Banjarmasin (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) Muhammad Syaripuddin SE MAP atau yang akrab dengan sapaan Bang Dhin berpendapat, "stunting bukan kompetisi, tapi kolaborasi".
Ia mengemukakan pendapat itu melalui WA-nya, Sabtu (30/4/22) sehubungan masih tinggi angka "stunting" (keterbelakangan pertumbuhan anak balita).
Mengutip Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, lima wilayah di Kalsel termasuk dalam 76 kabupaten/kota berkategori merah di antara 246 kabupaten/kota pada 12 provinsi prioritas di tanah air yang memiliki prevalensi stunting tinggi.
"Tercatat Kabupaten Banjar, Tapin, Barito Kuala (Batola), Balangan dan Kabupaten Tanah Laut (Tala) termasuk daerah yang berstatus merah," kutipnya.
Sedangkan yang berstatus kuning Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Utara (HSU), Tabalong, Kotabaru, serta Kota Banjarmasin.
"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia," lanjutnya mengutip Data SSGI 2021.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel VI/Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) tersebut memberikan tanggapan terkait upaya menurunkan angka stunting.
Mantan anggota DPRD "Bumi Bersujud" Tanbu itu mengatakan, jika saat golden period (usia emas) mulai dari ibu hamil sampai anak berusia dua tahun tidak mendapatkan gizi sehat maka akan berisiko menjadi stunting.
"Masalah stunting ini juga dipengaruhi kemampuan Kalsel untuk lebih meningkatkan komunikasi dan koordinasi. Upaya penurunan angka stunting harus dilakukan secara kerja sama yang melibatkan semua elemen masyarakat, bahkan ibu-ibu PKK," ujarnya.
"Selain itu, perlu pengaktifan kembali fungsi-fungsi posyandu di desa-desa, karena semua lapisan harus terjamah pengetahuan tentang stunting dan kasus stunting harus cepat ditemukan," lanjutnya.
"Dalam pencegahan stunting perlu dititikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi yang langsung mencakup masalah kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi maupun yang tidak langsung," tambah politikus muda yang cukup energik dan visioner itu.
Sementara, penyebab tidak langsung mencakup ketahanan pangan (akses pangan bergizi), lingkungan sosial (pemberian makanan bayi dan anak, kebersihan, pendidikan, dan tempat kerja), lingkungan kesehatan (akses pelayanan preventif dan kuratif), dan lingkungan pemukiman (akses air bersih, air minum, dan sarana sanitasi).
"Kita dapat belajar dari Jepang yang giat meningkatkan gizi rakyatnya dengan konsumsi ikan. Kalsel memiliki sumber daya ikan dan sumber pangan yang kaya gizi luar biasa. Ini tentu perlu kerjasama Dinas Kesehatan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan. Itu hanya salah satu contoh," ujarnya.
Selain itu, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Dinkes, Dinas Sosial, Dinas Perikanan dan Kelautan, dan Dinas Perindustrian setidaknya berkolaborasi dalam satu komando,
"Keenam dinas tersebut setidaknya lah ya. Pertanyaannya apa bisa? Kebiasaan pengen masing-masing. Pengen menonjol di antara yang lain. Stunting bukan masalah kompetisi bagus-bagusan, tapi kolaborasi untuk mengatasinya," demikian Bang Dhin.
Baca juga: Universitas Lambung Mangkurat koordinator percepatan penurunan stunting di Kalsel
Baca juga: Gubernur Tekankan Pentingnya Penanganan Serius Soal Stunting
Bang Dhin : "Stunting bukan kompetisi, tapi kolaborasi"
Sabtu, 30 April 2022 16:47 WIB