Ombudsman siap untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan ekspor lobster, kepiting, dan rajungan, yang menuai kritik karena dianggap dapat merugikan nelayan serta merusak budi daya.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih dalam pernyataan di Jakarta, Senin, menilai pelaksanaan kebijakan itu berisiko tinggi dari sisi akuntabilitas administratif dan berpotensi melahirkan kecurangan.
"Karena penetapan yang bersifat terbatas akan berpotensi bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat," kata Alamsyah.
Alamsyah mengingatkan janji politik pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah lokal dalam rantai pasok harus menjadi acuan dan tidak hanya menghitung untung atau rugi.
Baca juga: Pengamat: Kebijakan lobster jangan sekadar tingkatkan PNBP
Untuk itu, tambah dia, peraturan yang menyangkut banyak orang dan masa depan sumber daya alam Indonesia sebaiknya dikaji lebih mendalam dan disusun lebih partisipatif.
Apabila kebijakan ini tetap dilakukan, kata dia, implementasinya harus dilakukan secara transparan, terutama dalam penunjukan eksportir yang bebas dari rekam jejak penyelundupan.
Dalam kesempatan terpisah Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menilai peraturan itu memberikan keuntungan bagi investor, eksportir, dan importir.
Padahal kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 itu bisa memberikan ancaman terhadap kelangsungan sumber daya perikanan.
Baca juga: Patroli Lanal Palembang gagalkan penyelundupan benih lobster.
"Permen KP 12/2020 sangat pro-investor serta eksportir, dan berpotensi merugikan nelayan kecil maupun tradisional," katanya.
Ia mengharapkan kebijakan yang berpeluang memberikan celah bagi para eksportir nakal ini harus diantisipasi oleh para penegak hukum.
Sebelumnya Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan pemerintah akan terus mendorong adanya budi daya lobster di daerah meski ada regulasi itu.
Ia menyakini peraturan ini dapat melahirkan berbagai kelompok aktivitas perekonomian baru seperti kelompok komoditas kerang, mengingat kerang hijau dikenal sebagai pakan yang baik bagi pembudidayaan lobster.
Terkait ekspor, Slamet memastikan KKP terus melakukan pengawasan dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor.
"Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih dalam pernyataan di Jakarta, Senin, menilai pelaksanaan kebijakan itu berisiko tinggi dari sisi akuntabilitas administratif dan berpotensi melahirkan kecurangan.
"Karena penetapan yang bersifat terbatas akan berpotensi bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat," kata Alamsyah.
Alamsyah mengingatkan janji politik pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah lokal dalam rantai pasok harus menjadi acuan dan tidak hanya menghitung untung atau rugi.
Baca juga: Pengamat: Kebijakan lobster jangan sekadar tingkatkan PNBP
Untuk itu, tambah dia, peraturan yang menyangkut banyak orang dan masa depan sumber daya alam Indonesia sebaiknya dikaji lebih mendalam dan disusun lebih partisipatif.
Apabila kebijakan ini tetap dilakukan, kata dia, implementasinya harus dilakukan secara transparan, terutama dalam penunjukan eksportir yang bebas dari rekam jejak penyelundupan.
Dalam kesempatan terpisah Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menilai peraturan itu memberikan keuntungan bagi investor, eksportir, dan importir.
Padahal kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 itu bisa memberikan ancaman terhadap kelangsungan sumber daya perikanan.
Baca juga: Patroli Lanal Palembang gagalkan penyelundupan benih lobster.
"Permen KP 12/2020 sangat pro-investor serta eksportir, dan berpotensi merugikan nelayan kecil maupun tradisional," katanya.
Ia mengharapkan kebijakan yang berpeluang memberikan celah bagi para eksportir nakal ini harus diantisipasi oleh para penegak hukum.
Sebelumnya Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan pemerintah akan terus mendorong adanya budi daya lobster di daerah meski ada regulasi itu.
Ia menyakini peraturan ini dapat melahirkan berbagai kelompok aktivitas perekonomian baru seperti kelompok komoditas kerang, mengingat kerang hijau dikenal sebagai pakan yang baik bagi pembudidayaan lobster.
Terkait ekspor, Slamet memastikan KKP terus melakukan pengawasan dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor.
"Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020