Polres Hulu Sungai Tengah (HST) menyatakan telah melakukan penahanan dan menetapkan statusnya sebagai tersangka, oknum tokoh agama berinisial AJM (61) yang diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur di Kecamatan Limpasu.
"Sesuai aturan, kami tidak memperlambat kasus ini, hanya melakukan penyelidikan lebih teliti dan berkas serta alat bukti sudah lengkap, siap diajukan dipersidangan," kata Kapolres HST, AKBP Sabana Atmojo melalui Ps Paur Humas Bripka M. Husaini, Kamis (30/5) di Barabai.
Tersangka dapat dijerat dengan Pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, karena melakukan pencabulan anak di bawah umur.
Ancaman hukumannya adalah minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Sebelumnya, pada 9 Mei yang lalu, polisi telah menerima laporan terkait pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh oknum tokoh agama di Kecamatan Limpasu.
Baca juga: Partai pengusung Cawabup HST gamang, ada intervensi?
Setelah itu, polisi memeriksa oknum tersebut yang awalnya hanya sebagai saksi, namun karena alat bukti sudah lengkap dan memenuhi, maka oknum tersebut dilakukan penahanan dan telah ditetapkan sebagai tersangka, walaupun pelaku tidak mengakuinya.
Warga Barabai yang melakukan pelaporan kasus tersebut, H Khairullah (40) menceritakan, seminggu sebelum bulan Ramadan, korban berinisial TA berumur 8 tahun melarikan diri dari Ponpesnya.
"Setelah kami tanyakan, korban ketakutan dan mengalami syok berat. Ternyata korban mengaku telah dicabuli oleh pimpinan pengasuh tempat dia mondok," katanya.
Bahkan korban mengaku, dengan diiming-imingi uang oleh tersangka, harus rela berhubungan badan tidak sekali dua kali, tapi sering yang dilakukan di kantin serta rumah tersangka dan dia takut untuk melaporkannya.
"Korban juga sempat ingin dilarikan oleh tersangka agar kasus ini ditutup, namun berhasil kita jemput dan saat ini telah kita amankan," katanya.
Baca juga: Dua paket sabu-sabu kembali didapatkan dari warga Jalan Sarigading Barabai
Dikatakannya, sempat juga ada salah satu staf di Dinas Sosial PPKB dan PPPA HST yang menangani perlindungan anak, diduga membantu tersangka agar kasus itu diurus secara kekeluargaan saja dan tidak lanjut di kepolisian.
"Namun saya kwatir, kejadian ini terus berlanjut dan akan membahayakan, ditakutkan akan banyak lagi korban pencabulan yang dilakukan oknum ustadz tersebut, oleh sebab itu kita merasa terpanggil memproses kasus ini ke ranah hukum," tegasnya.
Menurutnya, korban tidak hanya TA yang berumur 8 tahun warga Kaltim, tetapi juga salah satu santriwati berinisial KA (12) warga Barabai yang saat itu sempat teriak dan lari ketika ingin dicabuli tersangka.
Selain itu, korbannya ada juga yang berinisial SR (19) warga Batola dan SL (16) yang kasusnya sudah terjadi 2017 dan sama-sama kasus pencabulan.
"Bersama LSM, Kita akan terus kawal kasus ini, dan kami tidak terima jika tersangka nanti mendapatkan penangguhan penahanan dari polisi," cecarnya.
Baca juga: Bursa Calon Wabup HST memanas, nama Berry sempat dicoret
Seorang tenaga pengajar di Ponpes tersebut yang tidak mau disebutkan namanya saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (30/5) menyatakan, memang sering menerima laporan anak didiknya terkait tindakan pencabulan itu.
"Kami menanggapi kasus itu dengan melaporkan ke pihak Polsek setempat dan oleh polsek diminta pertimbangan ke Dinas Sosial PPKB dan PPPA HST yang menangani masalah perlindungan anak, namun hasinya mengecewakan," katanya.
Kasus itu diminta agar diselesaikan secara kekeluargaan saja karena menyangkut nama baik Ponpes dan lingkungan sekitar.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Sosial PPKB dan PPPA HST H Muhammad Yusuf menyatakan pihaknya memang telah menerima laporan kasus itu dan menaggapinya dengan mendatangi Ponpes tersebut.
Dia juga menepis pihaknya menutup-nutupi kasus itu, karena sudah berupaya mencari keberadaan anak-anak itu namun korban ternyata sudah mendapat perlindungan dan di rumah orangtuanya atau keluarganya.
"Jadi, terkait upaya perlindungan anak sudah kami lakukan dan wewenang kami cuma sebatas itu, jika ada yang mengarah ke ranah hukum, itu tugas kepolisian menanganinya, buka dinas kami," katanya.
