Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, menggelar rapat dengar pendapat tentang upaya penyelesaian sengketa tapal batas dengan Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Ketua Komisi I DPRD Kotabaru Edriansyah di Kotabaru, Minggu, mengatakan bahwa pembahasan yang melibatkan sejumlah pihak tersebut sekaligus mematangkan rencana pemekaran kecamatan di Pamukan.
Menyangkut pemekaran kecamatan, kata dia, melibatkan tiga wilayah, yakni Kecamatan Pamukan Selatan, Pamukan Barat, dan Pamukan Utara.
Namun, khusus di Kecamatan Pamukan Selatan, lanjut Edriansyah, masih harus dituntaskan adanya sengketa tapal batas dengan Kabupaten Paser, Kaltim.
Melalui forum tersebut, dia berharap menghasilkan rumusan sebagai upaya menyelesaikan masalah sengketa tapal batas dengan provinsi tetangga.
Selain bisa menyegerakan pemekaran, menurut Edriansyah, yang terpenting memberikan ketenangan bagi masyarakat sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang di lahan dan perkebunan miliknya.
Hadir dalam forum tersebut, antara lain, Bagian Pemerintahan Sekteratiat Daerah Kotabaru, Beppeda, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Perkebunan, Dinas Tranmigrasi, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang, camat, Kepala Desa Sasulung, dan Kades Pondok Labu.
Sebelumnya, DPRD Kabupaten Kotabaru melakukan rapat konsultasi dengan Badan Arbitrase Nasional terkait dengan usaha penyelesaian sengketa tapal batas dengan Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru M. Arif mengatakan bahwa perselisihan terkait tapal batas antara Kotabaru dan Kabupaten Paser sudah lama sehingga perlu dituntaskan agar tidak menimbulkan polemik dan permasalahan yang berlarut-larut.
"Mendampingi Komisi I DPRD Kabupaten Kotabaru, kami berkonsultasi ke Arbitrase di Kementeraian Dalam Negeri (Kemendagri). Bersamaan itu juga hadir perwakilan dari Bappeda Kalsel," kata M. Arif.
Ia menyebutkan salah satu tujuan konsultasi tersebut, yakni sebagai upaya penyelesaian sengketa tata batas yang sudah lama berlangsung dan segera tuntas. Pasalnya, akan berpengeruh terhadap tata pemerintahan daerah.
Banyak hal yang akan terkena dampak jika permasalahan tersebut tidak segera tuntas. Misalnya, mulai administrasi, seperti sertifikat dan dokumen warga (KTP dan lain-lain), hingga terkait dengan penganggaran APBD dalam pembangunan daerah.
Kejelasan tata batas, menurut Arif, sesuatu yang sangat penting, khususnya administrasi terkait dengan kewilayahan. Hal itu juga untuk menghindari munculnya masalah akibat saling klaim di wilayah perbatasan.
Ia tidak menampik adanya dugaan motif ekonomi yang mengakibatkan sengketa tapal batas tersebut karena diketahui titik yang kini disengketakan merupakan potensi ekonomi yang besar bagi daerah, seperti terdapat areal perkebunan sawit, lahan permukiman transmigrasi, dan potensi mineral hasil tambang.
Arif juga memandang perlu usaha maksimal daerah dalam menuntaskan masalah tersebut, di antaranya lembaga independen Arbitrase, yaitu cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum.
Hal itu didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).