Jakarta (ANTARA) -
Anggota DPR RI Edy Wuryanto mengapresiasi capaian vaksinasi nasional COVID-19 yang saat ini mencapai angka 70,25 persen.
"Saya mengapresiasi kerja keras pemerintah yang telah mencapai target vaksinasi. Indikator penting keberhasilan penanganan COVID-19," kata anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto dalam keterangan di Jakarta Jumat.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan hingga Kamis (3/3) pukul 18.00 WIB, menurut dia, sebanyak 146.305.278 orang sudah menerima vaksin dosis kedua atau setara 70,25 persen.
Edy menjelaskan bahwa kondisi capaian vaksinasi tersebut membuat kekebalan komunitas di Indonesia. Hal itu terbukti meski insiden Omicron lebih tinggi, sebagian besar bergejala ringan sampai sedang yang tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit.
"Angka kematian juga lebih rendah," kata Edy.
Menurut dia, dengan melihat data capaian vaksinasi tersebut, tidak ada keraguan lagi bagi Pemerintah untuk segera menyiapkan skenario secara bertahap dari pandemi ke endemi agar pemulihan ekonomi segera terjadi.
"Bagi daerah yang belum mencapai target vaksinasi terus proaktif, jemput bola, atau door to door," katanya.
Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini juga menilai capaian vaksinasi nasional itu patut diapresiasi. Menurut Yahya, capaian vaksinasi nasional itu merupakan kerja keras pemerintah pusat, pemda, dibantu TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
"Kita harus bangga dalam pencapaian vaksin Indonesia menempati peringkat ke-4 di dunia. Ini merupakan prestasi yang patut dihargai dan diacungi jempol," kata Yahya Zaini.
Meski demikian, kata dia, capaian vaksinasi yang lebih tinggi lagi harus dikejar, terutama untuk lansia karena capaiannya baru 70,17 persen untuk dosis pertama dan 45,36 persen untuk vaksin kedua serta baru sekitar 20 provinsi yang capaian vaksin lansia di atas 60 persen.
Yahya juga berharap penentuan peralihan status pandemi ke endemi harus dengan cermat dan hati-hati serta mempertimbangkan pendapat dari para pakar, khususnya pakar epidemologi.
"Jangan sampai COVID-19-nya masih naik, lalu menentukan status endemi sehingga pada akhirnya masyarakat yang rugi," kata dia.
Menurut dia peralihan status akan mengubah strategi dan kebijakan penanganan pandemi, termasuk anggarannya.
Ia memandang perlu mengambil pelajaran dari negara-negara yang sudah menentukan status endemi dan negara-negara yang belum menentukan status endemi.
"Apa saja faktor-faktor yang menjadi penentunya? Karena setiap negara berbeda ketahanan kesehatannya," kata Yahya.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo sepakat dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan bahwa perubahan pandemi ke endemi tidak perlu tergesa-gesa. Rahmad Handoyo menilai peralihan pandemi ke endemi memerlukan persiapan yang matang.
Dikatakan pula bahwa perubahan perilaku masyarakat dibutuhkan untuk peralihan pandemi ke endemi, selain vaksinasi. Masalahnya, banyak negara yang capaian vaksinasinya sudah tinggi, fatalitas rate-nya juga masih tinggi.
Menurut Rahmad Handoyo, dibutuhkan perubahan perilaku dalam bentuk protokol kesehatan.
"Kalau vaksinasinya sudah bagus, kemudian protokol kesehatan tetap berjalan, saya kira untuk menuju endemi itu masih bisa. Akan tetapi, kalau saat ini menurut saya belum memungkinkan. Namun, bolehlah untuk wacana itu," ujarnya.