Pangkalpinang (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengumpulkan data dan dokumen sejarah kebencanaan di Indonesia ke Belanda, sebagai langkah memetakan potensi ancaman gempa dan tsunami di negeri ini.
"Kami telah berkunjung ke Arsip Dokumen Belanda, organisasi, lembaga di negara itu dan mereka memiliki dokumen-dokumen ratusan tahun tentang kebencanaan di Indonesia," kata Kepala BNPB Doni Monardo di Pangkalpinang, Minggu.
Ia mengatakan dokumen ratusan tahun kebencanaan di Indonesia yang dimiliki Belanda menunjukkan bahwa banyak daerah di Indonesia yang berisiko terjadi gempa dan tsunami.
"Tsunami di Aceh salah satu bukti nyata bahwa gempa dan tsunami merupakan peristiwa yang berulang," ujarnya.
Menurut dia data yang berhasil dikumpulkan dimulai dari data tentang temuan sedimen yang dibawa ke laboratoriun di sejumlah negara menunjukkan sendimen-sendimen ini berusia berbeda-beda.
"Ada sedimen berusia 7.500 tahun, 5.400 tahun, 3.300 tahun dan 2.800 tahun menunjukkan bahwa gempa dan tsunami merupakan bencana alam yang berulang," ujarnya.
Selain itu, bagian selatan Pulau Jawa ditemukan sejumlah lapisan-lapisan karang yang berusia beragam, dimulai 3.000 tahun, 1.600 tahun dan 300 tahun yang menunjukkan bahwa gempa dan tsunami merupakan peristiwa berulang-ulang.
Oleh karena itu, katanya, BNPB mengajak semua pimpinan di daerah untuk bisa melakukan berbagai upaya dan memetakan potensi ancaman serta upaya-upaya penanggulangan bencana alam ini.
Ia menambahkan tidak hanya sejarah kebencanaan yang berhasil dikumpulkan, tetapi juga data temperatur bumi yang mengalami peningkatan.
"Temperatur bumi di bagian selatan Australia pernah mencapai 45 derajat celcius dan waktu yang sama di bagian Amerika temperatur minus 54 derajat celcius. Ini artinya disparitas antara minus dan plus jika ditotal sebesar 99 derajat celcius dan ini sudah mencapai titik didih," katanya.