Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Ombudsman Perwakilan Kalimantan Selatan masih melihat adanya kelemahan dalam proses pelayanan pertanahan, sehingga melakukan penelitian, fokus diskusi terbatas dan diseminasi terkait

"Layanan Registrasi Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah atau Sporadik" terutama semakin gencarnya program pensertifikatan tanah masyarakat melalui kegiatan Prona tahun 2017.

Pada kegiatan diseminasi di Banjarmasin, Rabu Sopian Hadi dari Ombudsman Perwakilan Kalsel mengatakan, dalam rangka

mengetahui bagaimana proses pelayanan publik bidang pertanahan pihaknya melakukan serangkaian kegiatan investigasi untuk memastikan pelayanan publik tersebut berjalan baik dan lancar.

Apa yang dilakukan Ombudsman Kalsel tersebut terasa relevan mengingat dalam beberapa bulan terakhir sejumlah oknum kelurahan terjaring OTT oleh Tim Saber Pungli saat memproses pelayanan pertananan di tingkat kelurahan menuju paket Prona 2017.

"Kegiatan investigasi dilakukan untuk dapat memastikan peningkatan kualitas pelayanan pertanahan, mencegah

maladministrasi dan rekomendasi perbaikan yang diperlukan," katanya pada kegiatah yang diikuti 45 peserta dari unsur pemerintah daerah dan badan pertanahan.

Investigasi dilakukan Ombudsman Perwakilan kalsel dengan mengambil sampel lima kabupaten/kota yakni Kota Banjarmasin

dan Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Tanah Laut dan Kabupaten Barito Kuala.

Berdasar kegiatan tersebut, Ombudsman Kalsel paling tidak menemukan 11 permasalahan yakni terkait tidak ada dasar hukum

terkait layanan registrasi Spaoradik oleh lurah/kades, pengguna dikutip biaya, standar pelayanan tidak dipublikasi, tidak ada kepastian biaya dan waktu, tidak ada pedoman dalam menyelesaikan sengketa serta pengukuran masih bersifat manual sehingga rentan tumpang tindih.

Selain itu, ada biaya yang disisihkan untuk pendapatan desa, kelurahan dan desa tidak memiliki peta lokasi tanah yang

sudah bersertifikat, sistem kearisipan belum tertata dengan baik, tidak ada koordinasi antara

kelurahan/desa dengan kantor pertanahan serta adanya problem di level atas, kata Sopian.

"Atas dasar itu, maka kami mengeluarkan lima rekomendasi yakni harus ada landasan hukum, pemenuhan standar pelayanan,

tingkatkan koordinasi keluarhan/desa dengan kantor pertanahan, peningkatan sumber daya manusian serta peralatan ukur serta tertib pengarsipan.

Sementara itu, Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Kalsel, Noorhalis Majid mengingatkan seluruh aparatur desa dan kelurahan terkait dengan pelayanan publik termasuk pertanahan jangan sampai memberikan layanan kalau tidak ada dasar hukumnya.

"Kalau tetap ada layanan maka harus buatkan dasar hukumnya, jangan melakukan pungutan liar dan tindakan gratifikasi," tegasnya.

Kemudian serahkan urusan dan pelayanan pertanahan kepada kantor BPN, sehingga risiko konflik tanah harus menjadi perhatian BPN termasuk keterbatasan sumber daya manusia yang akan menangani pelayanan publik di bidang pertanahan," kata Noorhalis Majid.

Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017