Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengingatkan pentingnya pembenahan pendataan guna menjaga akuntabilitas penyaluran program pemulihan ekonomi nasional (PEN), terutama bagi UMKM.
"Pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pendataan untuk menjaga akuntabilitas program dan memastikan bantuan memang sampai kepada mereka yang termasuk dalam kriteria penerima," kata Pingkan Audrine Kosijungan dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Menurut Pingkan, hal ini penting untuk mengatasi potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ia juga menekankan bahwa penyediaan stimulus kredit harus memprioritaskan bisnis yang sulit beroperasi di tengah krisis.
Menentukan prioritas seperti itu, masih ujar dia, membutuhkan proses identifikasi yang harus dikomunikasikan antara kementerian dan lembaga sektoral yang terkait, seperti Kemenko Perekonomian dan Kementerian UMKM.
Pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk merespon disrupsi sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi di Indonesia, termasuk di dalamnya ialah program PEN.
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 dan kemudian disempurnakan dengan PP Nomor 43 Tahun 2020, pemerintah memberikan dasar hukum untuk mendukung kebijakan untuk menjaga dan mencegah aktivitas usaha dari keterpurukan, mengurangi potensi PHK dengan menggelontorkan stimulan berupa subsidi bunga kredit bagi debitur UMKM yang terdampak, serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Sebelumnya, Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin menyampaikan realisasi bantuan stimulus PEN per Agustus mencapai Rp190,5 triliun dari total anggaran Rp488,06 triliun.
"Total anggaran PEN sebesar Rp695 triliun, tugas kami sekitar Rp480-an triliun. Ada empat program utama yang menjadi tanggung jawab kami yakni perlindungan sosial, sektoral kementerian/lembaga dan pemda, pembiayaan korporasi dan UMKM. Kami pastikan tersalur kepada masyarakat," ujarnya.
Ia memaparkan realisasi program perlindungan sosial mencapai Rp114,11 triliun dari pagu anggaran sebanyak Rp204,95 triliun atau 55,68 persen. Untuk program sektor KL atau pemda sebesar Rp17,86 triliun dari pagu anggaran Rp106,05 triliun atau 16,84 persen.
Kemudian, realisasi UMKM sebesar Rp58,53 triliun dari pagu anggaran Rp123,46 triliun atau 47,41 persen. Program pembiayaan korporasi yang realisasinya relatif masih rendah yakni sebesar Rp3 triliun dari pagu anggaran Rp53,60 triliun.
"Dua program penyerapan sangat baik yakni sektor perlindungan sosial dan UMKM mengingat kedua sektor tersebut yang paling terdampak COVID-19," kata Budi.