembawa penyakit.
"Penyakit ikan menjadi penyebab utama kegagalan produksi dalam usaha budi daya. Ini yang harus kita waspadai terutama antisipasi terhadap masuknya penyakit lintas batas. Artinya risiko analisis impor betul-betul harus diperkuat terutama terhadap benih, calon induk, pakan, probiotik dan sarana produksi lainnya," paparnya.
Melalui Gugus Tugas ini, ia menginginkan ada data informasi yang real time terhadap kasus kejadian penyakit maupun potensi masuknya wabah, serta mengambil langkah taktis dalam melakukan upaya pengendalian penyakit ikan secara nasional.
Slamet juga membeberkan sejumlah penyakit pada udang yang hingga kini masih menghantui bisnis udang nasional antara lain White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Myonecrosis Virus (IMNV), Enterocytozoon Hepatopenaei (EHP), dan White Feces Disease (WFD).
Sementara itu munculnya penyakit lintas batas seperti Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPNF), Covert Mortality Nodavirus (CMNV) dan yang terbaru Decapod Iridescent Virus 1 (DIV1) yang saat ini tengah menyerang budi daya udang di China, Vietnam dan Thailand juga harus diantisipasi dengan menerapkan upaya proteksi di pintu pintu masuk lintas batas.
"Secara khusus saya ingin mengingatkan untuk mewaspadai transboundary disease seperti virus DIV1 yang menyerang udang dan telah menyebar di negara tetangga. Oleh karena itu, segala potensi pembawa harus kita perketat," tegasnya.
Dengan menjalankan berbagai strategi itu dengan tepat, maka diharapkan komoditas udang ke depannya dapat betul-betul melesat dalam hal produktivitas secara nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020