Oleh Syamsuddin Hasan

Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - DPRD Kalimantan Selatan bersama gubernurnya akan menggugat Pearl Oil, sebuah perusahaan asing yang melakukan kegiatan penambangan minyak dan gas (migas) di lepas pantai Pulau Larilarian, Kabupaten Kotabaru, provinsi ini.

"Bila tanpa izin atau tak melibatkan kita dalam penambangan migas di lepas pantai Pulau Larilarian itu, maka tidak menutup kemungkinan, kita akan tuntut melalui jalur hukum," ujar Wakil Ketua DPRD Kalsel Riswandi, di Banjarmasin, Jumat.

"Pasalnya, baik secara `defacto` yang berbadasarkan historis dan geografie maupun yudiris, Pulau Larianlarian yang oleh urang Sulawesi Barat (Sulbar) menyebutnya Pulau Lereklerekan itu, jelas masuk wilayah Kalsel," lanjutnya sebelum bertolak ke Jakarta.

Menurut dia, Pearl Oil atau perusahaan yang berasal dari negeri "gajah putih" tersebut kurang cermat dalam menggarap sumber daya alam (SDA) di Pulau Larilarian, karena berhubungan dengan Sulbar, bukan Kalsel.

"Semestinya kalau mau aman berinvestasi di Pulau Larilarian itu, Pearl Oil bekerjasama dengan Kalsel, bukan sebaliknya, tanpa memandang Kalsel selaku yang punya wilayah," lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

"Kalau begitu sikap Pearl Oil sama saja dengan melecehkan Kalsel. Untuk itu pula tentu Kalsel akan bersikap, yaitu melakukan tuntutan melalui jalur hukum, sesuai prosedur dan peraturan perundang-undangan," tandasnya.

Dengan didampingi rekannya sesama wakil ketua DPRD Kalsel Fathurrahman dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dia menerangkan, sebagai langkah awal penuntutan tersebut, lembaganya akan membentuk Panitia Khusus (Pansus).

"Rencana pembentukan Pansus tersebut juga sudah mendapat kesepakatan pimpinan DPRD Kalsel dalam rapat bersama pimpinan fraksi dan komisi-komisi pada lembaga legislatif tingkat provinsi itu," ungkapnya.

"Bahkan Gubernur Kalsel H Rudy Ariffin yang hadir dalam rapat tersebut, juga mengapresiasi serta mendukung rencana pembentukan Pansus yang akan menangani permasalahan Pulau Larilarian itu," lanjutnya.

Ia menyatakan, Kalsel selain menuntut Pearl Oil, juga SSK Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) selaku pemberi izin usaha penambangan migas di Pulau Larilarian tersebut.

"Insya Allah, Pansus Pulau Larilarian `jilid II` ini terbentuk Juli mendatang, bersamaan pembentkan Pansus aset daerah," demikian Riswandi.

Sebelumnya (2012) DPRD Kalsel juga membentuk Pansus Pulau Larilarian, namun kasus atau persoalan berbeda dengan Pansus yang akan terbentuk Juli nanti.

Pansus dari DPRD Kalsel tahun 2012 itu, khusus menangani masalah status kewilayahan Pulau Larilarian, yang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tahun 2011, pulau tersebut bernama Pulau Lereklerekan, masuk wilayah Kabuparen Majene, Sulbar.

Padahal berdasarkan tata letak secara geografie (garis lintang dan garis bujur) Pulau Lereklerekan sebagaimana dimaksudkan Permendagri tahun 2011 itu ialah Pulau Larilarian masuk wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalsel.

Persoalan Permendagri tahun 2011 itu sudah dianggap selesai, karena dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), yang berarti Pulau Larilarian berada dalam wilayah Kalsel.

Namun belakangan muncul persoalan baru, yaitu Pearl Oil menjalin hubungan dengan Sulbar dalam menggarap SDA Pulau Larilarian, berupa migas, tanpa melibatkan Kalsel.






Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013