Jakarta (Antaranews.Kalsel) - Kinerja ekspor minyak sawit Indonesia termasuk biodiesel dan oleochemical untuk kuartal I tahun 2018 tercatat menurun 2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.


Siaran pers Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Kamis menyebutkan,  pada kuartal pertama 2017, ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 8,02 juta ton melorot menjadi 7,84 juta ton di tahun 2018 periode yang sama. 

Khusus untuk minyak sawit mentah dan turunannya saja (tidak termasuk Olechemical dan Biodiesel) tercatat menurun 3% pada kurtal I 2018 dibanding periode yang sama tahun lalu atau dari 7,73 juta ton di kuartal I 2017 turun menjadi 7,5 juta ton di periode yang sama tahun 2018. 

Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor minyak sawit Indonesia adalah adanya beberapa hambatan perdagangan yang diterapkan oleh beberapa negara, seperti Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi Parlemen Eropa yang menuding sawit sebagai penyebab deforestasi, India yang menaikkan bea masuk impor minyak nabati, Amerika Serikat melancarkan tuduhan antidumping biodiesel dan China memperketat pengawasan terhadap minyak nabati yang diimpor.

Di sisi lain, kinerja produksi minyak sawit Indonesia pada kuartal I 2018 naik mencapai 24 persen dibandingkan periode yang sama 2017 atau dari 8,4 juta ton pada kuartal I 2017 naik menjadi 10,41 juta ton periode yang sama 2018. 

Produksi yang meningkat cukup signifikan ini disebabkan pada kuartal I 2017 yang masih masa pemulihan dari kekeringan yang dialami pada tahun 2015, selain itu juga luasan tanaman yang mulai menghasilkan mulai bertambah sehingga produksi dapat tetap meningkat meskipun banyak perkebunan yang melaksanakan peremajaan kebunnya.

Kinerja ekspor minyak sawit Indonesia pada Maret 2018 juga tercatat naik kurang lebih 1 persen.

Sepanjang Maret volume ekspor minyak sawit Indonesia (tidak termasuk biodiesel dan oleochemical) hanya mampu mencapai 2,4 juta ton, atau terkerek 33,86 ribu ton dibandingkan Februari lalu yang mencapai
2,37 juta ton. 

Kinerja ekspor yang relatif stagnan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah India yang menaikkan pajak impor minyak nabatinya di awal Maret 2018 untuk CPO 44 persen dari semula hanya 30 persen dan refined palm oil 54 persen dari semula 40 persen.

Kebijakan India yang menaikkan pajak impor minyak nabati, menyebabkan ekspor minyak sawit Indonesia ke India tergerus 33,44 ribu ton atau turun sekitar 8 persen pada Maret 2018 dibandingkan bulan
sebelumnya, atau dari 442,09 ribu ton di Februari turun menjadi 408,65 ribu ton di Maret.

Penurunan ekspor minyak sawit Indonesia pada Maret 2018 dibandingkan bulan sebelumnya juga terjadi ke Bangladesh 59 persen, negara Timur Tengah 30 persen dan Pakistan 0,5 persen.

Di lain pihak beberapa negara pasar tradisional tujuan ekspor Indonesia seperti Uni Eropa, China dan Amerika Serikat pada Maret 2018 masing-masing mencatatkan kenaikan impor 38 persen, 16 persen dan 11 persen
dibandingkan bulan Februari.

Pasar baru negara Afrika juga ikut membukukan kenaikan impor sebesar 38 persen.

Dari sisi produksi, pada Maret 2018 produksi minyak sawit Indonesia mencatatkan kenaikan 9 persen atau dari 3,35 juta ton pada Februari lalu naik menjadi 3,65 juta ton pada Maret ini.

Peningkatan produksi ini karena hari kerja yang panjang dan cuaca yang mendukung. Dengan produksi yang masih meningkat dan ekspor yang relatif stagnan, stok minyak sawit Indonesia membukukan kenaikan menjadi di 3,65
juta ton di akhir Maret dibandingkan Februari lalu di 3,5 juta ton.

Dari sisi harga, sepanjang bulan Maret harga CPO global bergerak di kisaran US$ 665 – US$ 695 per metrik ton dengan harga rata-rata US$ 676,2 per metrik ton. Harga rata-rata Maret meningkat US$13,1
dibandingkan harga rata-rata pada Februari lalu US$ 663,1 per metrik ton.
Data (Ist)

Pewarta: Abdul Hakim Muhiddin

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018