Jakarta (ANTARA) - Gempa bumi yang mengguncang wilayah selatan Jawa Timur dengan magnitudo "update" 5,0 pada Selasa (27/7), pukul 23.21.51 WIB tepatnya di laut 94 km arah selatan Kota Pacitan, dekat dengan sumber gempa besar pada 1937.
"Lokasi sumber gempa Pacitan tadi malam sangat menarik karena berdekatan dengan sumber gempa besar yang merusak Pulau Jawa pada 27 September 1937," kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan dalam katalog sejarah gempa Jawa, pada 1937 terjadi gempa besar dengan dampak kerusakan mencapai skala intensitas VII-IX di Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah hingga menyebabkan 2.200 rumah roboh dan beberapa orang meninggal.
Episenter gempa yang terjadi 84 tahun lalu itu terletak di laut pada jarak sekitar 113 km arah barat daya Kota Pacitan dengan guncangan terjauh dirasakan hingga Pulau Lombok.
Daryono menjelaskan gempa yang mengguncang Pacitan pada Selasa (27/7) malam itu, merupakan gempa kedalaman menengah akibat adanya deformasi batuan pada slab Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di selatan Jawa.
Tepatnya di zona transisi antara zona sumber gempa megathrust dan zona Benioff dengan mekanisme sumber menunjukkan pergerakan naik (thrust fault).
Guncangan gempa paling kuat dirasakan di Pacitan mencapai skala intensitas III-IV MMI yaitu bila pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, guncangan juga dirasakan di Nganjuk, Karangkates, Blitar, Trenggalek dan Tulungagung III MMI yaitu getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan truk berlalu.
Selain itu, dirasakan juga di Kepanjen, Kendal, Madiun dan Gunung Kidul pada skala II MMI di mana getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
"Hingga pagi ini belum ada laporan terkait dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh kejadian gempa tersebut dan hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami. Hasil monitoring BMKG belum terjadi aktivitas gempa susulan (aftershock)," kata Daryono.