Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyatakan syarat dari terjadinya transformasi dan reformasi perpajakan yang baik diawali dengan kondisi ekonomi yang baik.
“Reformasi fiskal itu tidak berada di ruang hampa. Harus disadari bahwa transformasi perpajakan itu membutuhkan transformasi ekonomi,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Minggu.
Faisal menuturkan ibarat pohon maka pajak adalah buahnya yakni di mulai dari memilih bibit unggul, memelihara dan menghilangkan hama yang melekat, serta melibas benalu yang hidup di pohon itu.
“Saya berpandangan syarat dari perpajakan yang baik adalah hasil dari transformasi ekonomi yang baik,” ujarnya.
Ia menjelaskan transformasi ekonomi yang baik dapat dilakukan melalui pembenahan terhadap seluruh aspek yang berkaitan dengan perekonomian salah satunya adalah indeks Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
Dalam jangka waktu 2015 hingga 2019, Indonesia memiliki ICOR di angka 6,8 yang tergolong tinggi jika dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia 5,4, India 5, Filipina 4,1 dan Vietnam 3,7.
“ICOR yang tinggi itu mesti diselesaikan dulu. Kalau tidak kita sama saja menuang air di ember yang bocor. Jadi yang paling penting rasa keadilan itu tegak,” tegasnya.
Kepala Center of Macroeconomics and Finance Indef M. Rizal Taufikurahman menambahkan, posisi ICOR Indonesia sebesar 6,8 lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang secara umum tumbuh sekitar 5 persen.
Menurutnya, angka ICOR yang melebihi pertumbuhan ekonomi itu menyebabkan perekonomian Indonesia tidak berjalan secara efektif.
Terlebih lagi, ia menegaskan jika pemerintah melakukan langkah reformasi fiskal melalui penaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) juga tidak akan menciptakan pertumbuhan dan penerimaan yang lebih baik.
“Untuk PPN juga tidak akan efektif karena kalau bicara PPN melalui pajak dari produksi industri saya kira capaiannya tidak akan optimal,” ujarnya.