Banjarmasain, (Antaranews Kalsel) - Badan Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai mengembangkan teknologi baru untuk melaksanakan hujan buatan yang disebut dengan kembang api atau "Flare".
Koordinator Lapangan TMC-BPPT Djazim Syaifullah, di Banjarmasin, Selasa mengungkapkan, selain melakukan sistem penaburan (shorti) dalam melakukan hujan buatan, BPPT juga mulai menerapkan sistem kembang api atau percikan di sayap pesawat yang disebut Flare.
Saat ini, kata dia, BPPT sudah memiliki satu pesawat kecil jenis Cesna, untuk melakukan hujan buatan menggunakan sistem flare yang jauh lebih efektif dibanding sistem lainnya.
"Namun demikian penerapan modifikasi cuaca menggunakan sistem penaburan garam masih tetap menjadi andalan BPPT," katanya.
Sebelumnya, BPPT telah melakukan hujan buatan di wilayah Kalimantan Selatan atas permintaan permintaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan PLN seiring dengan adanya ancaman kekeringan di beberapa wilayah.
Walau beberapa hari terakhir hujan telah turun di Kalsel, PT PLN Wilayah Kalselteng bekerjasama dengan Pangkalan Udara Sjamsudin Noor, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tetap menggelar Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
Menurut Syaifullah, TMC yang dilaksanakan pihaknya bukan untuk menciptakan hujan, tapi mempercepat proses terjadinya hujan.
"TMC dalam rangka mempercepat proses terjadinya hujan sudah dimulai sejak 17 Oktober lalu dan akan dilakukan selama satu bulan," katanya.
Menurut Djazim, selain untuk mengurangi dampak dari musim kemarau, rekayasa cuaca untuk mempercepat proses hujan dilaksanakan untuk menambah debit air di waduk Riam Kanan.
"Hujan memang sudah turun di Banjarbaru dan Banjarmasin, namun belum optimal, terutama di kawasan waduk Riam Kanan," katanya.
Menurut dia, kalau debit air cukup, maka turbin PLN di PLTA Riam Kanan bisa bekerja maksimal.
Saat ini BPPT bersama PLN telah membuat posko pemantauan kondisi awan beberapa kawasan, seperti di Riam Kanan dan Asamasam.
Tiap hari posko pemantauan terus menginformasikan kondisi awan, apabila dirasa bisa untuk rekayasa cuaca, maka dilakukan penaburan garam.
Dalam proses penebaran garam, lanjut dia, banyak kendala yang sering dihadapi, seperti dekatnya bandara dengan lokasi penebaran garam, padatnya lalu lintas penerbangan juga cukup mengganggu, sehingga modifikasi cuaca belum bisa dilaksanakan secara maksimal.
Danlanud Sjamsudin Noor Letkol Pnb Erson SB Sinaga mengatakan bangga dengan dijadikannya pangkalan TNI AU di Syamsuddin Noor sebagai posko penebaran garam dalam rangka mempercepat proses terjadinya hujan.
"Hujan buatan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, selain mengurangi dampak kemarau, seperti kebakaran lahan, hujan buatan juga bisa menambah debit air di waduk Riam Kanan," katanya.
Menurut dia, jika awan Cumulonimbus ditaburi garam maka peluang terjadinya hujan cukup besar.
"Namun, arah dan kecepatan angin juga berpengaruh dalam menentukan lokasi hujan sehingga kita membangun posko pengamatan di Riam Kanan dan Asamasam," katanya.
Penaburan garam menggunakan pesawat jenis Cassa 212-200 milik BPPT yang dioperasikan oleh PT Nusantara Buana Air.