Rantau (ANTARA) - Hewan dilindungi seperti owa dan enggang endemik Kalimantan tampil dalam film dokumenter yang di garap Meratus Prodoction di proyek Hidden Of Tapin (HOT) episode pegunungan meratus di Kecamatan Piani.
Kedua endemik Kalimantan itu ada dalam daftar hewan dilindungi seperti tertuang dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia nomer P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Memiliki luas wilayah 2.174,95 Km² Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan yang terkenal dengan batu bara dan sawit ternyata masih menyimpan hal yang menarik.
Sutradara Film Hendra Gunawan mengatakan lokasi pengambilan gambar yang merekam aktivitas kedua hewan itu berada di kawasan hutan keramat yang dipelihara turun temurun oleh masyarakat Dayak di Desa Pipitak Jaya, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin.
“Dalam proses pembuatan film dokumenter yang kita garap beruntung bisa mendapatkan gambar owa dan enggang di habitat aslinya. Menurut saya keberadaan kedua hewan itu bisa menjadi salah satu parameter lingkungan menandakan bahwa ekosistem hutan di sana bagus,” ujarnya saat diskusi usai pemutaran film di Caffe Ruai Rindu, Sabtu.
Kecamatan Piani memiliki luas 200,09 Km² secara geologis berada di wilayah dataran tinggi, diceritakan pria yang akrab disapa Ogun itu keberadaan hutan beserta isinya harus dipertahankan dan dilestarikan.
“Jelas hal ini perlu dipertahankan, mungkin cuma itu yang tersisa di Tapin mengingat banyaknya izin izin tambang yang saat ini belum ataupun sudah produksi,” tegasnya.
Keberadaan kedua endemik Kalimantan itu di Tapin selain harus dilindungi masyarakat, Ogun menegaskan pemerintah daerah juga harus melakukan hal yang sama.
“Peran pemerintah, sebagai langkah awal mungkin mempertegas status wilayah kawasan di sana dan sekitarnya agar tidak terjadi alih fungsi lahan. Selama pengamatan kita selama empat tahun memang hewan hewan cantik itu selalu muncul di sana,” ujarnya.
Kesaksian Ogun yang terekam dalam film documenter itu, memperlihatkan sekelompok owa hitam bercorak putih dibagian wajah dan dua pasang burung enggang bercula berparuh warna jingga keemasan dan merah.
“Selain owa kita juga merekam sepasang jenis enggang berparuh warna putih, sepasang elang, biawak , seekor king kobra dan hewan lainnya. Untuk spesipiknya jenis atau nama resmi dari hewan dilindungi itu masih perlu pengamatan yang mendalam,” jelasnya.
Perlengkapan yang kurang memadai diakui Ogun menjadi kelemahan gambar yang dihasilkan merekam hewan hewan yang dilindungi itu.
Tentang Film Hidden Of Tapin (HOT) episode pegunungan meratus Tapin
Seperti namanya proyek sukarela dari pemuda untuk Indonesia itu menampilkan cerita yang awam diketahui banyak orang atau yang tersembunyi Tapin. Setelah melalui proses panjang tanpa sponsor selama empat tahun Ogun dan kawan kawan berhasil memproduksi sebuah karya yaitu film documenter perjalanan episode pegunungan meratus.
“Pertama kita eksplor wilayah Kecamatan Piani , kenapa Piani? Masih banyak orang yang belum mengenal Piani misalnya keberadaan masyarakat Dayak di sana, kearifan lokal juga keindahan alamnya. Alasan lainnnya juga pada tahun 2017 kita tim menyadari akan ada yang hilang di sana setelah adanya bendungan Tapin, kita berinisiatif untuk mengarsipkannya dalam bentuk film sebagai warisan untuk masyarakat,” jelas Ogun.
Selesai melalui proses editing di 2021, untuk tim HOT memberanikan diri menyajikan film dokumenter berdurasi 1 jam 21 menit itu ke layar lebar disaksikan puluhan pemuda Tapin, penggiat film di Kalsel dan jurnalis. Penayangan pertama itu dilaksakan Sabtu, malam (12/6/2021) di Caffe Ruai Rindu, salah satu tempat nongrong favorit di Tapin.
Film yang diputar itu menceritakan tentang perjuangan perjalanan eksplorasi oleh para ekspeditor, aktivitas masyarakat Dayak, kekayaan alam dan cerita tentang perubahan peradaban setelah adanya bendungan Tapin yang merendam perkampungan Dayak di Desa Pipitak Jaya dan Harakit.
Komentar penonton
Founder Forum Sineas Banua (FSB) Kalimantan Selatan Ade Hidayat datang dari Banjarmasin yang berjarak sekitar 96 KM ke Tapin, ikut hadir menonton habis film berdurasi 1 jam 21 menit itu.
