Ketua Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) HM Lutfi Saifuddin S.Sos berpendapat, dampak mewabah virus Corona atau pandemi COVID-19 bisa menimbulkan permasalahan baru dalam dunia pendidikan, tidak terkecuali di provinsinya.
"Permasalahan baru atau dampak buruk COVID-19 terhadap dunia pendidikan seperti meningkatnya angka putus sekolah," lanjutnya di Banjarmasin, Selasa.
Selain itu, penyelenggara pendidikan bangkrut, serta phisikologi anak pelajar menjadi stress karena terus belajar di rumah, hingga para guru-guru sekolah yang biasanya mengajar namun tak lagi berkegiatan.
Oleh sebab itu, menurut politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut, sudah
saatnya pemerintah daerah dan semua lapisan berpikir serius dalam menyelamatkan dunia pendidikan di Kalsel.
"Pemerintah provinsi (Pemprov) sudah harus melakukan pemetaan dan penanggulangan untuk menyeamatkan keberlangsungan dunia pendidikan kita. Jika tidak maka dampaknya akan lebih ngeri dibanding banyaknya korban corona,” tegasnya.
Ia menyatakan, Komisi IV DPRD Kalsel yang juga membidangi pendidikan akan terus berjuang mendorong pemerintah daerah agar stimulus dan pendanaan bagi dunia pendidikan di provinsinya yang kini berpenduduk lebih empat juta jiwa menjadi perhatian pula.
Pasalnya, menurut anggota DPRD Kalsel dua periode itu, dengan pandemi COVID-19 yang tak ada kepastian berakhir bakal memicu kenaikan angka putus sekolah akibat anjloknya prekonomian para orang tua.
"Karenanya akan banyak orang tua yang meminta anaknya untuk tidak lagi melanjutkan kuliah atau sekolah sebab ketidakmampuan biaya," lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel I/Kota Banjarmasin tersebut.
Dampak lain yang menakutkan kemungkinan bakan ada lembaga pendidikan yang bangkrut atau tutup, karena untuk membiayai operasional sekolahnya sudah berat terutama sekolah swasta dan sekolah keagamaan.
"Sebab, dengan tidak dapat bersekolah tatap muka dan hanya pembelajaran melalui 'online' atau dalam jaringan (daring), maka perputaran prekonomian yang mengiringi sekolah itu juga otomatis terhenti," ujarnya.
"Jadi yang kita takutkan banyak sekolah swasta dan sekolah keagamaan yang bangkrut. Kalau sekolah negeri aman, ada bos, bosda dan intervensi pemerintah,” tegasnya
Oleh sebab itu, lanjutnya, jangan heran jika masih ada terdengar pondok pesantren atau madrasah yang meminta santri mereka masuk kembali seperti biasanya.
"Semua itu tentu dimaksudkan agar dinamika persekolahan yang juga diiringi prekonomiannya supaya bisa berjalan dan dapat menopang eksistensi lembaga pendidikan tersebut," tambahnya.
Kemudian dampak buruk yang kemungkinan muncul dan harus menjadi pemikiran serta perhatian bersama oleh pemerintah adalah, psikologi anak-anak atau pelajar yang sudah stress karena harus dan terlalu lama belajar di rumah.
"Tak sebatas anak pelajar, dampak negatif phisikologi tersebut juga bisa menimpa para gurunya yang biasa mengajar dan berkegiatan mengajar kini harus di rumah," tegasnya.
Belum lagi keterbatasan soal pembelajaran daring dapat pula menimbulkan masalah kejiwaan tersendiri, baik bagi para guru maupun orang tua pada masing-masing tingkatan sekolah seperti TK, SD yang harus mendampingi anak-anak mereka tiap hari dalam pelaksanaan pembelajaran daring.
"Hal itu semua yang pasti berdampak kejenuhan atau depresi, sehingga sudah saatnya dan harus menjadi pemikiran pemerintah dalam mencarikan solusi terbaik," demikian Lutfi Saifuddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Permasalahan baru atau dampak buruk COVID-19 terhadap dunia pendidikan seperti meningkatnya angka putus sekolah," lanjutnya di Banjarmasin, Selasa.
Selain itu, penyelenggara pendidikan bangkrut, serta phisikologi anak pelajar menjadi stress karena terus belajar di rumah, hingga para guru-guru sekolah yang biasanya mengajar namun tak lagi berkegiatan.
Oleh sebab itu, menurut politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut, sudah
saatnya pemerintah daerah dan semua lapisan berpikir serius dalam menyelamatkan dunia pendidikan di Kalsel.
"Pemerintah provinsi (Pemprov) sudah harus melakukan pemetaan dan penanggulangan untuk menyeamatkan keberlangsungan dunia pendidikan kita. Jika tidak maka dampaknya akan lebih ngeri dibanding banyaknya korban corona,” tegasnya.
Ia menyatakan, Komisi IV DPRD Kalsel yang juga membidangi pendidikan akan terus berjuang mendorong pemerintah daerah agar stimulus dan pendanaan bagi dunia pendidikan di provinsinya yang kini berpenduduk lebih empat juta jiwa menjadi perhatian pula.
Pasalnya, menurut anggota DPRD Kalsel dua periode itu, dengan pandemi COVID-19 yang tak ada kepastian berakhir bakal memicu kenaikan angka putus sekolah akibat anjloknya prekonomian para orang tua.
"Karenanya akan banyak orang tua yang meminta anaknya untuk tidak lagi melanjutkan kuliah atau sekolah sebab ketidakmampuan biaya," lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel I/Kota Banjarmasin tersebut.
Dampak lain yang menakutkan kemungkinan bakan ada lembaga pendidikan yang bangkrut atau tutup, karena untuk membiayai operasional sekolahnya sudah berat terutama sekolah swasta dan sekolah keagamaan.
"Sebab, dengan tidak dapat bersekolah tatap muka dan hanya pembelajaran melalui 'online' atau dalam jaringan (daring), maka perputaran prekonomian yang mengiringi sekolah itu juga otomatis terhenti," ujarnya.
"Jadi yang kita takutkan banyak sekolah swasta dan sekolah keagamaan yang bangkrut. Kalau sekolah negeri aman, ada bos, bosda dan intervensi pemerintah,” tegasnya
Oleh sebab itu, lanjutnya, jangan heran jika masih ada terdengar pondok pesantren atau madrasah yang meminta santri mereka masuk kembali seperti biasanya.
"Semua itu tentu dimaksudkan agar dinamika persekolahan yang juga diiringi prekonomiannya supaya bisa berjalan dan dapat menopang eksistensi lembaga pendidikan tersebut," tambahnya.
Kemudian dampak buruk yang kemungkinan muncul dan harus menjadi pemikiran serta perhatian bersama oleh pemerintah adalah, psikologi anak-anak atau pelajar yang sudah stress karena harus dan terlalu lama belajar di rumah.
"Tak sebatas anak pelajar, dampak negatif phisikologi tersebut juga bisa menimpa para gurunya yang biasa mengajar dan berkegiatan mengajar kini harus di rumah," tegasnya.
Belum lagi keterbatasan soal pembelajaran daring dapat pula menimbulkan masalah kejiwaan tersendiri, baik bagi para guru maupun orang tua pada masing-masing tingkatan sekolah seperti TK, SD yang harus mendampingi anak-anak mereka tiap hari dalam pelaksanaan pembelajaran daring.
"Hal itu semua yang pasti berdampak kejenuhan atau depresi, sehingga sudah saatnya dan harus menjadi pemikiran pemerintah dalam mencarikan solusi terbaik," demikian Lutfi Saifuddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020