Data ketenagalistrikan global terbaru mengungkapkan temuan mengejutkan pada 2019 ketika emisi karbondioksida (CO2) dari sektor ini turun 2 persen.
Data analis listrik Dave Jones yang dihimpun Antara di Jakarta, Senin, menyebutkan bahwa hal itu terjadi akibat turunnya penggunaan PLTU batu bara secara global sebesar 3 persen dan angka penurunannya merupakan yang terbesar sejak 1990.
Pemakaian PLTU batu bara yang turun khususnya di Uni Eropa dan AS adalah fakta menarik, namun saat bersamaan PLTU batu bara asal China malah naik.
Dan untuk pertama kalinya China bertanggung jawab atas setengah dari kapasitas instal PLTU di seluruh dunia.
Baca juga: Toshiba bangun sistem energi bebas CO2
Penelitian ini berasal dari panel ahli Tinjauan Sektor Ketenagalistrikan Uni Eropa selama enam tahun terakhir - analisis definitif mengenai transisi energi (listrik) di Eropa.
Data menunjukkan jatuhnya batu bara belum menjadi kondisi "normal baru" yang mengartikan usaha membatasi percepatan laju perubahan iklim dengan menahan peningkatan suhu 1,5 derajat dinilai masih sangat sulit.
Baca juga: Sepuluh Siswi SMP Keracunan Gas CO2
Penurunan batu bara pada 2019 tergantung kepada banyak faktor. Kemajuan dalam mengurangi pemakaian PLTU batu bara memang terlihat ada kemajuan namun belum cukup kuat dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Pembangkit listrik tenaga angin dan matahari di seluruh dunia memperlihatkan tren naik 15 persen pada 2019 dan menghasilkan 8 persen dari suplai listrik dunia.
Laju pertumbuhan 15 persen dari pembangkit listrik tenaga angin dan surya diperlukan setiap tahun untuk memenuhi target Kesepakatan Perjanjian Iklim Paris.
Kondisi itu terlihat dapat dicapai pada 2019, namun mempertahankan tingkat pertumbuhan yang sama membutuhkan upaya yang sangat besar.
PLTU batu bara di AS jatuh karena adanya peralihan ke gas, sedangkan di Uni Eropa terjadi karena peralihan dari batu bara ke angin dan matahari.
PLTU batu bara turun sebesar 24 persen di Uni Eropa dan 16 persen di AS pada 2019.
Sejak 2007, emisi CO2 dari pembangkit listrik turun 19-32 persen, sedangkan Uni Eropa lebih besar lagi pada 43 persen.
Kondisi Indonesia
Permintaan listrik tumbuh melambat di negara OECD, namun pertumbuhan masih berlangsung khususnya di negara berkembang seperti Vietnam dan Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara Asia yang memiliki tingkat pertumbuhan pemakaian batu bara cukup tinggi pada 2019: Indonesia tumbuh 11 persen, Malaysia 5 persen dan Filipina 12 persen.
Pakistan baru saja mengoperasikan PLTU batu bara baru, yang menggantikan pembangkit dari BBM.
Kapasitas PLTU Batu bara Vietnam tumbuh 34 persen, meskipun saat bersamaan terdapat lonjakan besar dalam kapasitas surya yang dibangun di Vietnam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Data analis listrik Dave Jones yang dihimpun Antara di Jakarta, Senin, menyebutkan bahwa hal itu terjadi akibat turunnya penggunaan PLTU batu bara secara global sebesar 3 persen dan angka penurunannya merupakan yang terbesar sejak 1990.
Pemakaian PLTU batu bara yang turun khususnya di Uni Eropa dan AS adalah fakta menarik, namun saat bersamaan PLTU batu bara asal China malah naik.
Dan untuk pertama kalinya China bertanggung jawab atas setengah dari kapasitas instal PLTU di seluruh dunia.
Baca juga: Toshiba bangun sistem energi bebas CO2
Penelitian ini berasal dari panel ahli Tinjauan Sektor Ketenagalistrikan Uni Eropa selama enam tahun terakhir - analisis definitif mengenai transisi energi (listrik) di Eropa.
Data menunjukkan jatuhnya batu bara belum menjadi kondisi "normal baru" yang mengartikan usaha membatasi percepatan laju perubahan iklim dengan menahan peningkatan suhu 1,5 derajat dinilai masih sangat sulit.
Baca juga: Sepuluh Siswi SMP Keracunan Gas CO2
Penurunan batu bara pada 2019 tergantung kepada banyak faktor. Kemajuan dalam mengurangi pemakaian PLTU batu bara memang terlihat ada kemajuan namun belum cukup kuat dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Pembangkit listrik tenaga angin dan matahari di seluruh dunia memperlihatkan tren naik 15 persen pada 2019 dan menghasilkan 8 persen dari suplai listrik dunia.
Laju pertumbuhan 15 persen dari pembangkit listrik tenaga angin dan surya diperlukan setiap tahun untuk memenuhi target Kesepakatan Perjanjian Iklim Paris.
Kondisi itu terlihat dapat dicapai pada 2019, namun mempertahankan tingkat pertumbuhan yang sama membutuhkan upaya yang sangat besar.
PLTU batu bara di AS jatuh karena adanya peralihan ke gas, sedangkan di Uni Eropa terjadi karena peralihan dari batu bara ke angin dan matahari.
PLTU batu bara turun sebesar 24 persen di Uni Eropa dan 16 persen di AS pada 2019.
Sejak 2007, emisi CO2 dari pembangkit listrik turun 19-32 persen, sedangkan Uni Eropa lebih besar lagi pada 43 persen.
Kondisi Indonesia
Permintaan listrik tumbuh melambat di negara OECD, namun pertumbuhan masih berlangsung khususnya di negara berkembang seperti Vietnam dan Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara Asia yang memiliki tingkat pertumbuhan pemakaian batu bara cukup tinggi pada 2019: Indonesia tumbuh 11 persen, Malaysia 5 persen dan Filipina 12 persen.
Pakistan baru saja mengoperasikan PLTU batu bara baru, yang menggantikan pembangkit dari BBM.
Kapasitas PLTU Batu bara Vietnam tumbuh 34 persen, meskipun saat bersamaan terdapat lonjakan besar dalam kapasitas surya yang dibangun di Vietnam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020