Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin meminta PT Pertamina lebih transparan dalam pendistribusian bahan bakar minyak dan gas di Kalimantan Selatan.
Menurut Rudy di Banjarmasin, Selasa, informasi tentang pengalihan proyek konfersi minyak ke gas dari Kalsel ke Kalimantan Tengah, di luar pengetahun pemerintah provinsi Kalsel, sehingga pihaknya tidak bisa mengambil kebijakan apapun.
"Kita tidak pernah tau program Pertamina, apakah benar konfersi minyak tanah ke gas dipindahkan ke Kalteng atau bagaimana, kita tidak pernah mendapatkan informasi," katnaya.
Namun yang pasti, tambah Gubernur, pada 2012 ini Kalsel tidak mendapatkan kelanjutan program konfersi minyak ke gas yang seharusnya dilakukan pada sembilan kabupaten dan kota.
Pada 2010 hingga 2011, kata dia, pelaksanaan konfersi minyak tanah ke gas Kalimantan Selatan baru dilaksanakan pada empat kabupaten dan kota yaitu KOta Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Balangan.
Sesuai program awal, setelah empat kabupaten tersebut selesai melaksanakan konfersi, maka program dilanjutkan untuk sembilan kabupaten dan kota yang tersisa.
"Namun kenyataannya pada 2012 ini kita tidak mendapatkan program tersebut tanpa pemberitahuan, apakah program tersebut dibatalkan atau dialihkan," katanya.
Dengan demikian, kata dia, pihaknya tidak bisa melakukan protes karena tidak tau dengan kebijakan Pertamina.
Seharusnya, program tersebut dijalankan secara berkesinambungan, sehingga tidak terjadi gejolak dan kemungkinan penyelewengan BBM bersubsidi, yang dibawa dari daerah yang belum konfersi ke daerah yang telah konfersi.
Sesuai ketentuan, daerah yang telah selesai melaksanakan konfersi, maka subsidi minyak tahan dicabut, sehingga harga minyak tanah yang sebelumnya Rp3.500 kini menjadi Rp7.000-Rp8.000 per liter.
Perbedaan harga minyak tanah bersubsidi dan non subsidi yang cukup jauh tersebut, tidak menutup kemungkinan membuat masyarakat di daerah yang belum konfersi menjual minyak tanah bersubsidi ke daerah yang sudah konfersi, dengan harga sedikit diatas minyak tanah bersubsidi.
Tidak transparannya program Pertamina tersebut, kata Gubernur, membuat kondisi perekonomian Kalsel juga tidak menentu, karena seakan-akan pendistribusian BBM aman dan lancar, namun tiba-tiba terjadi antrean panjang.
Kondisi tersebut, selalu berlangsung secara berulang sejak bertahun-tahun tanpa ada perbaikan atau pemecahan jalan keluar secara permanen.
"Kekurangan premium, solar dan BBM lainnya termasuk gas, tentu sangat mengganggu perekonomian Kalsel termasuk juga distribusi barang dan jasa," katanya.
Gubernur berharap, kedepan Pertamina sebagai pemegang pendistribusian BBM dan gas di Kalsel khususnya, lebih transparan baik kepada pemerintah daerah dan pemegang kebijakan daerah terkait.
 Dengan demikian, barbagai persoalan dan kendala yang terjadi bisa diantisipasi dan dihadapi secara bersama-sama./Ulul/D