Jakarta (ANTARA) - Lingkungan industri pabrik energi dan petrokimia masih menjadi ladang pekerjaan yang didominasi oleh kaum pria. Namun stereotip ini dipatahkan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT). BUMN produsen pupuk dengan pabrik penghasil Urea terbesar di Indonesia ini memiliki sosok srikandi yang turut andil dalam menjaga stabilitas operasional pabrik. Sivera Dian Getrida, atau yang akrab disapa Dian, merupakan salah satu perempuan tangguh yang kini mengemban posisi sebagai Vice President (VP) Laboratorium di PKT. Dari total 90 anggota tim, hanya 13 orang di antaranya yang merupakan perempuan.
Sebagai VP Laboratorium, perempuan yang telah memulai karirnya di PKT dari 30 tahun silam ini juga bertanggung jawab untuk memastikan semua peralatan dan fasilitas penunjang di laboratorium berjalan dengan baik. Tak jarang, Dian pun harus melakukan negosiasi dengan kepala unit kerja lain di area pabrik yang juga didominasi kaum pria. Meskipun berada pada area pekerjaan yang didominasi oleh kaum pria, Dian menilai dukungan perusahaan terhadap ekosistem bekerja bagi perempuan patut untuk diapresiasi.
“Budaya timur dan barat memang beda dalam menanggapi perempuan yang bekerja. Namun sebagai perusahaan BUMN, sejak 1989 PKT sudah sangat mendukung kemajuan perempuan dengan menempatkan perempuan di berbagai posisi strategis perusahaan, termasuk di area yang masih didominasi oleh kaum pria. Teman-teman kerja pria pun menghormati dan mendukung para perempuan yang bekerja di area mereka, dengan cara mereka,” ungkap Dian dikutip dari keterangannya yang diterima di Jakarta pada Sabtu.
Sebelum menjabat sebagai VP Laboratorium, sosok srikandi PKT ini juga sempat menduduki jabatan VP di Departemen Proses dan Pengelolaan Energi (PPE). Departemen tersebut juga tak kalah menantangnya, dirinya hanya sebagian kecil perempuan dari total anggota tim yang merupakan kaum pria.
Meskipun pekerjaan yang digelutinya sangat identik dengan pekerjaan kaum pria, namun sejak awal bergabung dengan PKT, perempuan lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu selalu memiliki prinsip bahwa perempuan mempunyai kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.
“Saya percaya tidak ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan kaum pria. Karakteristik perempuan yang (secara umum) lebih teliti, detail, mampu berkomunikasi secara verbal, serta terbiasa multitasking, memberi nilai tambah terhadap nilai perempuan saat memasuki persaingan menuju posisi puncak, tak terkecuali di industri energi dan petrokimia ini. Sebagai seorang perempuan, kita seharusnya menggunakan karunia “keperempuanan” sebagai faktor pendukung bukan sebagai alat untuk meminta fasilitas atau pengecualian,” jelas perempuan berumur 54 tahun ini.
Mengadopsi gaya kepemimpinan “ibu-ibu banget”, perempuan yang kini menahkodai sekitar 90 anggota tim di Departemen Lab itu juga bertekad untuk dapat mentransformasi sistem di departemennya menjadi digitalisasi secara menyeluruh, mulai dari pelatihan, sistem kerja, hingga pelaporan. Lebih lanjut, persoalan peran seorang ibu dengan perempuan pekerja juga tetap menjadi momok bagi setiap ibu yang bekerja. Namun bagi ibu dengan dua orang anak ini, dukungan dari suami serta membuat prioritas, menjadi kunci agar dirinya tetap mampu membagi waktu antara pekerjaan dengan tugasnya sebagai seorang ibu.
Di era modern yang serba digital saat ini, Dian berpesan bahwa kaum perempuan harus senantiasa bersyukur atas kesempatan yang diberikan bagi kaum perempuan. “Di era modern, semangat Ibu Kartini lah yang harus tetap dihidupkan. Bagaimana kaum perempuan dapat memandang jauh ke depan walau banyak tekanan, namun semangat dan tekad tidak lantas surut. Bahkan tantangan tersebut dapat menjadi semangat bagi kaum perempuan untuk mencari jalan, agar cita-cita besarnya tercapai tanpa meninggalkan kodrat kewanitaannya,” jelas Dian.
Menurutnya, pandemi juga tidak menjadi pembatas semangat dan keinginan untuk maju dan merubah keadaan. “Semangat Kartini di zamannya saja mampu melewati batasan negara. Terlebih sekarang kita hidup di zaman digital dan era sosial media yang dapat menjadi jendela bagi kaum perempuan untuk semakin melebarkan sayap,” tutup Dian.
PT Pupuk Kalimantan Timur memiliki beberapa kegiatan usaha, di antaranya adalah industri manufaktur yang mengolah bahan mentah menjadi bahan pokok yang diperlukan dalam membuat pupuk, petrokimia, agrokimia, agroindustri, dan bahan kimia lainnya serta mengolah bahan pokok tersebut menjadi berbagai jenis pupuk dan hasil kimia lainnya beserta produk-produk turunannya.
Selain itu, perusahaan ini juga menjalankan distribusi serta perdagangan produk pupuk, urea, amoniak, petrokimia, agrokimia, agroindustri, dan bahan kimia baik secara domestik dan internasional, termasuk impor bahan baku, bahan pendukung, peralatan produksi pupuk, dan bahan kimia.
Dalam kinerjanya, PKT berusaha terus fokus menjaga keberlangsungan lingkungan, termasuk dalam hal penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Seluruh proses produksi PKT terlebih dulu dianalisis dampak lingkungan, mencakup metode pengelolaan dan pemantauan yang wajib dilakukan sesuai dokumen lingkungan, termasuk dampak risiko agar proses bisnis dengan risiko lingkungan yang tinggi dimitigasi menjadi rendah.
Untuk pengurangan emisi GRK, Pupuk Kaltim memiliki 23 program yang mencakup pengurangan emisi di proses produksi hingga fasilitas penunjang.
Sebagai produsen pupuk urea terbesar di Indonesia, Pupuk Kaltim telah menyusun kebijakan terkait lingkungan, melalui penerapan Life Cycle Assessment (LCA) yang mencakup 5 aspek lingkungan, di antaranya efisiensi air dan penurunan beban pencemaran air limbah, pengurangan pencemaran udara, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, 3R limbah non B3 dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Ragam inisiatif dan inovasi lingkungan yang dijalankan Pupuk Kaltim, diselaraskan dengan indikator capaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).