Banjarmasin (ANTARA) - Senyum simpul terlihat diwajah perempuan berhijab itu usai menggelar sebuah pentas seni sastra musikalisasi puisi bertajuk "Entah bagaimana, tetiba aku mencintaimu" di gedung kesenian Taman Budaya Kalsel.
Perempuan yang tersenyum penuh kebahagian itu adalah Nailiya Nikmah, yang mengajar disebuah perguruan tinggi di Banjarmasin, yakni, di kampus Politeknik Negeri Banjarmasin.
Ibu dosen bahasa, itulah panggilan mahasiswanya untuk perempuan yang lahir di Banjarmasin pada 1980 tersebut, karena dia menyandang gelar Magister (S2) di bidang bahasa pada Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin.
Baca juga: Sastrawan muda pentas musikalisasi puisi "cinta"
Nailiya ternyata tidak hanya pandai mengajar, tapi juga pandai dan piawai menyusun kata-kata untuk sebuah puisi, cerpen dan novel.
Sebab, dirinya sudah membuat karya tiga buku berbeda pada seni sastra tersebut, yakni, kumpulan cerpen berjudul "Rindu rumput ilalang", novel yang berjudul "Sekaca Cempaka" dan kumpulan sebanyak 85 puisi yang tergabung di buku berjudul "Entah bagaimana, tetiba aku mencintaimu".
Tiga karya Nailiya ini diapresiasi banyak sastrawan di Kalsel, hingga namanya cukup diperhitungkan sebagai salah satu sastrawan berbakat di Banua, bahkan nasional.
Karena, sejumlah karyanya tersebut, diantaranya puisi karyanya berjudul "Romansa Tanah Basah" termasuk 15 puisi nominasi lomba menulis puisi pada Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) pada tahun 2013.
Lalu buku novel yang dikatakannya berjudul "Sekaca Cempaka" terpilih sebagai Novel Unggulan Lomba Menulis Novel ASKS(2013).
Nailiya juga mendedikasikan dirinya untuk kemajuan seni daerah dengan membina sebuah teater seni, bernama Teater Wasi Putih di kampusnya.
Baca juga: "Save Meratus" digauangkan di hadapan Sastrawan Internasional
Dia mengaku sudah mencintai seni, khususnya sastra sejak kecil, karena suka menulis, di mana fokus menggeluti itu saat jadi mahasiswa dan menelurkan beberapa tulisan cerpen dan puisi.
Dia juga mengaku tidak akan berhenti menulis sampai kapan pun di mana hatinya akan selalu senang untuk melakukan itu.
"Karena seni itu membuat hidup kita indah, selama kita ingin hidup indah, teruslah berkesenian," tuturnya.
Baca juga: Sastrawan Tujuh Negara Hadiri Seminar Sastra Banjarmasin