Amuntai (Antaranews Kalsel) - Pemerintah terus berupaya mengeliminasi kasus penderita Tetanus Neonatorim (TN) dengan target kurang dari 1 kasus per 1.000 kelahiran hidup pada suatu kabupaten dari suatu negara. 


Kepala seksi Pengamatan dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Irham SKM MPH di Amuntai Rabu mengatakan salah satu upaya merealisasikan program tersebut adalah dengan program pemberian imunisasi DPT pada bayi, pemberian Imunisasi DT pada usia sekolah dan imunisasi TT pada ibu hamil.

"Pemberian imunisasi pada bayi hingga usia sekolah akan memberikan perlindungan dari penyakit tetanus seumur hidup," kata Irham.

Berdasarkan artikel dari alodokter, DPT adalah singkatan dari difteri, pertusis, dan tetanus. Imunisasi DPT adalah salah satu jenis bentuk vaksinasi yang wajib diberikan kepada balita.

Penyakit difteri, pertusis, dan tetanus adalah tiga penyakit berbeda yang masing-masing memiliki risiko tinggi dan bahkan bisa menyebabkan kematian.

Saat ini, Pemkab HSU sedang menggalakkan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dengan memberikan imunisasi campak dan Difteri Tetanus (TD) dan Tetanus Toxoid (TD).

Program tersebut, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang produktif dan meningkatkan kemampuan kesehatan masyarakat.

Penyakit tetanus, tambah dia ditandai dengan gejala kaku otot pada rahang dan leher, sehingga anak agak sulit menelan makanan, sedang pada bayi akan berhenti menetek atau menyusu, selanjutnya tubuh jadi kaku, penyakit ini bisa dialami oleh ibu hamil.

Data dari Kementerian Kesehatan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri pernah terjadi di Kota Martapura Kalimantan Selatan pada 2011, di mana sebanyak tiga orang anak di Madrasyah Ibtidaiyah Darul Ma`rifah mengidap penyakit ini.

Kasus KLB juga terjadi di Jawa Timur, sebanyak 762 anak terkena DT dengan 29 anak meninggal dunia. Gejala DT berupa radang tenggorokan yang mengakibatkan nafsu makan hilang.

Selain itu, demam ringan selama 2-3 hari, kemudian timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Penyakit ini menular melalui kontak dengan penderita atau "carier" dengan masa inkubasi 2-5 hari.

Sedangkan campak atau masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan dikenal dengan istilah "bakarumut" yang bisa menyebabkan komplikasi seperti diare, gangguan pendengaran, hingga kerusakan otak dan lainnya.

KLB Campak ini juga pernah terjdi di Jawa Barat dan Jawa Tengah dari sebanyak 5.818 anak yang menderita campak kala itu sebanyak 19 anak meninggal dunia.

Irham mengatakan pelaksanaan BIAS sebagai investasi bagi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang produktif, meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi siswa sehingga mampu belajar dan berprestasi di sekolahnya.

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017