Baca juga: Potret wanita penjaga warung malam, dari mencari penghasilan hingga pasangan ke pelaminan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Sesuai aturan, kami tidak memperlambat kasus ini, hanya melakukan penyelidikan lebih teliti dan berkas serta alat bukti sudah lengkap, siap diajukan dipersidangan," kata Kapolres HST, AKBP Sabana Atmojo melalui Ps Paur Humas Bripka M. Husaini, Kamis (30/5) di Barabai.
Tersangka dapat dijerat dengan Pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, karena melakukan pencabulan anak di bawah umur.
Ancaman hukumannya adalah minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Sebelumnya, pada 9 Mei yang lalu, polisi telah menerima laporan terkait pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh oknum tokoh agama di Kecamatan Limpasu.
Baca juga: Partai pengusung Cawabup HST gamang, ada intervensi?
Setelah itu, polisi memeriksa oknum tersebut yang awalnya hanya sebagai saksi, namun karena alat bukti sudah lengkap dan memenuhi, maka oknum tersebut dilakukan penahanan dan telah ditetapkan sebagai tersangka, walaupun pelaku tidak mengakuinya.
Warga Barabai yang melakukan pelaporan kasus tersebut, H Khairullah (40) menceritakan, seminggu sebelum bulan Ramadan, korban berinisial TA berumur 8 tahun melarikan diri dari Ponpesnya.
"Setelah kami tanyakan, korban ketakutan dan mengalami syok berat. Ternyata korban mengaku telah dicabuli oleh pimpinan pengasuh tempat dia mondok," katanya.
Bahkan korban mengaku, dengan diiming-imingi uang oleh tersangka, harus rela berhubungan badan tidak sekali dua kali, tapi sering yang dilakukan di kantin serta rumah tersangka dan dia takut untuk melaporkannya.
"Korban juga sempat ingin dilarikan oleh tersangka agar kasus ini ditutup, namun berhasil kita jemput dan saat ini telah kita amankan," katanya.
Baca juga: Dua paket sabu-sabu kembali didapatkan dari warga Jalan Sarigading Barabai
Dikatakannya, sempat juga ada salah satu staf di Dinas Sosial PPKB dan PPPA HST yang menangani perlindungan anak, diduga membantu tersangka agar kasus itu diurus secara kekeluargaan saja dan tidak lanjut di kepolisian.
"Namun saya kwatir, kejadian ini terus berlanjut dan akan membahayakan, ditakutkan akan banyak lagi korban pencabulan yang dilakukan oknum ustadz tersebut, oleh sebab itu kita merasa terpanggil memproses kasus ini ke ranah hukum," tegasnya.
Menurutnya, korban tidak hanya TA yang berumur 8 tahun warga Kaltim, tetapi juga salah satu santriwati berinisial KA (12) warga Barabai yang saat itu sempat teriak dan lari ketika ingin dicabuli tersangka.
Selain itu, korbannya ada juga yang berinisial SR (19) warga Batola dan SL (16) yang kasusnya sudah terjadi 2017 dan sama-sama kasus pencabulan.
"Bersama LSM, Kita akan terus kawal kasus ini, dan kami tidak terima jika tersangka nanti mendapatkan penangguhan penahanan dari polisi," cecarnya.
Baca juga: Bursa Calon Wabup HST memanas, nama Berry sempat dicoret
Seorang tenaga pengajar di Ponpes tersebut yang tidak mau disebutkan namanya saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (30/5) menyatakan, memang sering menerima laporan anak didiknya terkait tindakan pencabulan itu.
"Kami menanggapi kasus itu dengan melaporkan ke pihak Polsek setempat dan oleh polsek diminta pertimbangan ke Dinas Sosial PPKB dan PPPA HST yang menangani masalah perlindungan anak, namun hasinya mengecewakan," katanya.
Kasus itu diminta agar diselesaikan secara kekeluargaan saja karena menyangkut nama baik Ponpes dan lingkungan sekitar.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Sosial PPKB dan PPPA HST H Muhammad Yusuf menyatakan pihaknya memang telah menerima laporan kasus itu dan menaggapinya dengan mendatangi Ponpes tersebut.
Dia juga menepis pihaknya menutup-nutupi kasus itu, karena sudah berupaya mencari keberadaan anak-anak itu namun korban ternyata sudah mendapat perlindungan dan di rumah orangtuanya atau keluarganya.
"Jadi, terkait upaya perlindungan anak sudah kami lakukan dan wewenang kami cuma sebatas itu, jika ada yang mengarah ke ranah hukum, itu tugas kepolisian menanganinya, buka dinas kami," katanya.
Baca juga: Potret wanita penjaga warung malam, dari mencari penghasilan hingga pasangan ke pelaminan
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019