Dia mengapresiasi pergerakan pemuda Tapin dalam pembuatan film dokumenter itu. Dikatakannya, jenis film yang dibuat oleh tim HOT itu di Kalsel masih sangat minim dibuat oleh film maker banua.
Komentar Ade isi gambar seperti kebudayaan masyarakat Dayak, hutan, dan hewan endemik Kalimantan itu memiliki nilai yang mahal dalam dunia perfilman.
“Ini film jujur aja footage nya mahal. Beberapa tahun terakhir festival film jarang dapat arsip yang ada di Kalimantan. Jangan hanya di Tapin saya menyarankan film ini didistribusikan lagi ke lain. Banyak informasi yang saya dapatkan di film ini,” ujarnya yang datang bersama rombongan FSB ke Tapin.
Dikatakan Ade pergerakan upaya pelestarian lingkungan tidak melulu harus turun ke jalan, melalu film juga adalah salah satu cara untuk bersuara.
“Sebuah pergerakan yang cerdas dengan menggunakan film documenter. Film dokumenter Tapin harus di asripkan, filmnya mengandung edukasi,” ujarnya
Ade juga menyarankan film itu harus ditontonkan oleh pemerintah daerah.
Apresiasi lain juga disampaikan tokoh pemuda Tapin yang menjabat sebagi Ketua Gerakan Lestari Seni (Gelas) Budaya Tapin Rizkan Fadhiil, dikatannya banyak Pendidikan yang bisa didapat dari film itu.
“Khususnya kita masyarakat Tapin banyak yang bisa kita evaluasi dalam film ini untuk menjadi PR kita selanjutnya.” ujarnya.
Salah satu ekspeditor film Muhammad Badridin berharap dengan pemutaran perdana dokumenter perjalanan itu di Tapin dapat merangsang para pemuda untuk bercerita tentang Tapin melalui media apapun.
“Banyak hal yang bisa diceritakan tentang Tapin, mari kita bergerak seirama untuk Tapin,” ujarnya.
Sutradara Film Hendra Gunawan mengatakan setelah HOT episode pegunungan meratus, mereka berencana menyelesaikan film dokumenter yang menceritakan keadaan sungai Tapin.
“Tentang sungai Tapin dalam perjalanan empat hari penyusuran di sungai Tapin yang legendaris akan kita jadikan film documenter juga. Masih bertema tentang budaya dan lingkungan,” ujarnya.
Film akan ditontonkan ke pelajar Tapin dan masyarakat adat
Sutradara Film Hendra Gunawan menginkan ke depan film itu dapat dilihat oleh para pelajar Tapin, tujuannya untuk menumbuhkan generasi yang cinta terhadap daerah.
“Kita rangsang pelajar Tapin agar mencintai daerah, menimbulkan rasa memiliki, peka terhadap isu daerah dan mampu bergerak dan berperan sesuai porsinnya. Untuk pemutaran film apabila diminta kami akan datang,” ujarnya.
Selain itu, dalam waktu dekat tim HOT akan membuka layar pemutaran film kedua di kampung Dayak di Kecamatan Piani.
Tujuannya untuk membangitkan kenangan masyarakat di Desa Pipitak Jaya dan Harakit sebelum terendam oleh proyek strategis nasional bendungan Tapin Februari 2021 lalu diremikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
“Kita perlihatkan hasil kerja kita selama empat tahun, kita beritahu mereka lewat film bahwa alam dan kebudayan mereka sangat mahal. Dengan film ini juga kita perlihatkan kenangan kebersamaan mereka sebelum adanya bendungan. Jelas, kita harapkan hal itu dapat menguatkan solidaritas mereka setelah banyak duit karena adanya bendungan yang katanya mulai renggang,” ujarnya.
Susunan tim Hidden Of Tapin episode pegunungan meratus
Sutradara Hendra “Ogun” Gunawan, Produser Mislani, Naskah Cerita Muhammad Fauzi Fadilah dan Rasidi Fadly, Ide Cerita Muhammad Husein Asy’ari.
Ekspedetor : Rasidi Fadli, Hendra Gunawan,Nurul Hidayah, Muhammad Badrin, Lisa Emilia Noraidha, Haydin Rais Faizin, Mulia, Noor Aminin, Muhammad Husein Asy’ari dan Muhammad Fauzi Fadilah.
Bintang tamu film : Rusdiansyah atau Pang Balum (Tokoh Balian Dayak), Nining Alidin (Panjulang Balian Dayak), Ahmad Jayadi (Tokoh Masyarakat Adat), Amang Yandi (Tokoh Masyarakat Adat).
Sutradara Film Hendra Gunawan mengucapkan terimakasih kepada seluruh masyarakat adat dayak yang ada di Kecamatan Piani.
"Masih banyak hal menarik di sana yang belum terdokumentasikan," tutupnya.