New York (AntaraNews Kalsel) - Harga minyak global jatuh lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah tanda-tanda meningkatnya pasokan dan kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar akan menjadi korban dari perang perdagangan Amerika Serikat dan China.


Minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember kehilangan 1,43 dolar AS atau turun 1,9 persen menjadi menetap pada 75,91 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Desember turun 0,86 dolar AS atau 1,3 persen menjadi berakhir pada 66,18 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Pada awal sesi, Brent mencapai terendah sesi 75,09 dolar AS per barel, posisi terendah sejak 24 Agustus. WTI merosot ke 65,33 dolar AS per barel, terlemah sejak 17 Agustus.

Harga sedikit berubah dalam perdagangan pasca-penyelesaian (perdagangan normal), setelah kelompok industri American Petroleum Institute (API) melaporkan persediaan minyak mentah AS naik 5,7 juta barel pekan lalu, lebih besar dari perkiraan analis untuk kenaikan 4,1 juta barel.

Para investor akan melihat data resmi pemerintah tentang persediaan minyak AS yang akan dirilis pada Rabu waktu setempat.

Kedua patokan minyak mentah telah jatuh sekitar 10 dolar AS per barel dari tertinggi empat tahun yang dicapai pada minggu pertama Oktober, dan berada di jalur untuk mencatat kinerja bulanan terburuk mereka sejak Juli 2016.

Minyak telah terperangkap dalam kemerosotan pasar keuangan global bulan ini, dengan pasar ekuitas di bawah tekanan dari pertarungan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia, AS dan China.

Amerika Serikat telah mengenakan tarif atas barang-barang China senilai 250 miliar dolar AS, dan China telah merespons dengan tarif balasan atas barang-barang AS senilai 110 miliar dolar AS.

Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (29/10) dia pikir akan ada "sebuah kesepakatan besar" dengan China tentang perdagangan, tetapi memperingatkan bahwa dia memiliki miliaran dolar AS tarif baru yang siap untuk diterapkan jika kesepakatan itu tidak mungkin.

Trump mengatakan dia ingin membuat kesepakatan sekarang tetapi China belum siap. Dia tidak merinci.

"Satu diskusi yang sedang berkembang adalah bahwa (ketegangan perdagangan) merugikan permintaan untuk minyak mentah. Mungkin ada unsur kebenaran untuk itu," kata Bob Yawger, direktur berjangka di Mizuho di New York.

Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan harga minyak yang tinggi merugikan konsumen dan dapat mengurangi permintaan bahan bakar pada saat kegiatan ekonomi global melambat.

Produksi minyak dari Rusia, Amerika Serikat dan Arab Saudi mencapai 33 juta barel per hari (bph) untuk pertama kalinya pada September, data Refinitiv Eikon menunjukkan.

Itu adalah peningkatan 10 juta barel per hari sejak awal dekade ini, dan berarti ketiga produsen itu sendiri sekarang memenuhi sepertiga permintaan minyak mentah global.

Amerika Serikat akan memberlakukan sanksi baru terhadap minyak mentah Iran mulai pekan depan, dan ekspor dari Republik Islam itu sudah mulai turun. Arab Saudi dan Rusia mengatakan mereka akan memproduksi minyak cukup untuk memenuhi permintaan setelah sanksi-sanksi AS diberlakukan.

"Fakta bahwa pelemahan harga ini berkembang tepat sebelum kickoff resmi sanksi-sanksi minyak Iran menunjukkan pasar dipasok berlimpah di mana pasokan tambahan dibawa ke pasar jauh sebelum kemungkinan percepatan penurunan ekspor Iran," kata Jim Ritterbusch, presiden. Ritterbusch and Associates, mengatakan dalam sebuah catatan.

Baca juga: Harga minyak jatuh, Rusia isyaratkan produksi tetap tinggi
Baca juga: Harga minyak naik jelang sanksi AS terhadap Iran


Editor: Ahmad Wijaya

Pewarta: Apep Sunandar

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018