Beijing (ANTARA) - China dan Inggris disebut mencapai kesepakatan untuk mendukung sistem ekonomi terbuka guna menjaga rantai pasok global sebagai hasil pertemuan Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng di Beijing.
"Kedua pihak menyatakan keinginan bersama untuk menegakkan multilateralisme dan globalisasi ekonomi serta komitmen untuk mendukung sistem perdagangan multilateral berbasis aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan membangun ekonomi dunia yang terbuka," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (13/1).
Pada Sabtu (11/1) Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves bertemu Wakil Perdana Menteri China He Lifeng di Beijing dalam Dialog Ekonomi dan Keuangan ke-11 Inggris-China, agenda tahunan kedua negara tapi terakhir kali berlangsung pada 2019.
"Kedua belah pihak sepakat bahwa kerja sama China-Inggris kondusif bagi perkembangan kedua belah pihak dan akan bekerja sama untuk menjaga rantai industri dan pasokan global tetap aman dan terlindungi, stabil dan lancar serta menentang pemisahan dan pemutusan rantai pasok," tambah Guo Jiakun.
Kesepakatan lain adalah untuk menghapus hambatan bagi investasi dua arah dan mempromosikan lingkungan bisnis yang terbuka dan tidak diskriminatif.
Guo Jiakun pun menyebut keduanya mencapai banyak kesepahaman bersama tentang kerja sama industri, pertanian, dan energi serta sepakat untuk menyelenggarakan putaran baru pertemuan Komisi Ekonomi dan Perdagangan Gabungan China-Inggris, Komisi Gabungan tentang Kerja Sama Sains, Teknologi, dan Inovasi, serta dialog Kerja Sama Industri China-Inggris sesegera mungkin.
"Keduanya juga sepakat untuk memperdalam Kemitraan Kerja Sama Industri China-Inggris dan meningkatkan kerja sama dalam memerangi perubahan iklim serta menggarisbawahi sektor keuangan sebagai sasaran utama untuk kerja sama," ujar Guo Jiakun.
Selain itu kedua negara juga menyatakan kesiapan untuk memperkuat kerja sama dalam kebijakan ekonomi dan keuangan serta kerja sama regulasi keuangan dan mencapai serangkaian hasil pada pembukaan pasar keuangan dan konektivitas dua arah.
Hasil dari dialog tersebut, menurut Guo Jiakun tidak hanya akan menguntungkan kedua negara, tetapi juga negara-negara lain di dunia secara keseluruhan.
"Hasil tersebut mencerminkan betapa luas dan dalamnya kerja sama ekonomi dan keuangan antara China dan Inggris, serta tren globalisasi ekonomi dan multilateralisme yang berlaku di dunia," kata Guo Jiakun.
"China siap bekerja sama dengan Inggris untuk membuat lebih banyak kemajuan dalam kerja sama praktis, memberikan dorongan baru bagi hubungan bilateral dan menambahkan titik terang bagi pertumbuhan ekonomi global," kata Guo Jiakun menambahkan.
Media Inggris melaporkan pertemuan antara Reeves dan Lifeng menghasilkan kesepakatan senilai 732,3 juta dolar AS (600 juta poundsterling) untuk Inggris selama lima tahun ke depan.
Kunjungan Reeves tersebut merupakan kelanjutan dialog yang dimulai pada 2024 lalu antara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Presiden China Xi Jinping atau menjadi yang pertama antara pemimpin kedua negara sejak 2018.
Delegasi Menkeu Reeves juga termasuk perusahaan-perusahaan jasa keuangan di China seperti HSBC, Standard Chartered, Prudential, Schroders, Fidelity International, dan London Stock Exchange Group sebagai upaya dalam ekspansi perdagangan jasa keuangan yang saat ini berpusat di Shanghai.
Pemerintah Inggris juga menyebut pertemuan Reeves dan Lifeng itu menghasilkan kesepakatan untuk mencabut hambatan perdagangan termasuk untuk daging babi, wol, unggas dan makanan hewan peliharaan dan terus membuka sektor-sektor lain seperti pendidikan dan budaya.
China mitra dagang terbesar keempat bagi Inggris dengan total nilai perdagangan kedua negara adalah 87,7 miliar poundsterling pada 2024.
Selain memperluas perdagangan jasa keuangan saat ini di Shanghai, kedua pejabat juga mengatakan pembicaraan berupaya untuk "menurunkan hambatan" yang dihadapi bisnis Inggris dalam mencoba mengekspor atau berekspansi ke China.
Berita sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka mengenalkan kuliner khas Nusantara saat menyelenggarakan jamuan makan siang dalam kunjungan kehormatan Wapres China Han Zheng di Istana Wapres, Jakarta, Senin.Wapres Han Zheng berada di Jakarta untuk menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada Minggu (20/10).
Sebelum jamuan makan siang dimulai, Wapres Gibran dan Wapres Han Zheng sempat berbincang di ruang audiensi. Pada kesempatan tersebut, Wapres Han Zheng menyampaikan ucapan selamat atas pelantikan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran.
Baca juga: Wapres Gibran: Indonesia komitmen pererat kerja sama dengan China
Han Zheng juga mengatakan Presiden China Xi Jinping menaruh perhatian besar terhadap Pemerintah Indonesia dan menantikan kerja sama lebih lanjut antara kedua negara di masa depan.
Setelah pertemuan, Wapres memperkenalkan makanan khas Indonesia kepada Wapres Han Zheng. Rangkaian menu dari beberapa daerah di Indonesia pun telah disusun dengan seksama untuk menampilkan keunggulan Indonesia di bidang kuliner dengan bahan-bahan yang dihasilkan langsung dari negeri seribu pulau ini.
Selain itu, penyusunan menu yang ditampilkan juga menjadi langkah dalam memperkuat langkah Indonesia di dunia diplomasi, yaitu melalui gastrodiplomasi (bagian dari diplomasi publik yang dilakukan dengan mengenalkan budaya kuliner suatu negara).
Baca juga: Wapres Gibran bahas penguatan hubungan kerja sama dengan PM Korsel
Santap siang menghidangkan berbagai hidangan khas Indonesia seperti sukun telur asin, otak-otak, dan lemburi jeruk Bali, ayam bakar sempyok, kerapu bakar Manokwari, dan nasi goreng kecombrang.
Han Zheng pun memuji makanan khas Indonesia yang kaya rempah.
Pada 2025, Indonesia dan China juga akan merayakan 75 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Terkait hal tersebut, Wapres Gibran dan Wapres Han Zheng menyampaikan komitmen untuk memperkuat kemitraan strategis kedua negara.
Secara khusus, keduanya juga mendorong peningkatan kerja sama ekonomi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) antar kedua negara.