Selain menerapkan aturan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan, Pemerintah Kota Banjarmasin kini juga berfokus pada pembangunan Posko mandiri, dalam penanganan penyebaran Virus Covid-19 pasca PSBB.
Pos Kooodinasi (Posko) tersebut dibuat sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Bersakal Kecil (PSBK), melalui pembentukan Kampung Tangguh Banua (KTB) dan tersebar di 52 kelurahan.
“Saat ini kita lebih fokus pada Pembatasan Sosial Berskala Kecil ( PSBK) dengan menitik beratkan di kelurahan mengajak warga membangun kampung tangguh banua dan kampung sehat,” demikian yang dikatakan Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina, saat mengikuti kegiatan Ngobrol Pinggiran (Ngopi) edisi ke 4, melalui Online, bersama jajaran redaksi media online Jejakrekam, Minggu.
Dijelaskannya, ada beberapa indikator yang menjadi faktor meningkatnya masyarakat di kota ini yang terpapar virus tersebut, diantaranya ditemukannya masyarakat yang menjadi klaster setelah datang dari Kabupaten Goa, Sulawesi Selatan, kemudian munculnya klaster baru di kawasan Kelurahan Pekapuran dan Pasar Antasari.
Hal ini diperparah dengan hasil test swab yang lambat, sehingga banyak masyarakat di karantina dengan waktu yang cukup lama. “Hasil tes swab kita pemberitahuannya kadang-kadang perminggu, karena lamanya hasil swab sehingga pasien yang diisolasi di Rumah Karantina sampai ada yang meninggal dunia,” ucapnya.
Permasalahannya tak berhenti sampai disitu, bebernya lagi, sebab permasalahan baru kembali muncul setelah hasil tes swab keluar.
Pasalnya, beberapa diantaranya menyatakan hasil tes swab tersebut negative. Akibatnya, banyak keluarga dari masyarakat yang meninggal dan telah dikuburkan secara protokol kesehatan, ingin makam keluarga dibongkar. Untuk menghindari kejadian tersebut berulang, Pemko Banjarmasin pun sempat berniat mengirimkan sumple test swab yang telah dilakukan ke laboratorium di Provinsi Sumatera Barat.
Sebenarnya, lanjutnya lagi, dalam menghadapi pola tatanan hidup baru ini, yang diperlukan masyarakat bukan grafik angka banyaknya orang yang terpapar, tetapi yang diinginkan masyarakat saat ini adalah grafik angka kesembuhan masyarakat, yang hingga saat ini masih belum intens dipublikasikan.
“Dilihat dari grafik masyarakat kita merasa jenuh dengan angka positif yang selalu meninggi, sedangkan angka kesembuhan masyarakat masih belum dipaparkan. Jadi inilah sebetulnya tatanan kesehatan kita yang harus dan perlu kita benahi .” katanya.
Dalam diskusi bertemakan Pengendalian Covid-19 Gagal, Tanggungjawab Siapa itu, terlihat juga sejumlah tokoh dan pejabat lingkup Pemko Banjarmasin dan Pemrov Kalsel seperti Sekda Provinsi Kalsel H Abdul Haris Makkie. Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel, M lutfi Saifuddin. Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Harry Wijaya. Ketua Fraksi Golkar DPR Kota Banjarmasin, Sikhrowandi dan Pengamat Perkotaan, Subhan Syarif.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Pos Kooodinasi (Posko) tersebut dibuat sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Bersakal Kecil (PSBK), melalui pembentukan Kampung Tangguh Banua (KTB) dan tersebar di 52 kelurahan.
“Saat ini kita lebih fokus pada Pembatasan Sosial Berskala Kecil ( PSBK) dengan menitik beratkan di kelurahan mengajak warga membangun kampung tangguh banua dan kampung sehat,” demikian yang dikatakan Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina, saat mengikuti kegiatan Ngobrol Pinggiran (Ngopi) edisi ke 4, melalui Online, bersama jajaran redaksi media online Jejakrekam, Minggu.
Dijelaskannya, ada beberapa indikator yang menjadi faktor meningkatnya masyarakat di kota ini yang terpapar virus tersebut, diantaranya ditemukannya masyarakat yang menjadi klaster setelah datang dari Kabupaten Goa, Sulawesi Selatan, kemudian munculnya klaster baru di kawasan Kelurahan Pekapuran dan Pasar Antasari.
Hal ini diperparah dengan hasil test swab yang lambat, sehingga banyak masyarakat di karantina dengan waktu yang cukup lama. “Hasil tes swab kita pemberitahuannya kadang-kadang perminggu, karena lamanya hasil swab sehingga pasien yang diisolasi di Rumah Karantina sampai ada yang meninggal dunia,” ucapnya.
Permasalahannya tak berhenti sampai disitu, bebernya lagi, sebab permasalahan baru kembali muncul setelah hasil tes swab keluar.
Pasalnya, beberapa diantaranya menyatakan hasil tes swab tersebut negative. Akibatnya, banyak keluarga dari masyarakat yang meninggal dan telah dikuburkan secara protokol kesehatan, ingin makam keluarga dibongkar. Untuk menghindari kejadian tersebut berulang, Pemko Banjarmasin pun sempat berniat mengirimkan sumple test swab yang telah dilakukan ke laboratorium di Provinsi Sumatera Barat.
Sebenarnya, lanjutnya lagi, dalam menghadapi pola tatanan hidup baru ini, yang diperlukan masyarakat bukan grafik angka banyaknya orang yang terpapar, tetapi yang diinginkan masyarakat saat ini adalah grafik angka kesembuhan masyarakat, yang hingga saat ini masih belum intens dipublikasikan.
“Dilihat dari grafik masyarakat kita merasa jenuh dengan angka positif yang selalu meninggi, sedangkan angka kesembuhan masyarakat masih belum dipaparkan. Jadi inilah sebetulnya tatanan kesehatan kita yang harus dan perlu kita benahi .” katanya.
Dalam diskusi bertemakan Pengendalian Covid-19 Gagal, Tanggungjawab Siapa itu, terlihat juga sejumlah tokoh dan pejabat lingkup Pemko Banjarmasin dan Pemrov Kalsel seperti Sekda Provinsi Kalsel H Abdul Haris Makkie. Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel, M lutfi Saifuddin. Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Harry Wijaya. Ketua Fraksi Golkar DPR Kota Banjarmasin, Sikhrowandi dan Pengamat Perkotaan, Subhan Syarif.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020