Barabai (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dalam hal ini Disporapar dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) HST digugat perdata terkait sengketa lahan sebagian wilayah objek wisata Pagat Kecamatan Batu Benawa dengan nomor perkara 1/Pdt.G/2020/PN Brb.
Penggugat menganggap adalah pemilik sah atas sebidang tanah yang disengketakan dengan luas 9.216 m2 terletak di Jalan Tanjung Pura Desa Pagat yang saat ini menjadi salah satu bagian objek wisata yang dikelola oleh Pemkab HST.
Pada lanjutan sidang ke-12, Selasa (28/7) yang berlangsung di Pengadilan Negeri Barabai tersebut diagendakan pemeriksaan saksi dari penggugat.
Penggugat melalui kuasa hukumnya Dr Diankorona Riadi dkk menghadirkan dua saksi yakni pertama orang yang melihat langsung bahwa tanah sengketa tersebut benar pernah digarap oleh penggugat dan kedua yaitu mantan pegawai BRI yang pernah mengurus utang pihak ayah penggugat dengan jaminan tanah yang disengketakan tersebut tahun 1976.
Menurut kuasa hukum penggugat, dasar penggugatan ini adalah karena kliennya telah membeli tanah yang menjadi sengketa tersebut kepada seseorang pada tahun 1960 an dan digarap sebagai lahan perkebunan hingga dilanjutkan kepada anak beliau yaitu Yusnani yang menjadi penggugat saat ini.
Kemudian, Pemkab HST mengakui dengan dasar sertifikat hak pakai yang terbit Tahun 1979 berdasarkan surat ukur Tahun 1976 dan diperbaharui dengan sertifikat yang terbit tahun 2004.
"Namun dipersidangan, sertifikat itu tidak dibawa tergugat dan hanya dalil," tegasnya.
Diterangkannya lagi, yang dibuktikan Pemkab itu sertifikat Tahun 2004 dan itu hanya sertifikat hak pakai pengganti, bukan pemilik. Sedangkan surat menyurat atau sertifikat tahun 1979 yang diklaim sebagai dasar penguasaan Pemda, ternyata sudah mati tahun 1986, kemudian kosong beberapa tahun hingga terbit sertifikat tahun 2004.
"Dari sisi itu, dasar kepemilikan Pemkab HST tidak kuat, dipersidangan tidak dimunculkan warkahnya. Makanya BPN juga kami gugat, tujuannya agar BPN membuka warkah sampai terbitnya sertifikat pengganti tahun 2004 itu," tegas kuasa hukum.
Pihaknya bisa buktikan kleinnya memiliki surat gambar ukur sertifikat milik pemkab tersebut yang terbit tahun 1976. Disana tertulis, separo tanah milik yang diklaim pemkab itu sertifikat hak pakainya timbul di atas tanah milik penggugat.
Karena, sertifikat hak pakai itu bisa timbul dari tanah negara dan bisa juga dari perorangan.
"Dari pengakuan saksi hari ini terbukti terbitnya sertifikat itu tidak murni dari tanah negara," katanya.
Kuasa hukum dari tergugat yakni, M Arie Pratama mengungkapkan, saksi-saksi yang dihadirkan hari ini tidak melihat langsung surat menyurat kepemilikan hak atas tanah yang diklaim dan menguatkan milik penggugat. Sedangkan Pemkab HST memiliki Sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN.
Juru bicara pihak Pengadilan Negeri Barabai, Ariansyah saat diwawancarai usai sidang mengungkapkan, perkara nomor 1/Pdt.G/2020/PN Brb telah masuk tahap pembuktian dengan pemanggilan saksi-saksi.
"Saat ini kita masih persidangan melihat bukti-bukti saksi karena bukti-bukti surat menyurat sudah dan kita juga telah melakukan pemeriksaan setempat ke lokasi di wilayah yang disengketakan," katanya.
Dikatakannya, sidang berikutnya akan dilaksanakan lagi pada tanggal 4 Agustus 2020 dengan agenda memberikan kesempatan lagi kepada penggugat untuk menghadirkan saksi-saksi.
Penggugat atasnama Yusnani bersama kuasa hukumnya menganggap, perbuatan Tergugat adalah perbuatan melawan hukum.
Ia menuntut agar menghukum Tergugat untuk menyerahkan tanah sengketa kepada Penggugat dalam keadaan kosong dan tanpa beban apapun daripadanya.
Selanjutnya, penggugat menuntut agar pengadilan menghukum tergugat untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat secara tunai dan nyata sebesar Rp 4,6 miliar dan uang keutuntungan sewa yang semestinya diterima oleh Penggugat sebesar Rp 500 ribu per bulan dikalikan dengan lama waktu Tergugat menguasai dan mengambil manfaat atas tanah sengketa (dihitung sejak Januari 1977 sampai dengan perkara berkekuatan hukum tetap).
Selain itu, pihaknya juga menuntut agar menghukum tergugat untuk membayar kerugian immateriil kepada Penggugat secara tunai dan nyata sebesar Rp 10 miliar.
"Kami juga meminta pengadilan agar menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsome) kepada Penggugat sebesar Rp 10 juta per hari setiap Tergugat lalai memenuhi isi putusan pengadilan dalam perkara ini, terhitung sejak putusan diucapkan sampai dengan dilaksanakan," kata kuasa hukum penggugat.