JAKARTA - Pemerintah dan legislatif satu suara menolak resolusi sawit Parlemen Uni Eropa. Penolakan itu merupakan satu sikap tegas kedua lembaga untuk melindungi sawit sebagai komoditas strategis negeri ini.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indoensia (GAPKI) Joko Supriyono dalam siaran persnya usai menghadiri RDPU komisi IV DPR di Gedung DPR, Selasa (19/4/2017) mengatakan, sawit ini kepentingan nasional, maka selayaknya pemerintah dan masyarakat membela sawit yang telah berkontribusi terhadap perekonomian maupun pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Joko menilai tuduhan yang ditujukan kepada industri sawit dan berujung dengan adanya resolusi Parlemen Eropa merupakan kepentingan politik semata untuk mendiskriminasi industri sawit.
Joko menyatakan, isu tersebut saat ini tidak berpengaruh terhadap ekspor namun hal itu bisa mengundang negara-negara lain untuk melakukan hal serupa akibat berkembangnya stigma negative dari pemberitaan isu resolusi itu terutama di negara Eropa dan Amerika.
Diskriminasi sawit tersebut tampak dalam beberapa isu diantara adanya sertifikasi tunggal yang berlaku bagi minyak sawit dan tidak berlaku bagi minyak nabati lainnya di dunia.
Dia berharap Indonesia jangan mau didikte oleh eropa, Indonesia punya ISPO sertifikasi resmi pemerintah Indonesia dan kita akan teruskan dan sempurnakan ISPO sebagai bukti komitmen kita terhadap keberlanjutan industri ini, tegas Joko.
Upaya diskriminasi lainnya ialah dengan isu deforestasi dan penghilangan biodiesel sawit. Joko menyatakan, penggunaan biodiesel dengan menggunakan minyak nabati lainnya justru menimbulkan dampak deforestasi jauh lebih besar karena produktifitasnya jauh lebih rendah dari minyak sawit.
Menurut dia, deforestasi yang terjadi adalah deforestasi yang diatur dalam UU kehutanan, maka itu merupakan deforestasi yang legal secara hukum.
Lebih lanjut, Joko menyatakan langkah politis Parlemen Eropa itu juga belum tentu disetujui dan dilaksanakan oleh pemerintah di negara-negara bagian eropa.
Maka pemerintah punya cukup waktu untuk menyiapkan langkah-langkah diplomasi yang tegas menanggapi isu tersebut dan harus mengumpulkan data dan fakta, mempercepat implementasi ISPO dan menyiapkan langkah retaliasi produk eropa dan langkah tegas lainnya, pungkasnya./A
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indoensia (GAPKI) Joko Supriyono dalam siaran persnya usai menghadiri RDPU komisi IV DPR di Gedung DPR, Selasa (19/4/2017) mengatakan, sawit ini kepentingan nasional, maka selayaknya pemerintah dan masyarakat membela sawit yang telah berkontribusi terhadap perekonomian maupun pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Joko menilai tuduhan yang ditujukan kepada industri sawit dan berujung dengan adanya resolusi Parlemen Eropa merupakan kepentingan politik semata untuk mendiskriminasi industri sawit.
Joko menyatakan, isu tersebut saat ini tidak berpengaruh terhadap ekspor namun hal itu bisa mengundang negara-negara lain untuk melakukan hal serupa akibat berkembangnya stigma negative dari pemberitaan isu resolusi itu terutama di negara Eropa dan Amerika.
Diskriminasi sawit tersebut tampak dalam beberapa isu diantara adanya sertifikasi tunggal yang berlaku bagi minyak sawit dan tidak berlaku bagi minyak nabati lainnya di dunia.
Dia berharap Indonesia jangan mau didikte oleh eropa, Indonesia punya ISPO sertifikasi resmi pemerintah Indonesia dan kita akan teruskan dan sempurnakan ISPO sebagai bukti komitmen kita terhadap keberlanjutan industri ini, tegas Joko.
Upaya diskriminasi lainnya ialah dengan isu deforestasi dan penghilangan biodiesel sawit. Joko menyatakan, penggunaan biodiesel dengan menggunakan minyak nabati lainnya justru menimbulkan dampak deforestasi jauh lebih besar karena produktifitasnya jauh lebih rendah dari minyak sawit.
Menurut dia, deforestasi yang terjadi adalah deforestasi yang diatur dalam UU kehutanan, maka itu merupakan deforestasi yang legal secara hukum.
Lebih lanjut, Joko menyatakan langkah politis Parlemen Eropa itu juga belum tentu disetujui dan dilaksanakan oleh pemerintah di negara-negara bagian eropa.
Maka pemerintah punya cukup waktu untuk menyiapkan langkah-langkah diplomasi yang tegas menanggapi isu tersebut dan harus mengumpulkan data dan fakta, mempercepat implementasi ISPO dan menyiapkan langkah retaliasi produk eropa dan langkah tegas lainnya, pungkasnya./A
Editor : Abdul Hakim Muhiddin
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017