Adaro Foundation bersama Indonesia Heritage Foundation (IHF) sejak 2018 menerapkan Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK) kepada 63 sekolah PAUD di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

 Sejumlah kisah terekam dalam ingatan sejumlah orang, terutama 10 orang pendamping lapang yang dengan setia membimbing sekolah binaan untuk menerapkan PHBK sebagai landasan pendidikan pembangunan karakter bagi anak usia dini.

KARTASIAH

Suatu kali ketika Karta mengunjungi sebuah PAUD di Barito Kuala, Kalimantan Selatan ia menemui fenomena yang cukup membuatnya tercengang, ada begitu banyak orang tua murid hadir di kelas dan mengikuti proses pembelajaran.

Sehingga membuat kelas menjadi sesak, beberapa anak naik ke atas meja saat bernyanyi, bahkan orang tua yang mengerjakan tugas siswa di kelas.

Ia lantas mengumpulkan guru dan orang tua murid untuk mengidentifikasi mengapa situasi ini terjadi.

Tiga alasan utama orangtua mendampingi anak di kelas yakni orangtua takut anak akan bertengkar, tidak bisa mengerjakan tugas dari guru dan lokasi rumah yang jauh dari sekolah sehingga orangtua memilih menunggu hingga pembelajaran usai.

Akhirnya, Karta menyampaikan keinginannya untuk mengadakan parenting “Pentingnya Pendidikan Karater Bagi Usia Dini”.

 Selama beberapa hari, ia ingin menanamkan pada orang tua murid dan guru bahwa kemandirian anak dapat terbentuk dengan memberikannya kepercayaan.

Seiring waktu orangtua mulai mau menunggu di luar kelas dan tidak ikut serta ambil bagian dalam mengerjakan tugas anak secara langsung.

Beberapa anak pada awalnya terlihat menangis namun seiring waktu berjalan, anak - anak menjadi mandiri dan berkembang.

Totalitas para pendamping menjadi salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan program disejumlah sekolah binaan Adaro Foundation.

Lewat tangan - tangan gigih dan sabar, para pendamping terus setia memberikan bimbingan dan arahan agar perubahan dapat dilakukan sehingga manfaat dapat dirasakan langsung oleh guru, peserta didik dan orang tua murid secara langsung.

 DIAN MARLENA

Dian, begitu namanya dikenal, berawal dari hasil pengamatannya saat berbincang dengan guru - guru PAUD, timbul rasa prihatin dikarenakan masih banyak guru dan kepala sekolah yang bekerja hanya untuk memenuhi kewajiban absensi dan honor.

 Sejak saat itu terselip harapan agar mendapat kesempatan membagikan ilmu kepada rekan sejawatnya bagaimana seharusnya peran pendidik dijalankan. Bak gayung bersambut, harapan Dian terjawab ketika dibuka kesempatan pendamping lapangan dalam menerapkan konsep PHBK.

 Sejalan dengan misinya Dian begitu semangat mengikuti pelatihan, ia kemudian dibekali intensive training untuk memperdalam materi dan pengayaan terdahap program.

Saat menjadi pendampingi PAUD di Kabupaten Tabalong ia melihat kurangnya pembiasaan buang sampah pada tempatnya mengakibatkan masih banyak sampah yang berserakan.

"Saya pun mencoba berkomunikasi dengan pihak sekolah dan orang tua untuk membiasakan pola hidup bersih," ungkap Dian. Sejak itu, anak - anak mulai diarahkan guru untuk senantiasa membuang sampah pada tempatnya. Lebih dari itu, orangtua mulai belajar membawakan bekal untuk anaknya.

Dampak dari aktivitas ini tentunya mengurangi sampah di sekolah dan anak - anak mandiri serta disiplin membereskan dan menyimpan alat makannya.

"Senang sekali pembiasaan karakter ini bisa mengakar ke anak sejak dini," ungkap Dian tentang pengalamannya.
 
Dian Marlena dan Rusmilawati Foto Antaranews.Kalsel/ist (Istimewa)
 RUSMILAWATI

Mila sapaan akrab Rusmilawati, ia menjadi salah satu yang memiliki kisah dalam penerapan PHBK di sejumlah sekolah.

Ia lebih gemar memilih komunikasi personal sebagai strategi penerapan PHBK di PAUD dampingannya, berbincang dari hati ke hati kepada guru dan kepala sekolah membuatnya memahami permasalahan yang tengah dihadapi sekolah tersebut.

 Secara perlahan Mila berhasil membuat sekolah - sekolah dampingannya menerapkan PHBK dan terlihat perubahan yang begitu signifikan dari anak dan guru.

Mila pun menambahkan bahwa pendekatan personal tidak hanya dilakukan kepada guru, tapi juga ke murid.

 Suatu ketika ia menemui seorang murid yang masih berada di TK A walaupun secara usia seharusnya di TK B karena dinilai belum memiliki kemampuan bersosialisasi.

 Namun setelah mengamati perilaku anak tersebut dan kemudian berbincang dengan orangtuanya secara intensif termasuk memberitahu cara -cara yang harus dilakukan orangtua, kini anak tersebut bisa bermain dengan ceria bersama teman - temannya dan mampu mengikuti dengan mudah materi pembelajaran yang disampaikan.

 Sebagai penutup dari rangkaian manis kisah para pendamping lapang, Zuraida selaku CSR Manager PT Adaro Energy menyampaikan rasa bangganya terhadap para pendamping lapang,

“Salah satu cara untuk menciptakan keberlangsungan dari suatu program pemberdayaan adalah dengan melahirkan local heroes," jelas Zuraida.

 Dalam program Adaro bekerjasama dengan para ahli dari luar Kalimantan, tetapi pengetahuan dan kompetensinya harus ditumbuhkan pada guru - guru setempat.

Adaro dan mitra suatu saat akan meninggalkan wilayah ini, tapi pengetahuan dan kompetensi itu akan tetap tinggal bersama para guru ini.

"Merekalah local heroes yang akan melanjutkan perjuangan kami semua mewujudkan generasi berkarakter," ungkap Zuraida.

Pewarta: Herlina Lasmianti

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020