Memasuki bulan ramadan, menjadi suatu keistimewaan tersendiri bagi beberapa wanita penjaga warung malam di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan guna menambah penghasilan mereka.

Pasalnya, para lelaki pengunjung di bulan ramadan jauh lebih banyak dibandingkan malam-malam pada biasanya.

Barang-barang yang dijual cuma sekedar kopi, teh, mie kacang-kacangan dan makanan ringan. Namun biasanya yang membuat mahal itu adalah pandernya (bicaranya).

Berbagai tujuan gadis-gadis cantik yang rela menjadi penghibur bicara hingga larut malam itu pun beragam.

Mulai dari mencari penghasilan tambahan, hingga mencari pasangan yang pas buat bersanding di pelaminan.

Namun ada juga yang beralasan hanya sekedar mencari hiburan dan menambah teman.

Seperti yang dikatakan Sabrina  (19), penjaga warung malam di salah satu desa di Kecamatan Labuan Amas Utara (LAU), Senin (23/5).

Dia menjadi penjaga warung bersama kedua saudara perempuannya, memang sebuah kebutuhan guna menghidupi keluarga.

Karena ayah dan ibunya yang tinggal di salah satu desa di Kecamatan Labuan Amas Selatan sudah lanjut usia dan sakit-sakitan, tidak bisa bekerja keras lagi.

"Warung yang kami tempati juga menyewa dan modal buat dagang ngutang di koperasi. Kalau kami ga kerja, kami mau makan apa," kata anak ke Empat dari Enam bersaudara itu.

Lain hal dengan pengakuan yang disampaikan penjaga warung di salah satu desa di Kecamatan Batang Alai Utara (Batara), Bunga (bukan nama sebenarnya).

Sebagai seorang janda, Dia mencari keuntungan sebesar-besarnya melalui warung malam yang tak jarang rela memeluk dan dipangku oleh para lelaki yang datang, asalkan memberi uang tip lebih.

"Kalau nanti kami sudah dapat suami yang kaya dan baik hati, pasti kami berhenti bawarung (penjaga warung) malam seperti ini," ungkapnya.

Berbeda dengan yang diungkapkan Melati (samaran) penjaga warung malam berusia 19 Tahun yang mengenakan kerudung dan berasal dari Kecamatan yang sama dengan Bunga mengatakan, tidak mau dibilang warung jablai, walaupun juga melayani tamu di warung hingga sampai larut malam.

"Kalau hari biasa, bersama kakak saya, buka setelah shalat isya hingga jam satu malam, namun bulan ramadan ini tutup sampai jam tiga dini hari," kata gadis yang sejak Tahun 2017 menjadi penjaga warung malam itu.

Menurutnya, walau ada kesan negatif di masyarakat, jika gadis yang bawarung malam itu nakal, namun Dia mengaku tidak pernah melakukan hal-hal negatif yang tidak senonoh.

Hanya sebatas melayani mereka berbicara dan membuatkan makan atau minuman yang dipesan. Tidak lebih.

"Melalui warung, kita memang mencari penghasilan agar tidak meminta lagi kepada orang tua, namun yang utama lebih kepada menambah teman dan sahabat," katanya yang mengaku omset bisa mencapai Rp500 ribu per malam kalau lagi ramai-ramainya.

Biasanya juga sangat jarang, pengunjung warung malam meminta kembalian jika uang yang dibayarkannya ada lebih.

Entah kebiasaan atau sebuah budaya, namun warga Kalsel pada umumnya bersikap seperti bos, gengsi jika harus mengambil uang kembalian. (Mungkin untuk memikat hati para penjaga warung).

Tak bisa dipungkiri, di Kabupaten HST memang banyak ditemukan warung malam. Dari perbatasan Kabupaten HSS hingga perbatasan Kabupaten Balangan. Sepanjang jalan A Yani itu hampir ratusan warung malam yang dapat disinggahi.

Mulai dari penjaganya yang satu orang hingga empat orang. Dari yang berpakaian seksi hingga yang berkerudung rapi.

Hal ini, jika seandaikan  dijadikan wisata malam dan diresmikan oleh pemerintah dengan membuat Perda. Bisa dijadikan alternatif ciri khas daerah dan dapat dipungut pajaknya per warung (lumayan buat tambahan PAD). Asalkan sesuai dengan norma-norma kesopanan yang berlaku.

Namun tak jarang, sumber perkelahian bahkan terjadi pertikaian hingga mengakibatkan kematian justru berawal dari cek cok pertengkaran di warung malam.

Hal inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah mencarikan solusi. Di satu sisi, warung malam bisa menghidupkan ekonomi kerakyatan, yang mana para gadis-gadis muda sudah bisa berwirausaha sendiri. Dengan modal yang relatif rendah, bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan tinggi.

Di sisi lain, bisa menjadi sumber masalah kenakalan remaja yang berujung pada terjadinya tindak kejahatan.

Masyarakat berharap banyak, semoga saja warung-warung malam dengan gadis-gadis penjaga yang berpakaian seksi-seksi itu, tidak menjadi awal kemunculan praktek-praktek prostisusi yang justru ke depannya merusak generasi bangsa dan membuat buruk citra Bumi Murakata.

Baca juga: Masjid Keramat HST, bangunan tertua peninggalan Kerajaan Demak
Baca juga: Mereka yang tetap bertahan dan pemain baru di parlemen HST
Baca juga: Hamdani Akbar dan dibalik legenda 'Nisan Berlumur Darah'

Pewarta: M. Taupik Rahman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019